Persetan Dengan Duit! Realistis Saja- Kita Butuh Kebahagiaan! - Jurnal Darul Azis

Persetan Dengan Duit! Realistis Saja- Kita Butuh Kebahagiaan!

Persetan Dengan Duit! Realistis Saja- Kita Butuh Kebahagiaan!

Tangkapan layar artikel di Hipwee (dok.pri)

Tulisan ini merupakan sitiran sekaligus tanggapan atas tulisan Pradnya Wardhani di Hipwee bertajuk Persetan dengan Passion. Realistis Saja-Kita Butuh Duit. Tulisan tersebut, sampai dengan tanggapan ini ditulis, telah dibagikan sebanyak 26, 518 kali.

Saya menanggapinya karena memandang bahwa tulisan tersebut sangatlah menyesatkan. Tulisan tersebut, bagi saya adalah kemunduran cara berpikir penulis atas kondisi dunia saat ini. Di saat dunia pendikan berupaya keras mengarahkan peserta didik agar menemukan passion-nya, pandangan dalam tulisan tersebut justru berusaha sedang mematahkannya. Di saat dunia kerja sedang berupaya menggaet para calon karyawan agar bekerja sesuai passion-nya sehingga dapat lebih produktif karena mengerjakan sesuatu hal yang memang menjadi kegemaran dan kesenangannya, tulisan Pradnya Wardhani justru ingin kembali menyuburkan praktik bekerja penuh penindasan dan tekanan.

Ada beberapa kalimat yang berhasil saya temukan dan mungkin itulah  yang melatarbelakangi munculnya gagasan atas tulisan tersebut. Pertama, penulis mengatakan bahwa passion itu membingungkan. 

Kedua, tulisan tersebut agaknya juga lebih ditujukan kepada orang yang telah terlanjur bekerja di suatu bidang yang tidak sesuai dengan passion-nya, agar kemudian tetap bertahan daripada kalau resign terus malah jadi menganggur, sementara kebutuhan mau tak mau tetap harus dipenuhi. 

Well, sepintas memang terkesan bijak. Tapi nasihat itu bagi saya mirip kanker, yang akan membunuh si penerima nasihat secara perlahan-dan menyakitkan! 

Dan berikut inilah tanggapan saya atas tulisan tersebut.

Salah satu karakter yang paling dekat dengan generasi kita adalah kecenderungan mengagung-agungkan uang dan menganggap bahwa ia adalah segala-galanya dan segala-galanya butuh uang. Termasuk kebahagiaan. Ya, kebahagiaan acap kali diukur dari berapa banyak uang yang dimiliki. 

Padahal dalam banyak hal dan kondisi, banyak orang sepakat bahwa uang bukanlah jaminan seseorang menjadi bahagia. Karena kebahagiaan adalah soal kemerdekaan dari dalam. Kebahagiaan adalah soal bagaimana seseorang dapat bebas beraktivitas, berkreasi, berinovasi, dan berkontribusi secara berdaulat dan merdeka. Termasuk dalam hal bekerja.


Kita Butuh Kebahagiaan [sumber: Quote Master]

Pekerjaan menjadi faktor penentu kebahagiaan karena ia merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan. Sehingga yang kemudian kita butuhkan adalah menciptakan kebahagiaan melalui pekerjaan yang kita geluti atau menciptakan pekerjaan melalui sesuatu yang kita senangi. Bukan sebaliknya, menciptakan penderitaan melalui pekerjaan, ‘’hanya’’ demi uang.

Dengan demikian, kegagalan bukan ditentukan oleh di mana kamu bekerja. Bukan pula ditentukan oleh mapan atau tidaknya posisi pekerjaan yang kamu dapatkan. Menjanjikan atau tidaknya bidang yang kamu geluti. Lebih dari itu, kegagalan adalah ketika kamu terjebak pada posisi kerja yang membuatmu menderita, tertekan, dan menjadikanmu tidak berkuasa atas tenaga, waktu, dan pikiranmu. Dan itu berlangsung setiap hari, sampai mati! Itulah kegagalan.

Kebutuhan hidup yang serba menanjak ini menuntut kita untuk menjadi realistis. Itu benar. Dan ketahuilah, passion juga belum tentu tidak bisa menjadi jawaban atas tagihan-tagihan yang harus dibayar. Karena passion juga bisa menghasilkan uang—jika kali ini kita harus berbicara soal uang!

Nah, daripada kamu terus-menerus tersesat dalam pekerjaan yang tak kamu senangi, lebih baik pertimbangkan hal-hal ini.

1. Apa pun passion-mu, rasa lelah dan jenuh barangkali bisa muncul. Tapi yakinlah, kadarnya tak akan sebanyak ketika kamu mengerjakan apa yang kamu cintai. hee

Passion bukanlah hal yang membingungkan. Passion itu adalah soal yang teramat sederhana dan bisa kamu pahami dengan mudah. Bahkan karena saking sederhananya, kamu tidak perlu mendengar kata para motivator terkenal. Kamu hanya perlu menemukan apa yang kamu sukai, sesuatu yang kamu rela lakukan berulang-ulang dengan rasa senang dan bahagia.

Tapi kenyataannya, Wardhani menulis, banyak orang yang tidak tahu apa passion-nya yang sebenarnya.

Itulah mengapa menemukan passion sejak dini itu penting. Itulah mengapa memelihara hobi dan kesenangan itu penting. Karena dari sana, kamu juga bisa menghasilkan uang—jika sekali lagi kita harus berbicara soal uang.

“Jika kemudian kamu menjadi bosan karena mengerjakan sesuatu hal secara berulang, lantas apakah itu masih bisa disebut passion?” Tanya Wardhani.

No...passion bukan soal itu. Bukan soal tidak boleh merasa bosan dan jenuh. Rasa bosan dan jenuh itu manusiawi. Rasa itu pasti akan muncul, namun setidaknya tak seintens ketika kamu bekerja pada posisi yang tidak sesuai dengan panggilan jiwamu.


2. Kalau cuma memikirkan passion, kamu tidak harus berhenti dari pekerjaanmu. Keberanianmulah yang membuatmu harus berhenti bekerja. he

Passion menjadi idaman ketika kamu stuck di tempat kerja. Melakukan sesuatu yang kamu pikir bukan yang seharusnya kamu lakukan. Lalu kamu merasa bosan dan tertekan.” Ungkap Wardhani.

Bukan...bukan begitu. Passion akan menjadi idaman ketika rasa tertekan dan kejenuhanmu telah mencapai puncak. Sehingga  kemudian kamu sadar bahwa sebenarnya kamu bisa melakukan lebih dari ini di luar sana. Kamu sadar bahwa ada hal di luar sana yang seharusnya kamu lakukan, yang lebih sesuai dengan hasrat dan panggilan jiwamu. 


3. Tidak ada pekerjaan yang sia-sia, kecuali pekerjaan yang kamu lakukan dengan rasa tertekan dan tidak bahagia. 

Wardhani menulis, “Ingin berkembang dan memaksimalkan potensi yang kamu punya, adalah alasan yang sering kamu pakai untuk membenarkan usahamu mengejar passion.”

Yap. Alasan itu tepat sekali.

Ia melanjutkan, “Bila berada di tempat yang tepat, kamu bisa menjadi seseorang yang berkembang secara maksimal, karena berkembang atau tidaknya potensi seseorang juga dipengaruhi oleh lingkungannya.”

Namun masalahnya, ketika kamu bekerja tidak sesuai dengan hasrat dan panggilan jiwamu, itu artinya kamu sudah tidak berada di tempat yang tepat. Berada di sana, kamu tidak akan mendapatkan apa-apa, selain ya itu tadi: penderitaan. he
 
Usia muda adalah masa di mana banyak kesempatan datang. Mengejar impian tidak harus mengorbankan banyak hal, termasuk kebutuhan. Eh salah...kebahagiaan maksudnya.

Usia muda memang waktu yang tepat untuk mengejar cita-cita. Maka dari itu, kamu seharusnya bisa mengeksplor diri sendiri dan mencari apa yang kamu ingini. Di usia ini kamu akan mendapatkan banyak kesempatan. Mumpung masih muda dan belum punya tanggungan, jadilah keras kepala. Agar ketika kelak kamu punya tanggungan, kamu sudah mulai mapan—jika sekali dan sekali lagi kita harus berbicara soal materi.

4. Kenyataan bahwa kamu sudah bisa hidup mandiri dan tak lagi membuat orang tua terbebani, bukankah itu layak disyukuri? 

Tepat sekali. Apalagi jika kemandirian hidupmu itu karena passion-mu. Bukan karena pekerjaan yang membuatmu menderita itu. he

Lebih lanjut, Wardhani mengatakan, “Memang benar kamu kurang menyukai pekerjaanmu sekarang. Tidak sesuai passion-mu dan tidak sesuai dengan bidang yang tekuni semasa kuliah. Setiap hari kamu jalani dengan setengah hati, karena kamu sudah malas memikirkan pekerjaan sejak mulai membuka mata.”

Hei...kamu nggak bisa seperti itu. Ingat...ada bos yang siap menekanmu. Kamu nggak bisa bekerja dengan setengah hati dan bermalas-malasan. Lagi pula, kalau kamu seperti itu, bukankah itu artinya kamu memakan hak yang seharusnya tidak kamu dapatkan? Ya, ada hak bosmu yang kamu makan.

“Gajimu mungkin juga tidak seberapa. Tidak seperti teman-temanmu yang lain yang bisa berfoya-foya; penghasilanmu hanya cukup untuk membiayai hidup sehari-hari.” Ungkap Wardhani lagi.

Udah gaji nggak seberapa, masih menderita lagi. Aduuuuh.  ha

Dalam paragraf selanjutnya, Wardhani menulis, “Setidaknya, ketika bangun tidur kamu sudah harus tahu apa yang akan kamu lakukan hari itu, sementara mereka terbangun dan bertanya-tanya kapan akan diundang wawancara kerja. Meski tidak sesuai dengan minat dan kesukaan, toh setidaknya kamu sudah bekerja dan tidak lagi menjadi beban orang tua.”

Yang penting kerja. Catat itu! 

Tapi tunggu........serius lu Ndro?


5. Mengerjakan sesuatu yang disukai itu sangat perlu. Dan semua orang tahu hidup butuh kebahagiaan.

Dalam poin 6, Wardhani menulis:

“Mimpi memang harus tinggi, agar semangatmu selalu terpacu untuk meraihnya. Mengerjakan sesuatu yang disuka memang perlu untuk mengurangi risiko stres yang menyiksa.

“Tapi realistis juga perlu, agar kamu tidak terjebak dalam angan-anganmu selamanya. Apa yang kamu lakukan saat ini bukannya tanpa arti. Mengejar cita-cita banyak caranya. Bisa saja apa yang kamu jalani saat ini adalah salah satu jalannya.

“Sama seperti kita saat ini menuju suatu tempat yang belum pernah kita datangi. Ada kalanya kamu bingung harus ke arah mana, kadang kamu harus berhenti  untuk kemudian bertanya arah, dan ada kalanya juga kamu harus memutar karena salah jalan. 

“Tapi kenapa tidak dinikmati saja, toh semua memang ada prosesnya.” Tulisnya menghibur diri.

Tanggapan dari saya seperti tertera dalam poin di atas: mengerjakan sesuatu yang disukai itu sangat perlu. Dan semua orang tahu hidup butuh kebahagiaan.
 
6. Menjadi bahagia adalah soal tetap berdedikasi mengerjakan apa yang kita suka. Bekerja di tempat yang tidak sesuai passion bukanlah salah satunya.

Pada poin 7 Wardhani menulis, "Ketika kamu sudah semakin dewasa nanti (dari kalimat ini kita akan tahu bahwa sebenarnya sasaran yang ingin dibidik penulis adalah mereka yang masih remaja dan atau pradewasa), kamu akan tahu bahwa hidup tidak hanya soal apa yang kamu suka dan apa yang tidak kamu suka. Ada masa di mana kamu harus menyingkirkan egomu, dan belajar menyukai apa yang telah kamu sepakati.

"Saat ini adalah perjalanannya menuju dewasa yang sesungguhnya. Menjadi dewasa bukan hanya tahu bagaimana mengejar cita-cita, tetapi juga belajar berdedikasi untuk suatu hal, meski kamu tak sepenuhnya suka.

"Bekerja di tempat yang tidak sesuai passion adalah salah satu cara untuk menempa mental. Sebab kehidupan tidak selamanya berjalan sejalan dengan apa yang kamu rencanakan. Mengeluh terus-terusan juga tidak akan membawamu pada kesuksesan. 

"Passion penting, tapi bukan segalanya. Mimpi adalah awal segalanya, tapi mimpi harus realistis untuk diterapkan di dunia nyata. Untuk menjadi sukses, kamu tak harus menuruti passion yang kamu punya. Selain karena passion terkadang membingungkan, yang terpenting adalah rasa berdedikasi pada pekerjaan. Sebab tanpa dedikasi, rasa bosan dan enggan melanjutkan itu akan tetap datang meski kamu sudah bekerja di tempat impian. Hidup memang tidak mungkin flat-flat saja kan?"

Tanggapan dari saya: Betul. Realistis saja. Bahwa uang bukan segalanya, dan tidak semuanya butuh uang. Termasuk kebahagiaan. 

“Sekarang kamu merasa tertekan karena pekerjaan yang tak sesuai bidang. Coba pikirkan orang-orang di luar sana yang juga tertekan karena tidak tahu harus ke mana lagi untuk mencari kerja. Kamu tentu tahu harus memilih yang mana.” Kata Wardhani menutup artikelnya sambil berusaha memengaruhi pembacanya agar memilih tetap bertahan bekerja walau tak sesuai passion.

Jadi, kamu pilih yang mana? :p
Please write your comments