13 Hal yang Akan Terjadi Jika Tarif Cukai Rokok Dinaikkan - Jurnal Darul Azis

13 Hal yang Akan Terjadi Jika Tarif Cukai Rokok Dinaikkan

13 Hal yang Akan Terjadi Jika Tarif Cukai Rokok Dinaikkan


Isu tentang kenaikan tarif cukai rokok—yang pastinya juga akan mengakibatkan harga rokok naik- semakin ramai diperbincangkan. Isu ini memang sangat seksi seiring dengan semakin gencarnya kampanye antirokok di Indonesia.

Maka tak mengherankan, jika hasil kajian Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia kemudian dengan sangat cepat tersebar ke masyarakat luas karena kemudian berita tersebut dipelintir sedemikian hingga oleh para blogger-blogger pengepul informasi hoax untuk mendulang dolar dari Adsense.

Terlebih lagi kemudian di antara mereka itu ada yang mencatut nama “Papa” Jokowi untuk mengundang kehebohan yang lebih besar. Saya dibuat sebal karenanya karena ternyata teman-teman saya banyak juga yang ikut menyebarkan berita hoax itu. Njrit!

Bagi saya yang memang dasarnya bukan perokok sejak dalam kandungan, isu kenaikan tarif cukai rokok tidak akan menjadi soal dalam hidup saya.

Karena dengan harga yang sekarang pun, saya nyaris tidak pernah membeli untuk diri saya sendiri.

Lagi pula bukan harga yang menjadi persoalannya, melainkan memang sepertinya saya ditakdirkan sebagai bukan seorang perokok, meski lahir di keluarga golongan ahlul-hisap wal jama’ah.  

Namun meski demikian, setelah saya pikir-pikir ulang, isu kenaikan tarif cukai rokok ini, jika nanti benar-benar terealisasi, akan membawa dampak yang begitu luas dan ujung-ujungnya saya akan kena dampaknya. Baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berikut ini beberapa kemungkinan dampak jika tarif cukai rokok dinaikkan oleh pemerintah.

1.    Harga Rokok Naik

Ini jelas. Semua orang pasti tahu, kecuali orang yang tidak tahu.

2. Kesenjangan Sosial Tampak Semakin Jelas

Jika harga rokok tinggi, maka hanya orang yang berpenghasilan tinggi pulalah yang mampu membeli.

Jurang pemisah antarmasyarakat jadi semakin curam.

Padahal selama ini kita tahu, di depan rokok semua manusia sama derajatnya. Tidak ada kelas sama sekali.

Kesetaraan sosial akan sirna jika tarif cukai rokok semakin tinggi. Status sosial masyarakat akan terdikotomi seiring dengan semakin eksklusifnya rokok di mata masyarakat.

Mereka yang merokok, akan jadi terlihat kaya dan prestise. Begitu pun sebaliknya.

Nah, bagi saya yang berpenghasilan rendah dan tidak merokok, maka akan semakin jelaslah status sosial saya di masyarakat dan di mata mereka yang masuk golongan menengah ke atas.

Saya akan tampak seperti orang miskin karena tidak merokok. Ya walaupun kenyataannya memang begitu, tapi akan semakin memperjelas status sosial saya di masyarakat. Duh.

3.   Bermuculan Perokok Alay-narsis Baru

Ini menyambung argumen nomor 2. Eksklusifitas rokok akan mendorong orang untuk menaikkan status sosialnya di masyarakat (ya minimal masyarakat media sosial lah ya, karena sekarang ‘kan zamannya memang begitu: masyarakat terbagi menjadi dua, nyata dan maya).

Dorongan itulah yang akan melahirkan generasi perokok alay-narsis baru di Indonesia.

Orang akan ramai-ramai memotret dirinya sedang merokok, lalu mengunggahnya di media sosial.

Orang lalu beramai-ramai memotret bungkus rokok, puntung rokok, asbak, abu rokok, dan struk pembelian rokok untuk kemudian diunggah di media sosial.

Semua itu tentu dalam rangka menaikkan strata sosialnya di masyarakat media sosial.

4.    Kebebasan Berserikat Jadi Terkikis

Selama ini kita biasa berkumpul, berdialog, dan becanda hingga kemudian membentuklah sebuah perserikatan/perkumpulan (orhanisasi).

Dan biasanya, rokok selalu menjadi pelengkap dalam kegiatan tersebut. Dengan adanya rokok, obrolan bisa jadi lebih cair, hangat, lama, dan bermutu.

Maka saya tidak bisa membayangkan jika nanti harga rokok semakin tingi. Kemungkinan, kegiatan berserikat ini jadi kurang bebas.

Karena alasan tidak ada rokok misalnya. Atau kalau pun ada, tidak akan berlama-lama karena kalau berlama-lama pasti akan menghabiskan banyak rokok pula.

Semakin menghabiskan banyak rokok, maka semakin banyak pula uang yang dihabiskan.

Semakin banyak uang yang dihabiskan, maka semakin banyak pula tuntutan agar uang itu bisa kembali.

Lah kalau begini, gimana nasib partai politik nanti? Mereka jelas akan semakin menurun kinerjanya. Sekarang aja kaya gitu kok, apalagi nanti? 😜

5. Manusia Akan Semakin Individualis (atau Malah Sebaliknya?)

Ini tentang mereka yang penghasilannya pas-pasan dan tetap ingin merokok. Karena harga rokok mahal, maka untuk berbagi dengan teman pun jadi semakin berat di hati.

Atau malah sebaliknya ya? Mereka jadi semakin kompak untuk merokok bersama-sama. Patungan.

6.    Kopi Jadi Kehilangan Pamornya

Rokok tanpa kopi itu ibarat seorang laki-laki tanpa wanita, tidak lengkap. Demikian para perokok sering kali berkata.

Nah, jika harga rokok mahal, maka minum kopi pun jadi kurang nikmat lagi.

Lama-kelamaan kopi akan semakin ditinggalkan para penggemarnya dan kopi akan menjadi kurang laku di pasaran.

Kalau sudah begitu, maka petani kopilah yang paling berat menanggung kerugian.  Ya Tuhan, gimana nanti bisnis kopiku??😢😢😢

7. Karya Sastra (tulis) Jadi Semakin Menurun, Baik Dari Segi Kualitas Maupun Kuantitas

Saya tidak sedang mengidentikkan karya sastra (tulis) dengan rokok. Sebab pada kenyataannya memang banyak karya sastra (tulis) yang lahir bukan dari tangan seorang perokok.

Saya hanya ingin mengatakan bahwa rokok itu identik dengan karya sastra (tulis), dan biasanya lebih berkualitas. Ini biasanya loh ya. Biasanya memang begitu. Sekali lagi ini cuma biasanya. 

Wah...jangan-jangan upaya menaikkan tarif cukai rokok ini merupakan upaya terselubung pembodohan anak bangsa! Gawat!

8.  Upah Jasa Sosial Jadi Semakin Tinggi

Ketika saya diminta untuk mengantarkan tetangga ke bank untuk mengambil uang misalnya, biasanya si tetangga tersebut memberikan sejumlah uang kepada saya.

“Ini mas buat beli rokok” katanya seraya memasukkan uang duapuluh ribun ke kantong saya. Biasanya selalu begitu walaupun ia tahu saya tidak merokok.

Nah...kalau misalnya harga rokok naik katakanlah sampai di angka lima puluh ribu, berarti uang jasa pun juga akan semakin tinggi.

Sebab kalau enggak, nanti ada yang protes gimana? Katakanlah hari itu ia mengajak orang lain yang kebetulan merokok.

“Ini mas buat beli rokok.” katanya seraya memasukkan uang dua puluh ribun ke kantong.

“Loh pak, ini masa’ cuma dua puluh ribu? Sekarang harga rokok ‘kan lima puluh ribu?”

“(-_-)"


9. Biaya Birokrasi Makin Tinggi

Hal yang sama juga akan terjadi ketika saya mengurus tetek bengek di Pak RT, Pak Dukuh, Pak Lurah, Pak Camat, dan lain sebaginya. Harga rokok naik, maka biaya birokrasi pun akan naik juga.

10.Sumbangan Pembangunan Jadi Kurang Partisipatif dan Merata

Dengan harga rokok seperti sekarang ini, maka semua orang bisa membelinya. Termasuk mereka yang berpenghasilan pas-pasan atau bahkan rendah.

Dan kita tahu, dengan membeli rokok itu artinya mereka turut menyumbang kepada negara untuk biaya pembangunan.

Nah...kalau harga rokok semakin tinggi, sebagaimana saya sebutkan di atas, maka yang mampu membeli ya hanya mereka yang berpenghasilan tinggi pula. Atau hanya orang-orang kaya.

Ini ‘kan artinya sumbangan pembangunan jadi kurang partisipatif. Orang miskin jadi tidak bisa menyumbang karena terlalu tinggi sumbangannya.

Ini sungguh menyalahi prinsip pembangunan, bukan?

11.    Permen Karet Akan Naik Pamor


Tanpa rokok, para pemuda kita jelas akan mati kutu dan mati gaya. Kalau mereka sudah mati gaya, maka kepercayaan diri pun akan hilang. Kalau sudah begitu, mereka akan semakin lama menjomblo. Wah!

Eiiiit....tunggu dulu! Saya jadi kepikiran gini, ketika harga rokok naik, maka  saya yakin orang akan berpandai-pandai pikir mencari pengganti rokok.

Ya, Anda benar! Permen karet! Para pemuda pasti akan beralih mengunyah permen karet lalu meniupnya dan membentuk sebuah balon di mulut, kayak Lupus.

Wah, jangan-jangan isu ini memang ada karena konspirasi terselubung antara Mas Hilman dengan para fans Lupus yang ingin menghidupkan kembali karakter Lupus dan akan menjadikannya sebagai trend setter  bagi remaja di Indonesia?

12.   Uang Kiriman dan Uang Jajan Jadi Berkurang

"Nak, bulan ini uang kiriman bapak kurangin ya."

"Loh kok gitu Pak?"

"Iya, 'kan harga rokok naik."

"Ya Allah Bapaaak........hikz :( "

"(-_-)"

****

"Nak, yang irit ya. Uang jajanmu bulan ini cuma segini,"

"Loh buk, kok malah dikurangin? Adek kan sekarang sekolahnya seharian penuh?"

"Iya, kan harga rokok naik Nak. Kasihan Bapak kalo nggak ngrokok."

"Bapaaak..........Jokowiiiiiii. Au sebel ma Yu....😥😥"


13.  Biaya Nikah Jadi Lebih Murah

"Ini apa hubungannya?"

"Nggak ada sih, cuma tuntutan aja. Aspirasi kalau cukai rokok benar-benar dinaikkan."

"(-_-)"

12 comments

  1. Aku suka tulisannya...."
    Tetap kreatif inspiratif dan visioner.
    :D

    ReplyDelete
  2. Hahaha, kirain tulisannya serius, eh lucu dan nyeleneh kayak gini, heuehu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe...biar nggak spaneng dan nggak panik Mas.

      Delete
  3. Si Penulis nampak perokok berat nih..

    ReplyDelete
  4. semoga aja berhente total yang meroko , jadi gada alasan untuk bersantai , hehe

    ReplyDelete
  5. saya justru mulai berpikir kalau bung Darul Azis ini bohong. Karena walau "ngakunya" bukan perokok, tapi dapat menggunakan Perspektif seorang perokok dengan sempurna. Mungkin saja ini cuma alibi bung Azis agar tak dianggap Kontra dengan isu tersebut.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehee..bohong itu nggak baik Mas. Kalau soal pro kontranya, aku memang kontra.

      Delete
  6. Analisa efek kenaikan biaya cukai rokok menurut ilmu Cocokologi, hahaha luar biasa sekali.

    ReplyDelete