Demikianlah Cinta Bekerja (Sebuah Ulasan Atas Film 'Ada Apa Dengan Cinta?') - Jurnal Darul Azis

Demikianlah Cinta Bekerja (Sebuah Ulasan Atas Film 'Ada Apa Dengan Cinta?')

Demikianlah Cinta Bekerja (Sebuah Ulasan Atas Film 'Ada Apa Dengan Cinta?')

Setelah sekian lama menahan diri untuk tidak segera menuliskan ulasan film AADC?2, hari ini sepertinya adalah waktu yang tepat bagi saya untuk menuliskannya. Saya tahu ini cukup telat dibandingkan teman-teman lain yang saya akui begitu bersemangat menuliskan spoiler ulasannya atas film AADC?2 itu.

Saya pribadi, sengaja menjaga jarak dalam menuliskan ulasan atas film tersebut, karena selain biar filmnya laris dulu (sampai dengan saya menuliskan ulasan ini film AADC2 telah ditonton oleh 2,5 juta penonton), jujur saya sempat ‘emosi’ begitu merasakan ending film tersebut kurang memuaskan saya. Entahlah, sampai sekarang saya juga  masih bingung kenapa bisa ‘seemosional’ itu. Tapi sepertinya ini akan ada hubungannya dengan apa yang akan saya bicarakan dalam tulisan ini.
Ada Apa Dengan Cinta/Twitter

Oh iya, sebelum kita ke inti pembicaraan, saya ingin bertanya dulu nih pada Anda. Ketika membaca atau mendengar kalimat yang menjadi judul film fenomenal itu, “Ada Apa Dengan Cinta (AADC)?”, apa sih yang Anda pikirkan? Ehm.. maksud saya begini, kata ‘Cinta’ itu merujuk ke siapa atau apa? Cinta yang Dian Sastro kah? Atau cinta (huruf kecil) yang adalah sebuah perasaan?

Saya rasa ini perlu disepakati-bersama dulu, mengingat pemahaman atas judul akan menjadi titik tolak pemahaman atas sebuah karya *Eaaaaaaa. Jika pemahanan atas judul salah, ya berarti akan salah pula pemahaman atas isinya (kalaupun ada yang benar pasti sangat sedikit sekali). *Duh mas, serius amat.
Dan agaknya dugaan saya terbukti (Ya ampun, masih lanjut aja nih seriusnya!). Sejak film AADC?2  tayang, banyak penonton yang memberikan ulasan yang menurut kurang pas, terutama soal objek dari judul film tersebut, yang lebih ditujukan kepada sosok Cinta, bukan cinta. (Halah gayamu mas!)

Jika Anda menyimak benar puisi terakhir Rangga yang ditulis dalam sebuah buku yang kemudian diberikan kepada Cinta sebelum pergi ke New York, maka Anda akan mendapatkan jawaban bahwa kalimat ‘Ada Apa Dengan Cinta?” merujuk pada sebuah perasaan. Bukan pada Cinta yang Dian Sastro. 

Mengapa saya justru mengungkit ini? Tak lain agar dalam memahami film AADC?2  Anda tak jadi salah kaprah dan gagal fokus. Film AADC?2 memang disponsori Aqua, tapi bukan berarti kita juga harus gagal fokus lalu beramai-ramai minum Aqua bukan? 

Selain itu, kegagalanfokus penonton atas film tersebut akan berdampak lebih besar lagi. Misalnya muncul anggapan Cinta bodohlah. Cinta nyosor duluanlah. Cinta gampang diajak balikanlah. Tentu saya sebagai penggemar berat sungguh tak akan rela jika sosok Cinta yang Dian Sastro itu dinarasikan seperti itu. Sekali lagi, saya tak rela. Sebab memang demikianlah cinta bekerja......................................................
Ia adalah pertemuan dari dua keegoisan yang keras kepala. Bayangkan, sudah egois, keras kepala pula. Rangga dan Cinta adalah dua sejoli yang sama-sama egois dan keras kepala dan justru dipertemukan karena cinta. Dan demikianlah cinta bekerja, sebagaimana yang saya tangkap dari film ‘Ada Apa Dengan Cinta?' baik yang 1 maupun 2.

Anda kurang percaya? Mari kita temukan bukti-bukti lainnya. 
Anda ingat ketika Borne nggebukin Rangga karena terbakar rasa cemburu? Ah, saya yakin pasti Anda lupa (kecuali kalau semasa SMA Anda dulu pernah punya pengalaman serupa). Sayang sekali, padahal itu merupakan salah satu clue yang diberikan pembuat film atas judul film tersebut, karena biar bagaanapun film tersebut memang memerlukan jawaban mengingat judulnya yang sebuah pertanyaan. 

Dan demikianlah cinta bekerja. Ia bisa membuat orang sebegitu egoisnya sampai anak orang pun digebukin sampai bonyok atas nama cinta. (Ini secara langsung memang kurang berhubungan dengam Cinta dan Rangga, sengaja saya sertakan sebagai penguat rasa tulisan saja.

Kita bergeser ke adegan lain. 

Kalau adegan yang ini Anda pasti ingat, saat Cinta membatalkan janji dengan teman-temannya demi pergi nonton sepupunya Rangga manggung di Kafe Blues sama Rangga, padahal malam itu sebelum Cinta berangkat, Alya sempat menelponnya karena ingin curhat ke doi. Dan karena itu pulalah, sebuah tragedi menimpa Alya hingga dan berbuntut pada retaknya hubungan persahabatan Cinta dengan teman-temannya.

Masih kurang? Baiklah, kita ambil satu lagi.
Dalam puisinya di buku halaman terakhir Rangga bilang ia akan kembali dalam satu purnama untuk mempertanyakan kembali cintanya. Bukan untuknya, bukan untuk siapa. Tapi untukku. Karena aku ingin kamu. Itu saja. Kata Rangga dalam puisi itu. 

Anda bisa menilai bukan betapa keegoisan sangat mendominasi jalan cerita film AADC ini?

Tapi baiklah kalau memang Anda masih kurang begitu setuju, saya ajak Anda untuk kembali mengingat  satu lagi salah satu adegan dalam film AADC?1.
Ini pasti semua penonton mengingatnya. Yakni ketika Cinta dan Rangga saling melumat bibir di Bandara. Ingat, mereka itu di bandara Indonesia walaupun katakanlah itu bandara internasional dan banyak orang bule di sana. Tapi tidakkah Anda bayangkan, jika saat itu banyak jomblo melihat mereka ciuman? Atau orangtua yang tak pernah ciuman semasa SMA? Kan sudah pasti mereka bakalan sakit hati, atau minimal ngiri-lah. (Hmmm maaf kalau ini terkesan mengada-ngada. Oke, skip. Kita beranjak ke film AADC?2 saja).

Anda ingat, ketika Cinta menemui Rangga untuk menyelesaikan urusannya? Ya, waktu itu Cinta pamit kepada temannya hanya sebentar saja, eh nggak taunya sampe pagi mereka baru pulang. Kayak anak kos yang nggak kebagian pintu karena kemaleman saja? Ya, kan? Dan tentu saja  hal itu membuat teman-temannya sangat mengkhawatirkan Cinta, begitu juga dengan Trian. Karena toh bagaimanapun Cinta itu sudah ‘diikat’ orang. 

Tapi apakah kemudian Anda melihat sedikit penyesalan dari Rangga maupun Cinta setelah jalan-jalan ke Magelang sampai sepagi itu? Sama sekali nggak kan? Karena ya itu tadi, cinta telah membuat dua pasangan itu menjadi sedemikian egoisnya. Hanya memikirkan kesenangan mereka berdua. Rangga tidak salah (walaupun ia berkali-kali terbukti minta lagi dan lagi waktu bersama cinta), demikian juga Cinta. Sebab memang demikianlah cinta bekerja. Meluluhlantakkan nalar dan logika sebagaimana kata Agnes Monica. 

Oke walaupun tampaknya Anda sudah cukup puas dengan bukti-bukti yang ada, saya ingin kasih Anda 1 bukti lagi. Yaitu ketika Cinta memutuskan hubungan dengan Trian, tunangannya yang kaya raya dan pengusaha itu. Saya tak habis pikir, bagaimana perasaan Trian yang gagal menikahi Cinta. Dan inilah yang membuat saya begitu emosional dengan film ini karena saya terlalu memikirkan bagaimana seandainya kalau saya ada di posisi Trian. Anda juga semestinya ingat betapa Cinta mengabaikan panggilan telpon dari Trian karena saking asyiknya maen sama Rangga.

Apakah Cinta dan Rangga salah dalam hal ini? Menurut saya tidak, sebab memang demikianlah cinta bekerja. Ia berdiri di atas keegoisan-keegoisan yang nyata. Sebagaimana Adam dan Eva yang ingin terus abadi hidup di surga. Dan semua itu adalah karena keegoisan masing-masing dari mereka yang ingin terus hidup bersama, selamanya.

Jadi sebenarnya, kalau dikembalikan pada diri kita sendiri, kita tidak akan pernah benar-benar mencintai sesuatu atau seseorang, selain karena diri kita sendiri. Ketenteraman dan kebahagiaan kita sendiri. Kalau Anda kurang begitu setuju dengan pernyataan saya yang terakhir ini, Anda boleh mundur sejenak dan melihat ke dalam diri Anda sendiri. Dan buktikan sendiri apa yang Anda temukan dari sana.

Salam


Jogja, 11 Mei 2016



Please write your comments