Merawat Harapan, Menumbuhkan Kehidupan - Jurnal Darul Azis

Merawat Harapan, Menumbuhkan Kehidupan

Merawat Harapan, Menumbuhkan Kehidupan


Sebagai penunggang kendaraan 'kalau panas kepanasan kalau hujan kehujanan', saya sering sekali mengalami kebimbangan di saat hujan tiba-tiba turun tanpa terlebih dahulu memberi kode.

Berada pada kondisi semacam itu, tak lain yang kemudian saya lakukan adalah mencari tempat berteduh. Biasanya yang paling sering saya tuju ialah emperan-emperan toko.

Namun begitu berteduh, ternyata kebimbangan tak lantas langsung hilang. Ini adalah soal mengenakan mantel. Bagi saya, prosesi ini sangat menyebalkan. Rumit. Sehingga tidak jarang saya kemudian memilih menerabas hujan atau menunggu hujan hingga reda, hanya karena males mengenakan mantel. Ini kebiasaan buruk, jadi mohon untuk tidak ditiru.

Sebelum menulis catatan ini, saya juga mengalami hal semacam itu, dua kali. Pada momen pertama, saya memilih untuk menikmati guyuran air hujan, yang kemudian membuat jaket dan celana jins saya basah kuyup. Sedangkan pada momen kedua, saya memilih untuk berteduh di sebuah emperan toko, bersama tiga orang pengendara lain.

Pada momen kedua inilah, pikiran saya tersentil. Tiba-tiba, sebuah kata menghampiri saya dan meminta untuk dielaborasi.

Kata itu ialah: HARAPAN.

Ya, saat berteduh dan menunggu di emperan toko, saya menaruh harapan besar bahwa hujan akan segera reda. Agar saya dapat melanjutkan perjalanan lagi.

Sebentar lagi. Sebentar lagi reda. Sebentar lagi pasti reda. Begitulah saya selalu bergumam dalam hati.


Harapan ini ternyata ampuh sekali efeknya. Terkadang ia menjadi semacam mantra atas terwujudnya sesuatu hal. Terkadang ia juga menjadi mantra yang menumbuhkan rasa sabar tak terhingga, rasa tabah yang tak terkira, dan daya yang tak terbatas.

Tak lama setelah saya menunggu, hujan ternyata reda. Saya senang. Motor melaju. Di emperan-emperan toko yang lain, ternyata banyak orang berjubel mencari tempat teduh. Dan lalu segera berhamburan begitu hujan telah reda. Saya yakin, saat berteduh tadi, mereka juga memiliki harapan yang sama dengan saya: hujan segera reda. Inilah yang saya bilang bahwa harapan bisa menjadi mantra ampuh untuk terjadinya sesuatu.

Dalam hidup ini, harapan juga menjadi sesuatu hal yang sangat penting. Bahkan mungkin telah menjadi kekuatan besar bagi keberlangsungan kehidupan.

Tengoklah misalnya pada kehidupan orang-orang beragama. Dari banyak ajaran agama yang saya ketahui, semuanya selalu menawarkan harapan. Harapan untuk hidup lebih baik. Baik di masa kini (dunia) maupun di masa yang akan datang (setelah mereka mati). Sehingga kemudian, para pemeluknya bisa bertahan dalam kondisi apa pun. Tak lain karena ia telah diberi atau punya harapan. Tanpa adanya tawaran harapan, saya yakin suatu agama tidak akan laku.

Begitu pula dengan aliran-aliran kebatinan, kepercayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sistem pemerintahan. Kesemunya mengandung harapan akan adanya hari, keadaan, dan kehidupan yang lebih baik dari sekarang. Sehingga manusia kemudian terpacu untuk terus berpikir, berbuat, berpikir lagi, berbuat lagi, berdoa, dan seterusnya. Tanpa henti, kecuali kalau harapan itu sudah pupus.

Lebih teknis lagi kita bisa lihat fenomena berikut:

Seseorang rela menempuh pendidikan sampai ke jenjang tertingi, tak lain karena ia punya harapan setelah lulus pendidikan tersebut. Pekerjaan yang baik, penghasilan yang tinggi, kehidupan yang mapan, dan lain sebagainya.

Seseorang rela bekerja keras siang dan malam, tak lain karena ia punya harapan bahwa dengan begitu kehidupannya akan bisa lebih baik. Bisa memenuhi kebutuhan, punya tabungan, bisa menyekolahkan anak sampai jenjang tertinggi, memiliki banyak aset, dan lain sebangsanya.

Seseorang bisa begitu tekun meneliti sesuatu, menciptakan teknologi baru, tak lain karena ia punya harapan bahwa temuannya itu kelak akan mampu mengubah suatu keadaan menjadi lebih baik lagi.

Seorang petani, bisa terus bertani walau tahun ini merugi karena ternyata harga hasil panen anjlok gara-gara pemerintah melakukan impor barang sebagaimana yang telah dihasilkannya, pada musim tanam akan tetap menanam lagi karena ia punya harapan hasil panen berikutnya akan bisa lebih baik dan harga bisa meningkat lagi.

Dan masih banyak lagi contoh yang bisa kita ajukan. Selengkapnya silakan Anda cari sendiri.


Begitu pentingnya harapan ini. Sehingga sebenarnya tak seorang pun di dunia yang tidak boleh memiliki harapan. Karena tanpa harapan, berarti tidak ada kehidupan. Orang-orang yang nekat membunuh dirinya sendiri, sebenarnya adalah orang-orang yang putus harapan. Ia tidak punya lagi tempat untuk menyandarkan diri. Sehingga satu-satunya jalan yang ia tempuh ialah membunuh dirinya sendiri. Dengan begitu, ia merasa segala hal telah berakhir. Selesai.

Begitu pentingnya harapan ini, maka janganlah sekali-kali kita memutus harapan seseorang dan tengoklah kanan kiri Anda, adakah orang-orang yang saat ini tengah pupus harapannya? Cobalah lihat dengan teliti.

Kalau sekiranya ada, temani dia. Besarkan hatinya. Tumbuhkan kembali benih-benih harapan di hatinya. Karena hanya dengan begitu akan akan terus bisa hidup.

*Tulisan terbit pertama kali di situs Qureta dengan judul Harapan, Energi Kehidupan yang Harus Terus Dipelihara
Please write your comments