Kata sandi turut tentukan masa depan/Ilustrasi Shutterstock |
Kata sandi yang kita gunakan untuk berbagai akun email, media sosial, hp, dan komputer, ternyata memiliki pengaruh besar terhadap cara pandang dan mental kita. Ini mengingat kata sandi tersebut akan selalu terekam dalam memori otak kita dan secara langsung akan turut memengaruhi pola pikir yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi pola tindakan kita. Untuk itu, berhati-hatilah dalam memilih kata sandi.
Kisah di bawah ini akan membuka lebar pandangan kita tentang kata sandi yang selama ini mungkin terlalu kita anggap remeh dan tak punya pengaruh apa-apa terhadap kehidupan kehidupan kita. Padahal bagi sebagian orang, kata sandi dipercaya akan turut mempengaruhi kesuksesan masa depan si pemilik.
Benarkah? Berikut kisahnya.
Kata Sandiku Membawaku Pada Kesuksesan
Sampai sekarang kadang aku masih kurang percaya, atau lebih tepatnya aku masih takjub dengan apa yang terjadi dalam hidupku. Hanya gara-gara kata sandi, aku bisa seperti sekarang ini. Menduduki posisi yang bahkan dulu terlalu tinggi untuk kuimpikan. Terlalu menakutkan untuk diperjuangkan oleh anak seorang buruh pabrik yang miskin dan menderita.
Ini bermula dari suatu keadaan yang pahit dan menyakitkan. Sebulan menjelang kelulusanku dalam sebuah program sarjana, aku putus hubungan dengan kekasihku. Tanpa sebuah alasan yang jelas. Momen wisuda yang kubayangkan akan membahagiakan, hanya bisa kulewati dengan rasa yang paling hambar, tanpa kehadiran seorang perempuan di sisiku. Sebab bagaimanapun juga, aku sangat merasa kehilangannya. Bertahun-tahun kami bersama dan bahkan sudah sampai pada rencana pernikahan. Namun ternyata Tuhan berkehendak lain, yang sungguh membuat hatiku serasa dipilin.
Saat itu rasa benci dan dendam begitu membara di dalam dadaku. Rasa benci itu kuungkapkan di mana saja. Di buku catatan harian, dinding, kamar mandi, komputer, hingga semua akun email dan media sosialku pun tak luput menjadi sasaran ungkapan kebencianku padanya. Aku menjadikan kalimat “@kusangatmembencinya!” sebagai kata sandiku.
(Menggantikan kata sandi sebelumnya "1hatemymother4ever" sebagai ungkapan rasa benci kepada ibuku karena telah meninggalkanku saat aku masih balita demi laki-laki lain hanya karena ayahku jatuh miskin).
Maka setiap kali aku membuka komputer, email, maupun media sosial, aku terus-menerus menuliskan kalimat itu dan terus terang malah membuat aku semakin sering mengingatnya.
Kebencian itu masih terus-menerus kusimpan sampai kemudian aku melamar kerja di sebuah perusahaan ternama di ibukota. Untungnya, meski dalam kondisi seperti itu, nasib baik masih berpihak padaku. Dengan berbekal kemampuan komunikasiku yang memang terbilang baik, aku diterima sebagai seorang public relation. Seiring dengan kesibukan dan aktivitas sehari-hari yang kujalani, secara perlahan rasa benci itu kemudian mulai terkikis. Walau aku tetap menjadikan kalimat kebencian itu sebagai kata sandi di semua akun email dan media sosialku.
Hingga pada suatu sore, sepulang dari kerja dalam kondisi ngantuk dan lesu, aku menabrak seorang lelaki tua pengendara sepeda di jalan raya. Aku pun segera turun dari kendaraanku dan memastikan apa yang terjadi dengan orang yang kutabrak barusan. Untungnya orang itu tidak apa-apa. Aku pun kemudian meminta maaf, mengakui kesalahan, dan bermaksud memberinya beberapa lembar uang. Namun dengan cepat ia menolak, disusul sebuah senyum yang sangat tulus.
“Tidak apa-apa. Kembalilah ke kendaraanmu dan berhati-hatilah. Aku memaafkanmu.”Ujarnya. Lalu sang kakek pun pergi meninggalkanku.Aku tercekat untuk beberapa saat dan menyadari ada sesuatu yang berharga telah hilang dari diriku. Yaitu maaf.
Ya, berbulan-bulan lamanya aku hidup dengan kebencian bahkan kepada orang yang dulu pernah begitu kusayangi. Maka sore itu pula, aku berjanji untuk menjadi seorang pemaaf. Dan pada malam harinya, aku mengganti semua kata sandiku dengan kalimat “@akuadalahseorangpem44f”.
Karena pekerjaan dan aktivitasku yang banyak bersinggungan dengan komputer, email, dan media sosial, maka berulang kali pulalah aku dalam sehari menuliskan kalimat itu. Dan itu kurasakan membawa banyak perubahan baik padaku. Aku jadi benar-benar bisa berdamai dengan masa lalu. Aku telah memafkannya. Setulus hati.
Satu bulan kemudian, aku mengganti kata sandiku lagi dengan kalimat lain. Kalimat "Akuadalahorangyangpenuhsemang4tdanpekerjakera5!" akhirnya kupilih menjadi kata sandi kala itu, menggantikan kata sandi sebelumnya setelah aku merasa berhasil menjadi seorang pemaaf.
Perubahan kata sandi itu ternyata membuatku jadi lebih bersemangat dalam bekerja. Performa kerjaku menjadi lebih baik. Klienku perusahaan tempatku bekerja banyak yang menyukai kinerjaku. Dan wajahku, kini seakan telah memancarkan aura yang memikat dan memesona. Setidaknya, begitulah teman-temanku selalu berkata.
"Wajahmu seperti bercahaya."Puji seorang teman yang kemudian juga bertanya apa resepnya.
"Hanya kata sandi," kataku. "Ubahlah kata sandi akunmu dengan kalimat yang lebih positif lagi." Aku memberikan resep padanya.
Seakan tak puas dengan capaianku saat itu, setelah berkali-kali merasakan sendiri manfaat besar kata sandi akunku, aku pun kemudian menggantinya lagi dengan kalimat positif lain.
“@kuakannaikjabatan3bulanin1”
Demikianlah kemudian kuganti kata sandi seluruh akunku. Setiap hari aku menuliskannya. Setiap hari aku mengingatnya. Dan setiap hari pula aku seakan tengah mengumpulkan energi untuk mencapai itu semua.
Dan benar saja, tiga bulan berlalu setelah pergantian kata sandi itu, aku dipromosikan untuk menduduki kursi direksi. Oh...bahagia sekali rasanya. Aku benar-benar merasakan kekuatan besar kalimat yang setiap hari kutuliskan, kuingat, dan kupanjatkan kepada Tuhan.
Selanjutnya, aku terus mengganti kata sandi akunku dengan keperluanku. Dan semuanya tercapai sebagaimana yang kuinginkan.
Tak henti-hentinya aku bersyukur kepada Tuhan yang begitu pemurah. Kepada alam semesta yang telah menyalurkan energinya kepadaku. Aku sangat berterimakasih padanya. Sebab bermula dari katasandi lah kini aku bisa mendirikan sebuah perusahaan sendiri, mendirikan panti sosial, menjadi donatur tetap beberapa lembaga pendidikan, plesir ke luar negeri, dan menginap di hotel ini bersama istriku yang cantik dan sangat aku cintai. Kini aku sedang menikmati secangkir kopi sambil membaca sebuah majalah yang memuat namaku di antara orang-orang terkaya dan berpengaruh di dunia.
Aku merasa seperti orang yang paling bahagia di dunia ini. Sekali lagi, terimakasih Tuhan.
The Oberoi Hotel, Dubai, Agustus 2015
John Rich