Bapak-Ibu Polisi, Maukah Anda Menjadi Seperti Bripka Seladi? - Jurnal Darul Azis

Bapak-Ibu Polisi, Maukah Anda Menjadi Seperti Bripka Seladi?

Bapak-Ibu Polisi, Maukah Anda Menjadi Seperti Bripka Seladi?

Bripka Seladi, polisi pemulung yang harus jadi teladan anggota Polri
Bapak-Ibu Polisi, Maukah Anda Menjadi Seperti Bripka Seladi?/Ilustrasi www.merdeka.com

Maukah Anda menjadi seperti Bripka Seladi? Bukan....bukan harus dengan menjadi pemulung maksud kami. Melainkan meneladani sifat-sifat mulia yang telah ia pelihara selama hidup dan bertugas untuk rakyat dan negara. Karena bagi kami, demikianlah wajah ideal sosok polisi di negara kita (bukan hanya citra loh ya!). Jujur, rendah hati, anti KKN, dan sederhana.  

Jujur, kami sebagai rakyat, sebenarnya sudah terlalu lelah jika harus terus-menerus berprasangka buruk pada polisi. Kami juga tak ingin terus menjadi rakyat yang senantiasa membenci aparat. 
Karena di lubuk hati yang terdalam kami paham, sejatinya polisi adalah pengayom, pelindung, dan pelayan rakyat.
Namun harapan itu kadang kami anggap hanyalah sebuah ilusi belaka. Yakni ketika kami mengalami sendiri bagaimana menyakitkannya menjadi korban atas tindakan tak terpuji oknum polisi. Seperti misalnya, saat kami yang kurang paham hukum ini justru dibodohi, bukan diedukasi. Saat kami yang kecelakaan, kehilangan, dan sedang butuh bantuan, justru malah dimintai uang atas nama uang bensin, insentif, dan administrasi. Saat kami yang merasa bersalah dan minta disidang tetapi justru ditakut-takuti bahwa sidang itu mahal, hingga mendorong kami untuk menempuh jalan ‘damai’ dengan memberikan sejumlah uang. Saat kami yang lugu dan penakut ini justru menjadi korban kearogansian oknum polisi dengan berbagai kesalahan yang seakan memang sengaja dicari-cari untuk kemudian ditimpakan kepada kami.
Sebenarnya ada banyak sekali tindakan tidak terpuji dari oknum polisi yang pernah kami terima. Tapi kami tak ingin menyebutkannya semua karena kami ingin Anda sendirilah yang menemukan jawabannya. Setelah bertanya kepada diri sendiri, “Pernahkah tindakan itu saya lakukan?” 
Pengalaman itu, wahai Bapak dan Ibu Polisi, membuat kami terdorong untuk menggeneralisir bahwa memang begitulah semua sifat asli polisi—walau kadang kala kami juga sadar tidak semua polisi seperti itu, dan Bripka Seladi lah salah satunya. Tapi juga Anda harus tahu, kebencian itu memang akan sangat sulit untuk dihilangkan. Terlebih bagi kami masyarakat awam dan kurang mengenyam pendidikan ini.

Wahai Bapak-Ibu Polisi yang baik hati;

Saat ini kami sungguh mendambakan aparat yang anti-suap seperti Bripka Seladi. Baik ketika mereka sedang bertugas, maupun ketika hendak mendaftar sebagai polisi. Sebab bagaimana mungkin sebagai polisi Anda tidak akan menerima suap sementara untuk menjadi polisi saja Anda harus menyuap dengan uang ratusan juta? Belum lagi ketika Anda ingin berpindah tugas atau ingin dipromosikan, suap-menyuap selalu dipilih sebagai cara untuk melicinkan jalan. Anda tidak perlu bertanya darimana kami tahu hal itu, karena biar bagaimanapun ada banyak di antara kami yang punya saudara kami polisi, tetangga polisi atau bahkan teman kami polisi. Entahlah, kadang kami juga merasa bingung, mengapa kejahatan oknum polisi selalu tampil begitu telanjang dan vulgar di mata kami?
Tolong untuk bagian yang ini segera diperbaiki. Agar kami yang miskin tapi punya jiwa nasionalisme dan semangat bekerja untuk rakyat juga mendapatkan kesempatan sama dengan yang lainnya. Kami tak mau percaya baliho-baliho yang dipajang di depan kantor Bapak-ibu. Sebab yang lebih kami percaya adalah bukti-bukti--sebagaimana Bapak-ibu dalam menjalankan tigas yang hanya memercayai bukti.
Wahai Bapak-Ibu Polisi yang baik hati;

Selama bertugas, Bripka Seladi mengaku tidak pernah menerima suap, baik uang, makanan, atau apa pun. Dia sangat menjunjung tinggi kejujuran. Kami yakin, Bripka Seladi berbuat seperti itu lantaran ia sadar bahwa ia memang benar-benar bekerja sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan rakyat, karena telah dibayar oleh rakyat. Ia sadar tak punya hak lagi selain dari apa yang memang seharusnya ia terima. Sementara jabatan dan pekerjaan baginya adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Begitu juga dengan gaji yang ia terima, ia jaga kemurniannya dari debu-debu dosa karena itu akan digunakannya untuk menafkahi keluarga. Kesadaran itulah, Bapak-Ibu Polisi yang kami hormati, yang seharusnya juga menjadi pedoman seluruh polisi di negeri yang kita cintai ini.
Jika kesadaran itu sudah bisa dijadikan pedoman, maka tak akan ada lagi polisi-polisi yang tergoda oleh nafsu hidup berkemewahan. Karena baginya, hidu dalam kesederhanaan dan diliputi kebahagiaan akan lebih membahagiakan.

Bapak-Ibu Polisi yang baik hati;

Ada satu hal lagi yang bisa kita semua pelajari dari Bripka Seladi. Ia selalu menyelaraskan tindakan dengan ucapannya. Ya, sebagai aparat penegak hukum pastilah Bripka Seladi sering berbicara tentang hukum, sehingga tindakannya pun tidak boleh bertentangan dengan hukum. 

Bripka Seladi adalah aparat penegak hukum, bukan perusak hukum. Bripka Seladi adalah orang yang mengerti hukum, tapi tidak kemudian menjadikan hukum sebagai alat untuk mengeruk keuntungan pribadi. 

Jadi sekali lagi wahai Bapak-Ibu Polisi, maukah Anda menjadi seperti Bripka Seladi?

Baiklah, sambil merenung berikut ini kami persembahkan sebuah puisi karya Aly D Musyrifa khusus untuk Anda, wahai seluruh polisi di Indonesia. 

Tangan Polisi

Bukan tangan polisi jika tak melahirkan rasa aman. Bukan tangan polisi jika tak menjamin keberaturan. Tangan polisi adalah Tangan Kemanusiaan. Ia hadir untuk menebar hikmah keadilan. Tangan polisi tak selalu berseragam, sebagaimana kiai tak selalu berpeci hitam. Ia menyelam di setiap kekacauan dan kerusuhan, demi mengurai benang kusut dan merumuskan pemecahan. Ia tak memancing di air keruh, sebab dengan kemuliaan ia bertaruh. Seperti tangan hakim, tangan polisi lahir lebih buruk untuk mencegah timbulnya kejahatan. Seperti matahari, tangan polisi terbit untuk mengakhiri kegelapan. Kau tak memerlukannya, jika hidup berjalan seperti seharusnya. Kau boleh memberinya pistol atau senapan karena tugasnya yang berat, tapi senjata utama tangan polisi adalah akal sehat. Seperti tangan hakim, tangan polisi tak hidup dari kitab undang-undang dan peraturan. Ia hidup karena menghidupkan kitab undang-undang dan peraturan. Beri ia kewenangan secukupnya agar tak tenggelam ia dalam kewenangannya. Jaga ia tetap sehat agar lahir darinya keadilan di masyarakat. Jangan biarkan ia menipu atau hidup akan menapak di jalan buntu. Jangan biarkan ia lemah atau hidup akan buruk rupa di lembar sejarah. Tangan polisi adalah Tangan Mulia. Ia berhak mendapatkan kunci surga. Karena itu, jika ia hentikan motormu di jalan, atau ia borgol tanganmu sebelum sidang pengadilan, jangan goda ia untuk menukar kunci surga dengan kehinaan.

2013 

(Puisi dikutip dari buku "Burung-burung Di Tiang Duka, 2013 : 101)

Please write your comments