Himpunan Ahli Seni Tata Rias dan Busana Daerah (Hastanata) merupakan himpunan profesi ahli seni dan penata rias daerah tradisional yang lahir pada tanggal 1 Maret 1978, didirikan oleh empat Empu yaitu Ny. Pradjoko, Ny. Donolobo, Ny.Trenggono, dan Ny.Sardjono, yang hingga saat ini dari masa ke masa Hastanata mengalami pasang surut. Hingga saat ini Hastanata masih hidup lestari dan telah berkembang dengan baik di berbagai daerah di Indonesia.
Berpegang teguh pada prinsip visi dan misi Hastanata dalam melestarikan tata rias dan busana tradisional Jawa Yogyakarta serta perkembangan seni tari dan tata rias yang semakin maju, menuntut peran aktif Hastanata agar tidak ketinggalan jaman dan tidak meninggalkan pakem dari Yogyakarta. Hastanata diharapkan memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk tetap berpegang teguh pada nilai tradisional Yogyakarta yang ada. Tata nilai budaya Yogyakarta adalah tata nilai budaya Jawa yang memiliki kekhasan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai kejawen pada umumnya dan merupakan sistem nilai yang dijadikan kiblat (orientation), acuan (reference), inspirasi dan pedoman bagi perilaku budaya dan peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat Yogyakarta.
Saat ini Hastanata sebagai sebuah paguyuban memiliki kegiatan rutin berupa pertemuan bulanan antara tanggal 15-20 setiap bulannya. Dalam pertemuan ini hadir seluruh anggota paguyuban yang terdiri dari penata rias dan budaya dari empat kabupaten dan satu kota yaitu Kota Yogyakarta.
Berpegang teguh pada prinsip visi dan misi Hastanata dalam melestarikan tata rias dan busana tradisional Jawa Yogyakarta serta perkembangan seni tari dan tata rias yang semakin maju, menuntut peran aktif Hastanata agar tidak ketinggalan jaman dan tidak meninggalkan pakem dari Yogyakarta. Hastanata diharapkan memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk tetap berpegang teguh pada nilai tradisional Yogyakarta yang ada. Tata nilai budaya Yogyakarta adalah tata nilai budaya Jawa yang memiliki kekhasan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai kejawen pada umumnya dan merupakan sistem nilai yang dijadikan kiblat (orientation), acuan (reference), inspirasi dan pedoman bagi perilaku budaya dan peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat Yogyakarta.
Saat ini Hastanata sebagai sebuah paguyuban memiliki kegiatan rutin berupa pertemuan bulanan antara tanggal 15-20 setiap bulannya. Dalam pertemuan ini hadir seluruh anggota paguyuban yang terdiri dari penata rias dan budaya dari empat kabupaten dan satu kota yaitu Kota Yogyakarta.
"Saya sendiri telah menjabat sebagai ketua paguyuban selama setahun belakangan" tutut Endang Sujonoworo. Wanita yang tetap tampil ceria pada umurnya yang menginjak usia 75 tahun ini telah belajar tata rias sejak tahun 1973. Ia juga memaparkan kiprah Hastanata selama ini.
"Anggota Hastanata sudah tersertifikasi sebagai perias dan telah mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja di daerah masing-masing" Imbuhnya.
Semangat menguri-nguri adat Kraton Yogyakarta melalui tata rias dan tata busana masih setia di benak wanita ini. Dia tidak ingin adat istiadat Keraton Yogyakarta makin lama makin punah. Dia juga berharap agar generasi muda bisa meneruskan perjuangannya sehingga adat istiadat Keraton Yogyakarta bisa dilestarikan sampai bertahun-tahun yang akan datang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa upacara adat telah menjadi tradisi yang luas cakupannya dalam kebudayaan Jawa khususnya Yogyakarta. Di antara yang masih hidup dan tumbuh subur di masyarakat adalah yang berkenaan dengan daur hidup manusia, berupa upacara pernikahan atau mantu. Selain prosesi, hal yang sangat mendasar dalam upacara pernikahan adalah yang berkaitan dengan busana dan tata rias.
Busana atau pakaian merupakan ekspresi budaya. Pakaian dengan lambang simboliknya mencerminkan norma-norma dan nilai-nilai budaya masyarakat pemakaianya. Demikian pula bagi masyarakat Jawa, terlebih kalangan istana atau bangsawan. Di lingkungan Keraton Yogyakarta, pemakaian busana selalu didasarkan atas status sosial atau faktot keturunan pemakainya.
Pada masa kekuasaan Sultan Hamengku Buwono I, kain batik hanya bleh dipergunakan oleh golongan atas, yang merupakan simbol status sosial padra bangsawan. Bahkan busana kebesaran adat perkawinan Keraton Yogyakarta, pada zaman dahulu tidak boleh dikenakan oleh masyarakat umum yang buan dari kalangan bangsawan atau kerabata keraton. Busana dan tata rias paes ageng Keraton Yogyakarta hanya boleh dikenakan oleh kerabat raja.
Baru pada tahun 1940 atau pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwaono IX, masyarakat umum diizinkan untuk memakai busana ini dalam upacara pernikahan. Tidak hanya busana, saat ini masyarakat biasa bisa menikmati dan menggunakan kemegahan dan keagungan riasan paes ageng asalkan masih sesuai dengan pakem Jogja.
Selain pendidikan dan pariwisata, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota budaya. Sebagai pusat budaya terkemuka, di masa depan DIY merupakan tempat pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya, sehingga dapat terwujud masyarakat yang menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai budaya Yogyakarta.
Keberadaan Paguyuban Hastanata, melalui karya seni tata rias dan busana daerah diharapkan mampu mendorong pelestarian dan pengembangan nilai budaya, sehingga aset budaya Jawa akan tetap terpelihara di kota tercinta Ygyakarta ini.