Karena Rindu Setitik, Tumpah Air Mata Sebelangga - Jurnal Darul Azis

Karena Rindu Setitik, Tumpah Air Mata Sebelangga

Karena Rindu Setitik, Tumpah Air Mata Sebelangga

Ilustrasi/ Kredit foto asli http://www.huffingtonpost.co.uk 

Sambil memandangi foto kekasihnya, air mata perempuan itu tak henti-hentinya mengalir membasahi pipi. Membentuk garis alir yang pilu dan menyayat hati.


Pada jendela kamarnya yang mungil itu, ia menyandarkan badan dan kepala. Mengamati rerintik hujan yang seakan juga tengah berkisah perihal kisah cintanya dengan bumi yang juga berbumbu pedihnya rindu. 


Di sanalah biasanya, sebelum perpisahan itu, ia bersama sang kekasih berbagi senyum untuk merayakan pagi, dengan secangkir kopi dan sepotong roti.

"Apa yang membuatmu ragu padaku? Sementara kau pun tahu bahwa aku pasti akan kembali."

Mendengar pertanyaan itu, ia, dua tahun yang lalu hanya dapat menjawabnya dengan pelukan yang lebih erat. Telah habis kata-katanya, juga air matanya. Sehingga yang ada dalam pelukan laki-laki itu hanyalah seorang perempuan bisu bermata sendu.

"Ini tugas mulia. Aku harus menunaikannya. Mereka membutuhkanku." Ucap laki-laki itu seraya mengelus rambut kekasihnya dengan penuh kelembutan. Lalu darinya pula sebuah kecupan mendarat di kening perempuan yang telah menemaninya selama lima tahun itu.

"Tak ada yang membuatku ragu. Aku sepenuhnya percaya padamu. Tapi tidak dengan rindu yang akan kudera. Ia pasti sungguh menyiksa." Batin si perempuan, disusul dengan pelukan yang makin erat. Sementara roda waktu, berjalan kian cepat. Mengantarkannya pada detik-detik bernama perpisahan-yang memilukan.

"Waktu memang tak adil. Ia berjalan lebih cepat untuk memisahkan dan berjalan melambat untuk mempertemukan. Kau tahu, ini adalah pagi ke-701. Dan kau belum jua kembali padaku. Hatiku masih tetap percaya, namun seperti yang kutakutkan dulu, rindu ini sungguh menyiksa." Tulis perempuan itu pada sebuah buku catatan pemberian kekasihnya yang kini tampak lusuh oleh bekas air mata.
Please write your comments