Pekerja Keras Itu Seorang Perempuan, Bergelar Istri. - Jurnal Darul Azis

Pekerja Keras Itu Seorang Perempuan, Bergelar Istri.

Pekerja Keras Itu Seorang Perempuan, Bergelar Istri.


kesibukan seorang istri
Pekerjaan Seorang Istri ilustrasi via hu.123rf.com

Pagi masih buta, tetapi ia sudah beranjak dari tidurnya. Ada banyak tugas yang telah menantinya hari ini; di dapur, di sumur, di rumah tangganya. Mungkin rasa lelah kemarin belumlah reda, namun ia tak pernah mengeluh. Tetap dikerjakannya tugas-tugas itu dengan sepenuh cinta, demi suami dan anak yang telah menjadi bagian hidupnya. Tak peduli jika ia harus bermandikan peluh, selama ia dapat terus hidup bahagia dan keluarganya akan tetap utuh di sepanjang usia.

Pagi masih dingin, tetapi ia sudah bergerak dan berputar ke sana kemari seperti kipas angin. Menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan suami. Mulai dari kopi, sarapan, pakaian, hingga perangkat kerja. Selesai menyiapkan keperluan suami, ia pun berganti pekerjaan. Menyiapkan keperluan anaknya. Nyaris sama, mulai dari sarapan, pakaian, perlengkapan sekolah, hingga mengantarkannya sampai ke tempat sekolahan.

Sepulangnya dari sekolahan, ia ternyata masih dihadapkan pada banyak pekerjaan. Ada piring dan perabot dapur yang belum dicuci. Tanpa menunda waktu lagi, ia langsung membersihkan perkakas yang kotor. Sendiri, dengan segenap rasa hati-hati. Sesekali mungkin akan terdengar suara musik yang mengiringi. Radio dan lagu-lagu favorit adalah teman sejatinya selagi anak dan suaminya berada di luar sana.

Mencuci perkakas telah usai, tetapi ada pekerjaan lain masih menantinya. Pakaian kotor yang menumpuk di keranjang itu, masih menunggu sentuhan tangannya dan minta untuk dicuci. Itu adalah pakaian sang anak, suami, dan pakaiannya sendiri. Dicucinya segera pakaian kotor itu dengan hati nan riang gembira. Sebab kebersihan pakaian itu baginya adalah cermin harga dirinya.

Pagi cepat sekali berjalan, sampai kadang ia lupa sarapan. Pekerjaan mencuci telah selesai. Tugas ia serahkan kepada sinar matahari agar mau mengeringkan jemurannya. Sebab kini sudah waktunya untuk menjemput sang anak. Ia pun  segera bergegas ke sekolahan, menjemput buah hati tercinta seperti ibu-ibu yang lainnya. 

Pulang dari sekolahan, ada pekerjaan lain yang masih harus ia lakukan.  Mulai dari menyiapkan pakaian ganti anak, menyiapkan makan siang, hingga menemani dan mengawasi kegiatan sang anak. Jika sang anak kemudian memilih untuk bermain, maka ia pun harus menemaninya. Mengawasinya. Pun demikian jika sang anak memilih (atau berhasil dibujuk) untuk belajar atau sekadar menggambar, ia harus berganti peran menjadi seorang guru yang maha sabar. Sementara jika sang anak mau beristirahat barang sejenak, maka sedikit legalah hatinya. Karena itu artinya ia bisa mengerjakan pekerjaan lain yang masih menunggunya. Membereskan yang terserak, membersihkan yang kotor, atau sekadar menyusun ulang tata letak isi rumah semata-mata demi variasi dan keindahan. 

Siang pun datang. Diistirahatkannya sejenak badan yang sebenarnya sangat lelah namun sering tak dirasa itu. Sejenak saja. Karena ada kalanya panggilan pekerjaan datang tiba-tiba, seperti hujan yang turun dengan begitu deras dan mendadaknya, hingga harus segera mengangkat jemurannya. Atau anaknya yang sudah beranjak bangun dari istirahat siangnya, hingga ia harus menemani atau mengawasi aktivitasnya kembali. 

Hari beranjak sore. Ia sudah bersiap menyambut kedatangan sang suami dengan wajah yang sebenarnya juga sangat lelah, namun sebisa mungkin ia pasang wajah yang ceria dan senyum yang sumringah. Ia sering merasa, suaminya jauh lebih lelah darinya, maka sebisa mungkin ia berusaha untuk menjadi orang yang mampu menjadi pelipurnya. 

Sambil menanti kedatangan sang suami, dikerjakannya segala sesuatu yang belum terselesaikan. Menyetrika baju, memandikan anak, hingga menyiapkan pakaian. Disiapkannya pula menu makan malam untuk suami dan anaknya. Lantas, ia pun membersihkan, merias, dan mempercantik diri untuk menyambut kedatangan sang suami.  

Malam pun menjelang. Ditemaninya sang suami makan sambil terkadang harus menyuapi sang anak dengan berbagai bujukan. Selepas makan, ia kemudian membereskan dan membersihkan perkakas yang kotor. Lalu barulah ia menemani sang suami ngobrol atau nonton tivi. Atau bersama-sama menemani sang anak untuk belajar. Dan ketika malam sudah semakin larut, maka ia pun harus segera menemani sang anak untuk tidur. 


Setelah sang anak tertidur, ia kembali menemani sang suami. Mendengar keluhkesahnya. Mengajaknya bercanda atau pun kadang memijit badannya. 

Malam semakin larut. Mata sudah semakin mengantuk. Mereka pun beranjak ke tempat tidur untuk beristirahat.

Dinihari, sang suami terbangun. Ia dibangunkan. Ia harus bekerja lagi, kali ini bersama sang suami. Merengkuh kenikmatan duniawi. 

Ia, sosok yang kita bicarakan sekarang ini adalah seorang perempuan, bergelar istri. 


Demikianlah aktivitasnya, nyaris setiap hari. Malah tak jarang pekerjaannya justru bertambah. Dan meski begitu, ia jarang sekali berkeluh kesah. Sebab itu bukan sifatnya. 

Namun, ia tak akan pernah menolak jika ada sang suami berbesar hati untuk membantunya. Semakin tersanjung dan bersyukurlah ia dan merasa menjadi perempuan paling beruntung di dunia.
 
   
 

2 comments