Azastranesia-Budaya. Upacara merupakan kekayaann budaya nusantara. Upacara adat Saparan Rebo Pungkasan adalah salah satu upacara adat yang terdapat di Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Seorang tokoh pelestari budaya bernama D. Mulyono, S.Sos yang juga memiliki gelar Raden Wedono Projo Mulyono adalah penggagas Upacara Adat Saparan Rebo Pungkasan "Kembul Sewu Dulur " ini.
Padepokan Bodronoyo saya bangun karena kecintaan terhadap seni dan budaya" ujar pria paruh baya ini. Sejak remaja, ia telah merantau ke Kota Yogyakarta dan tinggal indekos untuk menyelesaikan studinya. Tidak ingin menyaiakan waktu di perantauan, selain memperoleh pendidikan formal di bangku kuliah, ia juga mendapatkan pendidikan non-formal kesenian wayang di Sekolah Pendhalangan Habirandha. Sambil itu, ia juga menyelesaikan pendidikannya di jurusan Sosiatri di AMPD Yogyakarta. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kembali untuk membangun kampungnya di Girimulyo.
Padepokan Bodronoyo saya bangun karena kecintaan terhadap seni dan budaya" ujar pria paruh baya ini. Sejak remaja, ia telah merantau ke Kota Yogyakarta dan tinggal indekos untuk menyelesaikan studinya. Tidak ingin menyaiakan waktu di perantauan, selain memperoleh pendidikan formal di bangku kuliah, ia juga mendapatkan pendidikan non-formal kesenian wayang di Sekolah Pendhalangan Habirandha. Sambil itu, ia juga menyelesaikan pendidikannya di jurusan Sosiatri di AMPD Yogyakarta. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kembali untuk membangun kampungnya di Girimulyo.
"Saya ini orang desa, jadi saya harus membangun desa dengan mengajak penduduk mengenal potensi desanya." Cerita pria pensiunan PNS Kabupaten Kulon Progo yang biasa dipanggil Bapak Mulyono tersebut.
Mulyono memaparkan, tradisi tahunan Saparan Rebo Pungkasan merupakan tradisi turun-temurun yang hingga sekarang masih dilakukan penduduk di Bendung Kayangan Dukuh Turus, Desa Pendowoharjo,Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Tradisi ini dilaksanakan pada hari Rebo Kliwon yang jatuh pada akhir Bulan Sapar. Tradisi ini dibuat untuk menghargai dan mengenang Mbah Bei Kayangan dan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya pembuatan bendungan.
Mbah Bei Kayangan sendiri adalah salah satu abdi dalem Prabu Brawijaya yang melarikan diri dari Majapahit bersama dua orang pengikutnya yaitu Kyai Diro dan Kyai Somaita. Dalam pelariannya, Mbah Bei Kayangan memutuskan untuk beristirahat sekaligus bertapa di pertemuan Sungai Ngiwa dan Sungai Gunturan yang saat ini termasuk wilayah Pendowoharjo, Girimulyo. Dari pertapaannya, Mbah Bei Kayangan mendapat wangsit agar membuka lahan sebagai pemukiman, area persawahan dan ladang. Oleh karena itu, penduduk Pendowoharjo percaya bahwa Mbah Bei Kayangan sebagai cikal bakal Dusun Kayangan.
Pembuatan bendungan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air, mempermudah irigasi lahan pertanian penduduk yang luasnya berhektar-hektar terutama saat musim kemarau tiba. Bendungan yang dibangun pertama kali masih berupa bendungan sederhana, sehingga saat musim hujan datang bendungan tersebut hanyut terbawa derasnya aliran sungai. Pada zaman pendudukan Belanda, tepatnya tahun 1905 bendungan ini dibangun permanen. Bendungan digunakan untuk irigasi pertanian di wilayah Kulon Progo bagian utara yang mencapai luas ribuan hektar.
Acara adat tradisi Saparan ini telah menjadi suatu kearifan lokal yang kuat dan melekat di masyarakat sekitar Bendungan Kayangan. Kearifan lokal tersebut merupakan budaya yang perlu dilestarikan, sehingga muncul gagasan dari Mulyono untuk memulai memberdayakan kearifan lokan berikut masyarakatnya, sekaligs mengemas kegiatan agar lebih menarik. Hal ini dilakkan dengan menambahkan beberapa acara yang dilaksanakan bersamaan dengan upacara adat kenduri tradisi dengan tidak meninggalkan akar tradisinya.
Terobosan tersebut ternyata dapat berjalan dengan lancar dan bagaikan gayung bersambut banyak masyarakat sekitar pada khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya yang tertarik dan berminat dengan upacara adat ini. Dengan dikemasnya upacara adat ini menjadi lebih baik dan menarik, ternyata berhasil memberi pengaruh yang cukup baik terhadap sektor pariwisata. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya wisatawan yang hadir dalam upcara adat ini setiap tahunnya. Upacara adat Saparan Rebo Pungkasan dan pertunjukan kesenian yang ada tidak lepas dari keterlibatan Sanggar Seni Bodronoyo sebagai motor penggerak utama kegiatan kesenian di Girimulyo.
Mbah Bei Kayangan sendiri adalah salah satu abdi dalem Prabu Brawijaya yang melarikan diri dari Majapahit bersama dua orang pengikutnya yaitu Kyai Diro dan Kyai Somaita. Dalam pelariannya, Mbah Bei Kayangan memutuskan untuk beristirahat sekaligus bertapa di pertemuan Sungai Ngiwa dan Sungai Gunturan yang saat ini termasuk wilayah Pendowoharjo, Girimulyo. Dari pertapaannya, Mbah Bei Kayangan mendapat wangsit agar membuka lahan sebagai pemukiman, area persawahan dan ladang. Oleh karena itu, penduduk Pendowoharjo percaya bahwa Mbah Bei Kayangan sebagai cikal bakal Dusun Kayangan.
Pembuatan bendungan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air, mempermudah irigasi lahan pertanian penduduk yang luasnya berhektar-hektar terutama saat musim kemarau tiba. Bendungan yang dibangun pertama kali masih berupa bendungan sederhana, sehingga saat musim hujan datang bendungan tersebut hanyut terbawa derasnya aliran sungai. Pada zaman pendudukan Belanda, tepatnya tahun 1905 bendungan ini dibangun permanen. Bendungan digunakan untuk irigasi pertanian di wilayah Kulon Progo bagian utara yang mencapai luas ribuan hektar.
Acara adat tradisi Saparan ini telah menjadi suatu kearifan lokal yang kuat dan melekat di masyarakat sekitar Bendungan Kayangan. Kearifan lokal tersebut merupakan budaya yang perlu dilestarikan, sehingga muncul gagasan dari Mulyono untuk memulai memberdayakan kearifan lokan berikut masyarakatnya, sekaligs mengemas kegiatan agar lebih menarik. Hal ini dilakkan dengan menambahkan beberapa acara yang dilaksanakan bersamaan dengan upacara adat kenduri tradisi dengan tidak meninggalkan akar tradisinya.
Terobosan tersebut ternyata dapat berjalan dengan lancar dan bagaikan gayung bersambut banyak masyarakat sekitar pada khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya yang tertarik dan berminat dengan upacara adat ini. Dengan dikemasnya upacara adat ini menjadi lebih baik dan menarik, ternyata berhasil memberi pengaruh yang cukup baik terhadap sektor pariwisata. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya wisatawan yang hadir dalam upcara adat ini setiap tahunnya. Upacara adat Saparan Rebo Pungkasan dan pertunjukan kesenian yang ada tidak lepas dari keterlibatan Sanggar Seni Bodronoyo sebagai motor penggerak utama kegiatan kesenian di Girimulyo.