Ceritaku tentang Cerita WhatsApp - Jurnal Darul Azis

Ceritaku tentang Cerita WhatsApp

Ceritaku tentang Cerita WhatsApp

Ilustrasi via YourStory



Aku sering mendapatkan pertanyaan dari teman-temanku, mengapa status-status WA-ku sangat aneh dan remeh. Pertanyaan-pertanyaan itu kadang dilontarkan secara langsung, kadang juga dilontarkan via chat WA.


Mendapatkan pertanyaan mereka, pertama-tama tentu aku hanya bisa tersenyum. Wajar mereka bertanya seperti itu, karena memang, aku pun merasa demikian.


Sudah beberapa bulan ini (sekira kuartal ketiga 2017) aku memang sangat sering menulis status di WA tentang hal-hal yang pasti kurang bisa dinikmati oleh orang-orang umum. Tak jarang kemudian karena status-status di WA itu, aku jadi dibilang alay. Nggak nggenah. Kekanakan, dan lain sebagainya. 


Tapi biarlah. Sebelum memutuskan untuk membikin status-status semacam itu, aku sudah paham bahwa konsekuensi itulah yang kelak akan kuterima. Dunia ini memang terlalu sering dibikin seragam entah oleh siapa, sampai sekarang, sehingga begitu ada hal-hal yang berbeda sedikit, akan langsung mengundang reaksi. 

Cerita tentang mengapa aku sering membikin status "nggak jelas" itu sebenarnya bermula dari perubahan WhatsApp yang kini sudah lagi tidak sekadar menjadi sebuah aplikasi obrolan, sebagaimana awal kemunculannya. Ia, kini telah menjelma semacam media sosial, setelah adanya fitur cerita yang berjangka. 

Maka kemudian, aplikasi ini pun tak lepas dari foto selfie, kutipan-kutipan puisi, kutipan-kutipan motivasi,  ceramah agama, dan lain sebagainya. Seperti halnya Instagram, Facebook, dan Twitter. Dan ketahuilah, itu sangat membosankan!

Sebelum WhatsApp dilengkapi fitur cerita, ia adalah aplikasi obrolan paling nyaman dan menyenangkan, tentu dengan berbagai serba-serbi yang ada di grup WhatsApp itu sendiri yang terkadang odd banget.

Namun, Bos WhatsApp tampaknya juga merasa harus mengakomodir masyarakat milenial untuk mengekspresikan diri, membagikan sesuatu, dan kutipan-kutipan bijak. Karena hal-hal semacam itu, sekarang ini, sudah menjadi "kebutuhan utama" generasi zaman now. Bos WhatsApp tidak salah. Ia hanya menuruti keinginan pemakainya. 


Dengan perubahan perubahan itu, WhatsApp kini telah bisa disebut sebagai media sosial. Sementara kita semua paham, media sosial sekarang ini sudah semakin membosankan. Bahkan dalam beberapa hal, ia telah menjadi bumerang bagi kita. Seperti maraknya berita bohong, konten-konten provokatif, propaganda, dan kebencian serta fitnah. Dan ketahuilah, itu menyebalkan!


Media sosial yang dulu hanya dipakai untuk menulis status "belum makan nih", "mandi dulu ach", "Hai apa kabar Cay? Lama gx jumpa niech", "Capek, kerja seharian", kini telah berkembang menjadi media yang mengerikan. 

Secara perlahan WhatsApp pun dalam beberapa waktu ke depan--kalau dilihat dari kecenderungan pemakainya selama ini baik di grup maupun di status WA-- kelak pasti akan menyamai Facebook, Twitter, dan Instagram dalam hal keriuhannya. 

Nah,  sebagai pengguna fanatik WhatsApp yang budiman, tentu aku tak ingin diriku menjadi seperti itu. Makanya kemudian aku tulis saja status-status yang "nggak jelas" itu. Heee



Karena kupikir begini: media sosial akan sangat berbahaya jika hanya diramaikan dengan konten-konten negatif. Juga akan sangat membosankan kalau didominasi nasihat-nasihat bijak. Begitu juga kalau cuma berisi hal-hal lucu, sungguh itu akan mematikan hatimu. Pun akan sangat tidak baik bagi kesehatan jiwa dan raga, kalau hanya dipenuhi dengan foto narsistik, curhatan, ataupun keluhan. Media sosial saat ini butuh sesuatu yang berbeda, yang tidak termasuk ke dalam semua itu, yakni sesuatu yang bersahaja, biasa, tidak penting, dan --ini kukira yang paling penting-- tidak hanya berhenti pada satu tafsir atau kesimpulan.

8 comments

  1. Saya kok senyum-senyum sendiri ya liat update story Whatsapp nya? Hehehe
    But saya setuju, emg ngebosenin sih kalo sosmed isinya kata-kata bijak,atau bahkan paling bt kalo ada yang curhat di sosmed.
    Mbok ya sini saya temenin gitu lho kalo mau curhat hahaha

    Tapi saya juga sejak ada story WA, jadi segala di post di WA. Apa yang saya share di instastory, ya di copas juga ke Story WA...hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mau aja nih jadi tempat curhat, apalagi kalau yang curht cewek. Haha

      Aku juga gitu kadang, tapi kalau pas lagi sadar kadang kurem cakram biar pakem. Kalau keseringan bikin story juga terkesan nyampah Mas. Apalagi kalau instastory juga dijadiin story WA, toh yang liat juga itu-itu aja.

      Delete
  2. kalau aku malah jarang ngecek atau bikin status di whatsapp. masih berasa itu aplikasi obrolan aja. hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, keren ini. Di saat orang lain sudah sibuk narsis di status WA, Mbak Apri masih menggunakan WA sebagaimana fungsi awalnya. Salut!

      Delete
  3. Di linimasa facebook saya sekarang berubah jadi toko online
    saya dari dulu suka pakai WA untuk kebutuhan kerja sampe sekarang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebentar lagi, di status WA juga akan banyak orang berjualan. Tunggu saja tanggal mainnya. Haha

      Delete
  4. Aku jg terkadang bikin status di wa semau2nya. Selalu ada yg bilang alay...
    Ya itu bener karna smw mau disama ratakan.
    It mw wall my rule, ngga suka ngga usah baca ya hihii

    ReplyDelete