Mama Aleta Baun, Pejuang Lingkungan Hidup Dari Timor yang Mendunia - Jurnal Darul Azis

Mama Aleta Baun, Pejuang Lingkungan Hidup Dari Timor yang Mendunia

Mama Aleta Baun, Pejuang Lingkungan Hidup Dari Timor yang Mendunia

Atas perjuangannya, perempuan asal NTT ini meraih salah satu penghargaan tertinggi dunia di bidang lingkungan. Diancam dibunuh sampai harus berbulan-bulan bersembunyi di hutan pernah dialaminya. Melestarikan alam, baginya sama dengan menjaga adat istiadat sekaligus kelangsungan hidup manusia.

Batu adalah tulang. Air adalah darah. Hutan adalah urat nadi. Dan tanah adalah daging. Bagi suku Timor bumi layaknya tubuh manusia yang harus dilindungi. Itulah filosofi yang sampai sekarang dipegang teguh oleh Aleta Baun, seorang wanita suku Timor yang menjadi aktivis perempuan dan lingkungan hidup.

Mama Aleta Baun, Pejuang Lingkungan Hidup Dari Timor yang Mendunia
Mama Aleta Baun, Pejuang Lingkungan Hidup Dari Timor yang Mendunia
Mama Aleta tak gentar melindung tanah dari ulayat tangan tak bertanggungjawab. Sejak tahun 1996 ia berjuang melawan penambang marmer di wilayah Sowe Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Sebagai bentuk protes kepada perusahaan yang telah merebut hutan adat, Aleta menggerakkan kaum ibu untuk menenum di lokasi penambangan. 

Perjuangannya lebih dari 10 tahun akhirnya membuahkan hasil. Lima penambangan marmer telah ditutup akibat gerakannya. Sisa-sisa tambang perusahaan marmer disulapnya menjadi tempat wisata ekologi andalan. Tak heran beragam apresiasi pun datang kepada wanita yang juga menjadi anggota dewan perwakilan daerah Provinsi NTT periode 2014-2019 ini. Salah satunya penghargaan Goldman Environtmenal Prize 2013 di California Amerika Serikat dan diundang ke Gedung Putih oleh Presiden Amerika Barack Obama. Pada tahun 2016, ia kembali memperoleh penghargaan karena kiprahnya dalam memperjuangkan hak asasi manusia melalui dedikasinya menjaga lingkungan.

Mama Aleta Baun saat menerima penghargaan Goldman Envrionmental Prize 2013/ Foto via goldmanprice.org


Berikut ini transkripsi perbincangan jurnalis Net TV Rahma Hayuningdyah dengan Mama Aleta Baun dalam program Satu Indonesia.

Apa hubungan antara lingkungan dengan hak asasi manusia?

Ketika kita bicara tentang lingkungan, berarti lingkungan itu ada makhluk hidupnya. Makhluk hidup di dalamnya adalah manusia. Jadi kalau misalnya haknya diambil, seperti tanah, air, hutan maka dengan jelas dia tidak ada makanan berarti dia akan menderita dan itu benar-benar haknya dilanggar. 
Lebih dari 10 tahun mama berjuang menentang aktivitas penambangan, benarkah saat itu ancaman menjadi makanan sehari-hari mama?

Saya waktu itu diancam masuk penjara, karena mengganggu pembangunan. Saya dicancam di jalan, diteror, bahwa saya sebagai perempuan jalan. Sebagai perempuan pelacur, karena saya tidak hidup di rumah. Saya hidup di luar.

Secara fisik mama juga sering mendapatkan teror?

Secara fisik saya pernah dipukuli di kantor pengadilan, ketika kami gugat bupati di kantor pengadilan. Saya juga dibacok di kaki ketika saya pulang berjuang dan mereka menangkap saya untuk dibunuh, pada saat itu baru magrib. Dan mereka tidak bisa membunuh saya, saya disuruh bayar. Lalu saya bayar kepada mereka. Dalam pikiran saya, ada dua hal : saya dibunuh atau diperkosa. Dan saat itu saya siap.

Aktivitas penambangan ‘kan membuka lapangan tenaga kerja bagi warga sekitar, bagaimana cara Mama menyatukan pikiran warga untuk sama-sama berjuang?

Filosofi orang Timor adalah : tanah adalah daging, air adalah darah, hutan adalah pori-pori atau urat nadi, batu adalah tulang. Maka ketika ada salah satu yang hilang, sebagai petani pasti duduk dan sedih sekali karena dia tidak bisa buat apa-apa. Jadi setelah itu kami protes dengan cara menenun. Kita bilang bahwa bumi ini butuh bungkusan. Sama dengan manusia butuh baju. Butuh kain tenun. Itu yang sebenarnya kita ingin tunjukkan, jangan telanjangi bumi.

Mama pernah bilang ketika ada aktivitas penambangan, yang pertama kali terdampak adalah perempuan. Mengapa?

Kita berbicara tentang rumah tangga. Kita berbicara tentang lingkungan itu adalah milik perempuan. Karena dia butuh sayur dia ambil di lahan. Dia ambil di hutan. Di ambil lagi makanan seperti ikan, telur ayam, itu semua dia ambil di lingkungan dia hidup. Setelah itu baru dia mengelola untuk jadi makanan. Nah, ketika alam sudah terganggu pasti dia bingung mau ambil sumber air dari mana?

Kalau di Timor kan sistemnya patriarki. Laki-laki mendominasi. Bagaimana mama menghadapi tantangan itu ketika muncul sebagai sosok pemimpin?

Saya tidak dipandang sebagai apa-apa, karena saya dulu badan kecil, saya hidup desa, lahir dari keluarga miskin dan keluarga petani. Awalnya saya jadi pembantu rumah tangga untuk orang barat, tapi saya pengin belajar. Setelah saya belajar saya pengin melakukan sesuatu untuk orang lain. Saya mulai meyakinkan orang dan menunjukkan bahwa perempuan bisa. Saya tetap mengumpulkan orang dan menunjukkan kepada orang bahwa saya bisa memimpin.


Tanah tidak bisa kita jual. Hutan tidak bisa kita jual. Air tidak bisa jual. Batu tidak bisa kita jual. Dan kita juga tidak bisa membuat. Batu itu adalah tempat penampung air, maka ini adalah hulu daripada batu putih. Dan kalau air kering di hulu, orang di pesisir tidak bisa bertani. Mereka tidak bisa bersawah karena tidak ada air. Tetapi kalau hulu kami jaga dengan baik, maka orang di pesisir bisa bertani dan bersawah karena dia dapat sumber air banyak dari kami.


Di sini menjadi sandaran hidup untuk berapa desa?

Dia menyuplai kurang lebih 130 desa dan saya tidak tahu jumlah masyarakatnya berapa. Karena dia sampai ke laut.

Salah satu cara supaya orang ingat terus dengan perjuangan mama adalah bikin festival. Ada juga peringatan natal hijau yang rutin dilakukan. Apa artinya festival natal hijau?

Kami mengundang masyarakat dari amanatun, amanuban, dan wilayah sekitar, kita bergabung bersama-sama dan kita mengundang para alim ulama, para pastor, dan pendeta. Maksud kita adalah untuk mengingatkan pada orang bahwa orang percaya ada tuhan tapi orang juga harus bekerja bagaimana mendukung ciptaan tuhan dengan tidak hanya menebas pohon tetapi bagaimana dia harus menanam. Bagaimana dia harus menjaga.

Di situ Mama menggabungkan konsep ketuhanan dengan pentingnya menjaga alam. Pernah ada wacana untuk menjadikan tanah ini sebagai tanah negara atau hutan negara?

Hutan ini mau aman, daerah di mana masyarakat mau tinggal ingin aman, kembalikan dulu kepada masyarakat. Setelah itu masyarakat duduk bersama dengan pemerintah dan menyepakati.


Memang apa ruginya jika kawasan ini menjadi taman nasional atau hutan negara?

Yang kita lihat bersama kenapa ini ada izin tambang, karena ini negara punya perbuatan. Bukan masyarakat adat. Siapa kenal orang dari luar, seperti penambang. Negara datang seperti turis. Datang, dia bawa mobil, terus turun, minum, lalu pulang.


Kalau taman nasional ‘kan sudah ada jaminan tidak boleh ada yang mengusik?

Saya pikir kita perlu mengevaluasi taman nasional-taman nasional yang lain. Tapi kalau saya, menolak. Kembalikan ke adat.

Jadi Mama ingin kawasan ini menjadi apa di pemerintahan?

Statusnya dikembalikan ke hutan adat.

Bagaimana cara Mama memastikan kalau tempat ini akan terus aman?

Selama ini saya belum lelah dan belum akan berhenti. Maka perjuangan saya akan terus berlanjut. Dan banyak anak-anak yang ada dalam organisasi yang saya mendidik mereka untuk berjuang. Bagaimana mereka harus berjuang melawan apa yang sebenarnya melanggar hak masyarakat adat. Itu yang saya mengajarkan kepada mereka. Kita juga dengan berbagai cara bekerja sama dengan UGM.

Apa bentuk kerjasamanya?

Kerjasamanya lewat pendidikan masyarakat adat. Sekolah adat. Guru-gurunya adalah dari tokoh adat, Tokoh-tokoh adat akan menceritakan bagaiamana filosofi hubungan manusia dengan bumi, filosofi hubungan manusia dengan tuhan, dan hubungan manusia dengan leluhur. Harapan saya sendiri dengan adanya sekolah adat yang akan dibangun oleh UGM bekerjasama denga kami, ini berlanjut untuk anak cucu yang bisa mengembangkan perjuangan ini. Dan harapan saya akan ada orang yang pasti melanjutkan perjuangan.

Betulkah kalau Mama sedang merasa capek, Mama selalu mencari hutan?

Saya duduk. Saya menyanyi.

Nyanyinya seperti apa Mama?

Molo adat di tanah timor. Dulu dijaga Tua adat. Tapi sekarang menjadi hancur. Dijamah tangan-tangan yang kotor.

Ketika Mama mendapatkan banyak ancaman, dulu Mama sembunyi di hutan juga?

Iya. Saya membawa anak saya yang terakhir karena saat itu saya dikejar dan akan ditangkap untuk dipenjarakan. Sehingga kenapa saya bawa bayi itu, biar kalau saya dipenjarakan saya dengan bayi saya.

Berapa lama bertahan di hutan?

Sekitar tiga bulan. Saya lalu konsultasi dengan masyarakat. Saya melakukan pengorganisasian terhadap masyarakat.

Tidurnya di mana ?

Saya tidur di goa. Di mana saja ada tempat.

Waktu itu umur berapa anaknya?

Anak saya baru berumur 3 bulan.

Sekarang Mama juga melanjutkan perjuangan menjadi anggota dewan provinsi. Apa yang membuat mama tertarik untuk kemudian terjun ke politik?

Yang pertama memang saya tidak suka politik. Karena banyak orang kasih tahu dan saya lihat politik itu bicara lain jawabnya lain. Jadi tidak ada bicara yang fakta betul.
Kemudian?

Kemudian saya berpikir tidak mau ikut. Tapi karena saya kenal dengan PKB dan waktu itu saya mengundang pak Helmi Faisal datang ke sini (menteri PDT waktu itu), tiba-tiba pak Menteri kasih saya baliho besar bertuliskan “Aleta Baun, perempuan peduli lingkungan”. Tulisan hanya itu dan diminta saya untuk pajang dan saya tidak tahu saya mau pajang di mana. Jadi kebetulan kantor sosial kabupaten terbakar, saya pajang di situ. Saya tidak tahu orang baca atau tidak, saya cuma pasang saja. Waktu itu hanya karena untuk memenuhi permintaan saja.

Terus PKB kasih saya duit 20 juta. 20 juta itu saya pakai untuk bangun jembatan.

Uang itu ‘kan seharusnya buat modal berkampanye?

Iya. Karena saya pikir untuk apa saya harus pakai kampanye pakai uang itu. Kalaupun saya tidak jadi anggota DPRD tetapi ada sesuatu yang saya lakukan untuk rakyat. Bukan hanya karena harus kampanye lalu saya dapat suara. Lebih baik 20 juta saya bangun sesuatu untuk kebutuhan orang banyak.

Berbicara soal apa yang harus dilakukan oleh mereka yang nyalinya mungkin tidak sebesar Mama, tapi sebenarnya ingin berjuang, apa yang harus mereka lakukan Mama?

Mulailah belajar tentang situasi adat. Adat di mana dia tinggal. Belajarlah tentang hubungan manusia dengan alam, bumi, dan Tuhan.  


Please write your comments