Setiap kali saya mengolah makanan, respon istri selalu positif. Saya sih masih yakin komentar positif istri tidak berdasarkan motif agar saya lebih rajin memasak. Pasalnya, soal siapa yang memasak, kami tak terlalu saklek. Siapa yang mau memasak, ya silakan.
Malam ini, saya menggoreng tempe dengan tepung terigu untuk melengkapi sayur pare sebagai menu makan malam. Saya amat menyukai pare dan tempe.
Jika istri yang menggoreng, dia pakai tepung bumbu sajiku. Lain dengan saya, yang lebih senang bikin bumbu sendiri. Bumbu saya ulek dulu dengan ulekan kayu jati di cobek tanah liat. Saya kemudian juga mencampur tepung dengan bumbu di cobek tanah liat tadi.
Selepas menggoreng tempe, masih ada sisa tepung. Tentu sayang kalau dibuang, maka saya gunakan sisa itu untuk menggoreng singkong rebus tadi pagi. Tapi sebelum digoreng, singkongnya saya geprek dulu di talenan kayu jati menggunakan ulekan kayu jati tadi. Ini sebenarnya ide spontan. Tapi rupanya, ketika istri memakannya, ia begitu exited, sampai saya harus mengalah beberapa cuil karena hanya menggoreng sedikit.
Tiba saatnya makan malam. Saya ketika menggoreng tempe tadi sempat kepikiran untuk membuat sambal mentah. Tentu agak aneh jika tidak direalisasikan. Maka kemudian istri mengambilkan 5 cabai rawit, saya mengiris secuil bawang, mengambil sedikit garam dan micin, dan menaruhnya di piring tanah liat yang kini saya sulap menjadi cobek. Sambal pun jadi, lalu tempe goreng saya geprek. Ini sebenarnya juga ide spontan. Lagi dan lagi, istri begitu exited dan mengatakan kalau sambal bikinan saya sudah seperti di warung-warung ayam geprek.
Anda tidak perlu bertanya perihal talenan, ulekan, dan piring tanah liat yang saya gunakan. Saya sedang berbaik hati, sehingga saya akan menyertakan link di mana Anda bisa mendapatkan semua stuff yang sebutkan tadi. Anda bisa melihat koleksi teko tanah liat, piring tanah liat, dan alat makan kayu jati.