Woles (slow) artinya santai. Tenang. Tidak gampang marah. Tidak grusa-grusu. Tidak juga kemrungsung. Apalagi sampai menjadi sangat reaktif (atau bahkan anarkis?). Orang yang tidak bisa woles, cenderung tidak bisa berpikir jernih. Pendek akalnya. Buruk perangainya. Ngamukan. Dan, nggak lucu banget deh pokoknya.
Hidup di zaman yang serba cepat ini, saya rasa sikap woles justru semakin kita butuhkan. Terutama dalam menyikapi informasi-informasi yang beredar, baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Hanya dalam hitungan detik informasi bisa datang silih berganti. Memenuhi kepala kita. Mulai dari informasi SARA, fitnah, plintiran, provokatif, hingga informasi hoax. Kesemuanya itu, sering kali menggoda kita untuk berkomentar, bereaksi, dan ikut menyebarkan ke sana-kemari. Tanpa mau mendalami isi dan mengecek keakuratannya. Kita selalu terburu-buru. Menyebabkan hilangnya kesabaran dan ketelitian. Duh Tuhan!
Soal sikap woles ini, kita sudah punya Bapak Woles Nasional yang bisa kita ditauladani kewolesannya. Gus Dur namanya. Beliau itu, mau ‘digimanain’ juga tetap aja woles. Bahkan ketika disuruh mundur dari jabatan presiden pun, beliau masih bisa-bisanya bilang “Lha mau maju saja susah, kok disuruh mundur.”
Gus Dur juga termasuk orang yang paling sederhana dalam berpikir. Baginya, kalau segala sesuatu bisa disederhanakan, kenapa harus dibikin ruwet. Ini tercermin dalam salah satu celetukannya yang paling fenomenal itu, yakni “gitu aja kok repot”. Ckckckck.
Demikianlah, memang dalam hidup ini kita sering kali diruweti oleh banyak persoalan. Tapi, akan lebih ruwet lagi kalau kita tidak bisa menyikapinya secara woles. Sebab woles adalah pangkal kesabaran, kebajikan, kehati-hatian, dan kelucuan. Makanya, woles aja.