Memaafkan Zaskia Gotik, Sebab Berani Jujur Itu Baik - Jurnal Darul Azis

Memaafkan Zaskia Gotik, Sebab Berani Jujur Itu Baik

Memaafkan Zaskia Gotik, Sebab Berani Jujur Itu Baik

Zaskia Gotik via TeropongSenayan
Saya kadang benci dengan diri saya sendiri, yang sering kali lemot menangkap momen telanjang di depan mata. Ehm....contohnya begini, saya lemot merespon ketika melihat ada tulisan Arab di kostumnya Agnez Mo, sehingga tidak bisa menjadi pelopor aksi kutuk dan buli terhadap Agnez Mo di jagat media sosial dengan tuduhan bahwa ia telah melecehkan agama. 

Contoh lain misalnya, ketika menonton sebuah acara komedi di salah satu stasiun televisi penayang mars partai swasta beberapa hari lalu, yang melibatkan pedangdut Zaskia Gotik si penyayang unggas itu. Karena usaha melawaknya, ia kemudian dianggap melecehkan lambang negara dan menghina bangsanya sendiri.



Lagi-lagi saya pun ketinggalan kereta. Di saat kebanyakan orang sudah tampil di depan menjadi sesosok anak bangsa yang nasionalis, saya masih saja di belakang panggung sambil menikmati Sayang-nya Via Vallen. Mau nyusul mereka  jelas ndak mungkin. Saya takut dibilang cuma ikut-ikutan dan tidak mau disebut pengekor. Lagipula, menjadi pelopor adalah salah satu cita-cita saya sejak kecil yang sampai sekarang belum juga berhasil saya wujudkan. Dan sungguh, saya ingin sekali mewujudkannya. 

Oleh karena itu, buat seluruh rakyat Indonesia sudilah kiranya untuk memaafkan kekurangpekaan saya-yang-cowok-ini.   

Kembali lagi soal Zaskia Gotik, ia dianggap telah melecehkan lambang negara dan menghina bangsa yang besar ini setidaknya karena tiga hal.

Pertama, menyatakan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamirkan setelah azan subuh. Kita yang selalu menjawab bahwa proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada pukul 10 pagi mungkin karena terlalu keseringan menggunakan otak kiri. Jadi enggak kreatif. Sudah gitu tanpa menggunakan hati lagi, artinya kita hanya mengingat momen itu hanya dengan ingatan otak (pikiran), bukan dengan ingatan hati (rasa).

Zaskia Gotik bisa jadi lebih kritis, berani, cerdas, dan lebih peka dari kita sehingga berani menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan dikumandangkan setelah azan subuh. Dibanding kita, ia lebih dulu sadar bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia itu kepagian. 

Dulu ketika saya pertama kali belajar sejarah (kelas 4 SD), tepatnya setelah tahu bahwa masih ada peperangan pasca tahun 45, saya jadi berpikir  bahwa pada tahun itu secara de facto Bangsa Indonesia belumlah merdeka dari tangan penjajah dalam arti denotatif. Hal tersebut kemudian saya lontarkan kepada bapak saya yang bukan guru sejarah itu, dan Beliau pun membenarkan. Tapi dengan catatan, bahwa proklamasi pada 17 Agustus 1945 itu memang layak ada, sebagai titik kulminasi peneguhan sikap ingin merdeka dari tangan penjajah -sekali lagi dalam arti denotatif- agar kemudian bisa dilanjutkan oleh generasi mendatang.


Tetapi sayangnya, kita, generasi penerus harapan bangsa ini telanjur nyenyak dan mengamini bahwa proklamasi kemerdekaan hanya perlu diucapkan pada hari itu. Bukan sekarang atau pula esok. Padahal sampai sekarang aksi penjajahan itu masih berlangsung, baik oleh tangan orang asing maupun oleh tangan anak bangsa sendiri. Dan itulah sebenarnya yang saat ini sedang diprotes Zaskia Gotik.  


Kedua, menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada tanggal 32 Agustus. Kepada kita semua, sebenarnya Zaskia Gotik sedang ingin menyampaikan kritiknya bahwa sejatinya kemerdekaan bangsa ini belumlah terwujud. Bagaimana mungkin kita bisa dengan lantang berteriak bahwa kemerdekaan itu sudah terwujud, jika hendak memutar film dokumenter saja pake dibubarkan aparat-yang ditekan ormas? Yang paling hangat tentu adalah film karya Rahung Nasution. Kita bisa menanyakan pertanyaan serupa kepada Rahung, kapankan proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan? Mungkin dia akan menjawab : setelah film dokumenter saya bisa diputar tanpa halangan suatu apa pun, di mana pun.


Ketiga, soal lambang sila kelima yang digambarkan Zaskia Gotik sebagai bebek nungging. Sampai di sini, saya benar-benar merasa kagum kepadanya yang walau ‘hanya’ lulusan SMP namun tak kalah cerdasnya dengan sarjana jebolan kampus ternama di negeri ini.


Zaskia Gotik pasti tahu bahwa sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu dilambangkan dengan padi dan kapas. Tapi untuk menyebut demikian, jelas ia getir dan berat hati, sehingga kemudian melambangkannya dengan bebek nungging. Bebak aja nungging (mleding) alias tidak percaya, apalagi manusia, terutama yang menjadi objek atas ketidakadilan yang dilakukan para penguasa—yang bukan saja pemerintah, melainkan juga golongan kelas menengah ke atas yang bisa setiap saat berlaku semena-mena memeras keringat kaum miskin atas nama apalah-apalah itu. 


Kita bisa bertanya kepada petani-petani padi di sekitar kita, adakah mereka telah merasakan keadilan dari para pemimpin dan tengkulaknya?


Begitulah realita keadilan sosial di republik ini. Dan selama ini, agaknya kita kompakan menutup mata terhadapnya, seolah ketidakadilan memang tidak layak untuk disaksikan. Atau karena memang sudah disensor KPI?


Dul.....kita memang sering kali terlalu sensitif dengan dugaan aksi pelecehan dan hinaan. Sensitifitas itu kemudian secara perlahan menyulap kita menjadi sosok-sosok brutal tapi hipokrit. Dengan begitu cepatnya kita marah ketika ada orang yang kita anggap menghina lambang negara, tapi kita sendiri kerap kali menjadi bagian, atau bahkan pelaku penindasan dan ketidakadilan; kepada tetangga, saudara, petani, nelayan, buruh, atau kaum lemah lainnya. Itu kan aneh, Dul!


Bukan kadang-kadang lagi, saya bahkan sering merasa heran, di negeri nan indah ini kita masih saja kurang piknik, hingga otak dan hati pun menjadi sepaneng. Di negeri yang bahkan wakil rakyatnya saja lucu-lucu, selera humor kita masih saja ketinggian, hingga untuk menertawakan dan menghina bangsa sendiri saja kita miskin nyali.


Di negeri yang KPK saja sudah memfatwa ‘Berani Jujur Hebat’ ini kita masih saja tak mau jujur, walau kita sangat memuja lembaga itu. Jujur terhadap diri sendiri dan  terhadap realitas-realitas di depan mata kita yang untuk melihatnya tak perlu menggunakan kaca mata. Karena itu, dengan atau tanpa izin KPK, tampaknya saya perlu menurunkan grade slogan itu menjadi “Berani Jujur Itu Baik” saja. Biar ngapa? Ya nggak biar ngapa-ngapa sih, selain biar judul atas tulisan ini klop dengan nama Zaskia Gotik. Itu aja.


Ya sudah, agaknya pledoi saya atas Zaskia Gotik sudah cukup panjang. Jadi saya cukupkan sampai di sini saja.


Oh iya....terimakasih ya Neng, karenamu kini saya tahu bahwa ternyata lambang sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu adalah padi dan kapas.

Please write your comments