Ceritanya malam ini seorang teman di kampung mengirim sms padaku. Dalam smsnya dia minta tolong agar didoakan karena malam ini ia akan ikut main judi dadu dalam sebuah acara pertunjukan rakyat.
Rasanya, ini permintaan tolong paling menjancukkan di sepanjang hidupku. Tapi aku pun harus segera memberi keputusan, mau mendoakan atau tidak. Maka segera kubalas saja smsnya begini “Kalau begitu, kamu tak perlu berdoa ataupun berharap menang. Tinggal main saja. Ingat, jangan berdoa ya. Oh iya, jangan bawa modal banyak-banyak.“ Maksudku, kalau toh dia kalah ya tidak ngenes-ngenes amat lah nantinya, dan kalau dia menang, berarti dia sudah menjadi makhluk yangserakah ekonomis : dengan modal sedikit-dikitnya, mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
Rasanya, ini permintaan tolong paling menjancukkan di sepanjang hidupku. Tapi aku pun harus segera memberi keputusan, mau mendoakan atau tidak. Maka segera kubalas saja smsnya begini “Kalau begitu, kamu tak perlu berdoa ataupun berharap menang. Tinggal main saja. Ingat, jangan berdoa ya. Oh iya, jangan bawa modal banyak-banyak.“ Maksudku, kalau toh dia kalah ya tidak ngenes-ngenes amat lah nantinya, dan kalau dia menang, berarti dia sudah menjadi makhluk yang
Setelah membaca smsku itu, aku berharap dia lantas berpikir, doaku yang menurutnya sangat mujarab itu tidak tercampuri doanya yang menurutnya jauh dari kata mujarab –temanku ini percaya sekali kalau aku hapal ratusan doa mujarab, termasuk doa agar menang judi barangkali.
Dalam situasi seperti itu, sebenarnya aku bisa saja berdoa pada iblis, agar iblis melanjutkan doa itu pada tuhan. Jadi, yang berdoa pada tuhan bukan aku, melainkan iblis. Aku yakin benar, doa iblis (tentang kemungkaran) lebih mungkin dikabulkan tuhan, apalagi untuk menggoda manusia yang malas seperti itu, ketimbang doa manusia (tentang kemungkaran pula).
Tapi rasanya aku tak mungkin melakukannya. Ketidakseringanku berdoa pada tuhan, membuatku berpikir tujuh kali campur malu juga, bagaimana mungkin aku berdoa pada iblis, meskipun untuk sesuatu yang buruk sekalipun (disukainya). Tapi, sebagai teman aku merasa punya tanggung jawab untuk mendoakan keselamatannya - maksudku sebenarnya adalah keselamatan dari kekalahan dan penangkapan polisi.
Akhirnya aku pun memutuskan untuk tetap mendoakannya. Doa supaya dia tiba-tiba ingat pada pelajaran matematika yang pernah digemarinya di sekolah dulu. Tentang peluang tentu, hanya itu.
Dalam situasi seperti itu, sebenarnya aku bisa saja berdoa pada iblis, agar iblis melanjutkan doa itu pada tuhan. Jadi, yang berdoa pada tuhan bukan aku, melainkan iblis. Aku yakin benar, doa iblis (tentang kemungkaran) lebih mungkin dikabulkan tuhan, apalagi untuk menggoda manusia yang malas seperti itu, ketimbang doa manusia (tentang kemungkaran pula).
Tapi rasanya aku tak mungkin melakukannya. Ketidakseringanku berdoa pada tuhan, membuatku berpikir tujuh kali campur malu juga, bagaimana mungkin aku berdoa pada iblis, meskipun untuk sesuatu yang buruk sekalipun (disukainya). Tapi, sebagai teman aku merasa punya tanggung jawab untuk mendoakan keselamatannya - maksudku sebenarnya adalah keselamatan dari kekalahan dan penangkapan polisi.
Akhirnya aku pun memutuskan untuk tetap mendoakannya. Doa supaya dia tiba-tiba ingat pada pelajaran matematika yang pernah digemarinya di sekolah dulu. Tentang peluang tentu, hanya itu.
