Mencari Pemimpin Berjiwa Kesatria - Jurnal Darul Azis

Mencari Pemimpin Berjiwa Kesatria

Mencari Pemimpin Berjiwa Kesatria




Oleh : Darul Azis
Lukisan Gadjah Mada Karya  I Nyoman Astika.
Pada bulan Desember nanti, masyarakat di tiga kabupaten di DIY, yakni Bantul, Gunungkidul, dan Sleman akan memilih pemimpinnya masing-masing secara langsung. Momentum istimewa ini akan menjadi titik tolak masa depan masyarakat daerah tersebut selama lima tahun mendatang. Sehingga harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh rakyat dalam rangka mencari pemimpin yang ideal.
Dalam proses memilih pemimpin, setidaknya ada tiga syarat penting yang akan menjadi penentu suksesnya pemilihan –ditandai dengan lahirnya pemimpin yang benar-benar mumpuni. Pertama, sosok yang akan dipilih (calon). Kedua, adalah para pemilih (massa). Dan ketiga adalah mekanisme pemilihan.  Jika ketiga syarat ini dapat terpenuhi dengan baik, maka dapat dipastikan Pilkada akan dapat memunculkan sosok pemimpin yang ideal bagi masyarakat.
Pertama, terkait dengan kualitas calon pemimpin yang akan dipilih, ini harus benar-benar dinilai dengan seksama bibit, bebet, dan bobotnya. Karena kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan faktor keturunan (bibit), kedudukan (bebet), dan kewibawaan (bobot) calonnya. Atau dalam istilah kontemporer sering disebut track record (rekam jejak).
Mengingat bahwa DIY adalah patron budaya Jawa, maka sudah selayaknya dalam memilih memimpin kita bertolak dari bagaimana kebudayaan Jawa memandang soal kepemimpinan. Dalam ajaran Jawa, pemimpin sejati itu ialah pemimpin yang kewahyon (menerima wahyu), bukan yang sekedar tergoda nafsu untuk berkuasa. Negara akan tenteram, manakala seorang pemimpin mampu menjalankan pangruwating diyu, yakni ilmu untuk menghancurkan nafsu angkara (Suwardi Endaswara, 2003 : 183). Dan hanya mereka yang berjiwa kestarialah yang mampu mengendalikan hawa nafsunya.
Sehingga dengan demikian, secara umum pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Sleman, Bantul, dan Gunungkidul harus terlebih dahulu meluruskan niatnya semata-mata hanya ingin bekerja untuk rakyat dan untuk membangun daerah masing-masing, bukan untuk memuaskan hasrat berkuasa semata. Karena bagaimanapun juga, niatlah yang akan menentukan arah (baik-buruk) kepemimpinan mereka.
Barulah setelah itu mereka dapat berbicara tentang program-programnya ke depan, ketika kelak terpilih sebagai Bupati-Wakil Bupati. Karena kalau ditilik secara lebih dalam, sejatinya pertanyaan mendasar dalam kepemimpinan bukan pada apa program-programnya, melainkan bagaimana mentalitas para calon pemimpin tersebut dan atas dasar apa mereka mencalonkan diri sebagai calon pemimpin.
Kedua, berkaitan dengan para pemilih atau rakyat. Dalam memilih pemimpin, diperlukan pikiran dan hati yang jernih dari para pemilihnya. Praktik jual suara harus diperangi jika kita menginginkan sosok pemimpin yang benar-benar ikhlas bekerja untuk rakyat. Memilih pemimpin sejatinya sama dengan menyerahkan nasib kita  selaku anggota sebuah komunitas, maka kita tidak bisa menjatuhkan pilihan secara asal-asalan terkait siapa yang akan menjadi pemimpin.
Dalam proses ini, kita perlu mengadakan semacam penelitian kecil-kecilan mengenai sosok yang maju sebagai calon bupati-wakil bupati. Kejelian sebelum menentukan pilihan inilah yang mampu kita upayakan, dalam menghadirkan sosok pasangan pemimpin yang berkualitas dan berjiwa kesatria, di samping berlaku tegas terhadap calon yang suka membeli suara.
Ketiga, berkaitan dengan mekanisme dan pelaksanaan pemilihan. Pelaksanaan pemilihan juga menjadi faktor yang tak kalah pentingnya dalam menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Untuk itu, tak lupa kita juga mendorong penyelenggaraan pilkada yang bersih, demokratis, dan bebas dari praktik politik uang, agar Pilkada dapat menghasilkan pemimpin yang benar-benar layak serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Mengingat saat ini, di tengah zaman yang kian sulit ini, kita benar-benar membutuhkan pemimpin berjiwa kesatria dan semoga melalui Pilkada ini kita dapat memperolehnya.
(Esai ini pertama kali terbit di kolom Suara Mahasiswa Harian Jogja, Selasa,  4 Agustus 2015)
Please write your comments