Cerita Lain Tentang Aksi Pembegalan di Lampung - Jurnal Darul Azis

Cerita Lain Tentang Aksi Pembegalan di Lampung

Cerita Lain Tentang Aksi Pembegalan di Lampung

image
Ilustrasi begal : Tribunnews

Sebagai orang yang lahir dan besar di Lampung, saya sudah sangat akrab dengan kata begal. Kata begal maupun begal itu sendiri, telah menjadi bagian dari kehidupan saya sehari-hari. 

Ketika saya hendak bepergian, saya selalu ingat begal. Ketika saya melewati jalanan sepi, saya juga ingat begal. Ketika anggota keluarga saya sedang bepergian dan harus melewati jalan yang rawan begal, kami yang di rumah pun selalu merasa was-was dan tak henti-hentinya berdoa agar mereka selamat dari ancaman begal. 

Pokoknya, tiada hari tanpa begal. Begal nyaris selalu ada di dalam pikiran kami. (Duh kak begal, kamu udah kayak pacarnya adek aja)



Maka jika Anda, yang bukan orang Lampung atau belum begitu mengenal Lampung, kemudian mengidentikkan Lampung dengan begal atau menyebut Lampung sebagai kampung begal pun, saya tidak akan marah. 

Tapi bukan berarti saya mengamini setiap anggapan bahwa semua orang Lampung itu jahat, tukang begal, dan sadis. Tidak. Sama sekali tidak. Saya hanya mencoba memaklumi persepsi Anda. Karena saya rasa, setiap daerah pasti punya "branding" sendiri-sendiri. Entah itu branding baik maupun buruk. Seperti Jogja dengan Sarkem, Surabaya dengan Dolly, Madura dengan Caruk, Medan dengan logat kerasnya, Batam dengan barang-barang BM, dan lain sebagainya.


Jangankan kok Anda yang bukan orang Lampung, orang yang tinggal di Lampung pun, kalau mau jujur, pasti sering mengidentikkan tempat tinggalnya dengan begal. Mereka juga masih takut begal. Jangan dikira enggak.



Bahkan nih ya, begal-begal di Lampung pun saya yakin, masih takut begal juga. Lha kok bisa? Iya, gimana enggak takut kalau yang dibegal enggak bawa apa-apa sementara yang membegal bawa senjata api? Didor, selesai sudah hidup!


Kita sering mendengar cerita tentang begal selalu identik dengan kekerasan, tragedi, dan kesedihan. Ada banyak korban pembegalan yang harus kehilangan motor satu-satunya, masih kreditan pula.


Ada banyak orang yang demi membela harta bendanya, harus berakhir hidupnya di arena pembegalan, nyawa melayang barang pun hilang.


Sementara tidak sedikit juga kisah tentang orang-orang yang selamat dari aksi pembegalan baik nyawa maupun harta, setelah mereka punya keberanian untuk melawan.


Untuk yang terakhir, hanya bisa terjadi jika si calon korban bernyali tinggi dan pandai bela diri, sementara si pembegal masih amatir dan hanya bersenjatakan badik. Sunggguh, kalau sudah seperti itu tidak tertangkap massa pun sudah untung benar bagi si begal. Dan itu akan menjadi pelajaran berharga bagi mereka.


Pelajaran agar tobat?


Bukan!!! Pelajaran agar kalau mau jadi begal minimal ya bisa beladiri lah, atau punya senpi lah. Jangan amatir. Malu-maluin dunia perbegalan saja. *ups


Namun tidak semua kisah pembegalan berakhir dengan kesedihan dan kekalahan. Ada juga kisah pembegalan yang berakhir justru berakhir di warung kopi seperti yang dialami Panjul berikut ini.


Alkisah malam itu Panjul berencana pergi ke kota kecamatan dengan mengendarai sepeda motor barunya. Karena untuk sampai di kota kecamatan Panjul harus melewati jalanan yang sepi dan rawan, ia pun mengajak teman akrabnya, Jon. 


Maka berangkatlah Panjul dan Jon ke kota kecamatan. Rencananya, sesampainya di sana nanti, mereka akan mengadakan syukuran kecil-kecilan atas keberhasilan Panjul membeli motor baru. Panjul sudah menyiapkan cukup uang untuk menjamu teman-temannya dengan tuak. 

Namun baru menempuh setengah perjalan, setibanya mereka di jalanan yang rusak, sepi, dan gelap, terlihat dua orang sedang berdiri di tengah jalan sambil membawa senter. Firasat Panjul mulai tidak enak, begitu juga dengan Jon. Mereka sama-sama paham, besar kemungkinan kedua orang itu adalah begal. Motor yang dikendarai Panjul semakin dekat. Dan.......

"Berhenti.. berhenti!" Teriak kedua laki-laki bertopeng menghentikan motor mereka. Panjul nurut saja karena ketakutan. Ia pun pasrah jika malam itu motor kreditannya harus pindah tangan. Sedangkan si Jon, meskipun juga merasa takut, ia masih bisa menguasai diri.

"Sini motor kamu, kalau nggak saya tembak kamu nanti!" Ancam begal pertama sembari menodongkan pistol. Mendengar ancaman itu, Panjul semakin ketakutan. Badannya gemetaran. Ia benar-benar ketakutan. Tak hanya itu, dari dalam celananya, mengalir cairan hangat dengan begitu derasnya.

"Ambillah motor saya, asal kami jangan diapa-apain," rengeknya kemudian.

Begal pertama sudah mengambil alih motor, bersiap untuk kabur. Namun di saat yang sama, begal kedua mengarahkan senternya ke muka Jon. Seperti hendak memastikan sesuatu.

"Nah.. kamu Jon!" Ia memekik.

Merasa dikenal, Jon pun merebut senter dari begal kedua lalu mengarahkannya ke muka sang begal.

"Nah.. kamu Ri!" Jon menimpali, "kampang betul kamu, begal-begal saya." Umpat Jon kemudian seraya meninju perut begal yang belakangan diketahu bernama Ari, teman akrab Jon juga.

"Agui....ya nggak tahu kidah woi.." Ari memekik kesakitan, lalu membalas pukulan itu.

Melihat adegan itu, begal pertama pun tak tinggal diam.

"Pantek!" Ia ikut mendublang kepala Jon, "Kowe to Jon? Asu tenan!" Begal pertama yang juga mengenal Jon ikut mengumpat.

"Parah kamu Gus, temen sendiri dibegal."  Jon menimpali.

Menyaksikan hal itu, Panjul mulai lega. Motornya tidak jadi raib karena begalnya mengenal Jon. Ia merasa beruntung malam itu pergi dengan mengajak sohibnya itu. Kalau tidak, pasti sekarang ia sudah kehilangan motornya. 

"Ya sudah kidah.. ayo kita ngopi  kalau gitu," Ajak Jon. 


Mereka pun bergegas pergi, menuju menuju warung kopi yang berjarak sekitar 2 kilo dari tempat rawan tersebut. Di sepanjang jalan menuju warung kopi, mereka tergelak lepas. 

Panjul berusaha mengikuti gelak mereka, namun tetap saja ia merasa kikuk. Karena selain belum kenal akrab dengan kedua begal itu, Panjul juga risih dengan kondisi celananya yang basah kuyup oleh air kencing. 

Akhirnya mereka pun ngobrol di sana sampai pagi. Teman-teman Panjul yang telah menunggu di kota kecamatan juga turut diundangnya ke sana, karena di samping warung kopi tersebut juga ada lapo tuak. 

Sebagaimana tujuan awal, malam itu Panjullah yang mentraktir mereka semua, termasuk kedua begal itu. Mulai dari kopi, rokok, tuak, hingga makanan. 

Meski habis uang cukup banyak, Panjul tetap merasa beruntung malam itu. Kini ia juga punya teman begal, ya walau itu bukan merupakan jaminan ia akan terbebas dari ancaman begal di jalanan sih. Tapi tetap saja Panjul merasa lega.


Catatan: 
*Tulisan ini  berdasarkan kisah nyata.
*Nama-nama dalam cerita di atas bukanlah nama sebenarnya.
*Lokasi kejadian jika hendak dipersempit lagi ialah di Kabupaten Way Kanan.
Please write your comments