Sumber Gambar |
Saya termasuk tipe orang yang percaya bahwa dalam hidup ini, kita tidak akan pernah bisa lepas dari aktivitas bertanya dan ditanya. Mari kita tengok saja dalam kehidupan sehari-hari, pertanyaan-pertanyaan selalu muncul menghampiri kita, mulai dari pertanyaan "Di mana kunci motor saya?" "Kamu anaknya siapa?", "Ibu di mana?", "Sandal jepitku di mana?" "Apakah kamu sudah sarapan?" "Kapan nikah?", "Kapan wisuda?", dan lain sebagainya.
Pertanyaan, juga bisa menjadi 'alat' paling efektif untuk memulai sebuah hubungan. Kita ambil contoh misalnya pertanyaan "Maukah kamu menjadi pacar/istriku?". Dalam hubungan pertemanan pun demikian, proses perkenalan pasti disertai dengan pertanyaan-pertanyaan macam "Siapa namamu?", "Tinggal di mana?", "Sekolah/kuliah di mana?","Kerja di mana?",
Soal tanya-menanya ini, saya merasa beruntung karena sejak kecil saya telah diajari oleh ibu saya perihal pentingnya bertanya. Beliau selalu bilang kepada saya "nduwe kenthongan ki ya ditabuh" (punya kentongan itu ya ditabuh). Kentongan di sini maksudnya adalah mulut. Jadi arti lengkapnya adalah punya mulut itu ya digunakan (untuk bertanya). Kalimat itu sering diucapkan beliau ketika menyuruh saya pergi ke suatu tempat yang belum pernah saya sambangi hingga kemudian membuat saya tidak mau-- dengan alasan tidak tahu tempatnya. Ibu saya seorang pedagang, beliau sering menyuruh saya datang ke rumah orang-orang kenalannya untuk mengambil barang dagangan untuk dijual kembali.
Kalau beliau sudah bilang seperti itu, tak ada alasan lagi bagi saya untuk menolak. Karena memang nyatanya, saya punya itu kentongan (mulut) yang bisa saya gunakan untuk bertanya. Sejak saat itulah saya menjadi terbiasa untuk bertanya. Hingga sekarang.
Alasan saya tetap memelihara kebiasaan bertanya hingga sekarang bukan semata-mata karena ajaran ibu saya. Melainkan lantaran sebenarnya, saya termasuk orang yang pelupa dan tidak langsung nyambungan. Tak hanya itu, kemampuan saya dalam membaca tanda (misal : peta, sandi,kode cewek, dll) juga terbilang buruk. Makanya, mau tak mau, suka tak suka, malu tak malu, saya butuh untuk bertanya. Bagi saya kemudian, bertanya adalah salah satu cara untuk melatih kejujuran dan bersikap apa adanya. Iya, jujur kalau saya memang benar-benar tidak tahu, tidak gampang nyambungan, dan pelupa.
Alasan saya tetap memelihara kebiasaan bertanya hingga sekarang bukan semata-mata karena ajaran ibu saya. Melainkan lantaran sebenarnya, saya termasuk orang yang pelupa dan tidak langsung nyambungan. Tak hanya itu, kemampuan saya dalam membaca tanda (misal : peta, sandi,
Apalagi kalau sudah berurusan dengan tempat baru. Walaupun sebelum berangkat sudah dikasih arahan dan ancer-ancer misalnya, tetap saja akhirnya saya bingung. Bahkan, walau di jalan sudah nanya-nanya pun, saya sering kali masih saja nyasar. Waktu dijelasin sih iya iya aja. Namun begitu jalan, lupa lagi. Perkaranya ya itu tadi, sudah kemampuan verbal buruk, ingatan cekak pula. Jadi walaupun saya tidak pernah (punya) malu untuk bertanya, tetap saja saya sesat di jalan.
Tapi tenang... saya tak pernah khawatir dengan semua itu, karena akan selalu ada Google Maps banyak sekali orang baik yang bisa menjawab pertanyaan saya, kapan pun, di mana pun dan tentang apapun. Indonesia gitu loh!
Eh tapi.....meski saya ini orangnya pelupa terhadap banyak hal, kok anehnya hal tersebut tidak berlaku kalau sudah menyangkut mantan pacar saya ya? Malahan yang terjadi justru sebaliknya. Ah.. lagi-lagi, selalu saja begitu. Ssst.. jangan keras-keras bacanya. Nanti kedengaran Mbak Mantan yang kini sudah bahagia dengan pacar barunya itu. Ini rahasia kita saja loh ya.
Eh tapi.....meski saya ini orangnya pelupa terhadap banyak hal, kok anehnya hal tersebut tidak berlaku kalau sudah menyangkut mantan pacar saya ya? Malahan yang terjadi justru sebaliknya. Ah.. lagi-lagi, selalu saja begitu. Ssst.. jangan keras-keras bacanya. Nanti kedengaran Mbak Mantan yang kini sudah bahagia dengan pacar barunya itu. Ini rahasia kita saja loh ya.