Minggu sore ketika kami berbincang di sebuah kafe di Jalan Tamansiswa adalah sore paling bimbang yang pernah ada. Seharian aku belum melihat matahari menampakkan diri, pun demikian dengan hujan.
Itu berlawanan dengan suasana hatiku. Sore itu kondisiku baik sekali dan itu menjadi titik tertinggi dalam setahun belakangan, selama aku hidup dalam keterpurukan.
"Kau sebenarnya mau bicara apa?" perempuan di hadapanku bertanya tegas. Ini adalah pertemuan khusus pertama yang kami lakukan, dan mungkin juga yang terakhir.
Aku tak bisa langsung menjawab pertanyaannya. Dengan sedikir gugup, kupersilakan ia meminum kapucino pesanannya terlebih dahulu. Dia menurut, dan di saat itulah mencuri kesempatan untuk membuat diri lebih tenang; memperbaiki caraku duduk, mengembuskan napas perlahan.
"Aku tak tahu harus memulai ini dari mana."
Seharusnya ia sebal dengan pernyataan ini. Ia perempuan yang sangat tidak suka dengan yang namanya basa-basi. Aku berpikir cepat. "Oh maaf. Kupikir aku harus memulainya dengan sebuah pertanyaan."
Ia mengerutkan dahi, semakin tak mengerti. Aku mencoba untuk tetap tenang, walau itu cukup sulit bagiku.
"Silakan," ia menjawab singkat.
bersambung~
(Kisah "Pulang Sebelum Pergi akan berlanjut setiap hari Kamis. Nantikan ya ~)
bersambung~
(Kisah "Pulang Sebelum Pergi akan berlanjut setiap hari Kamis. Nantikan ya ~)