Bagaimana Agar Tubuh Tetap Bugar? (Ilustrasi via yegfitness.ca) |
Hari itu, hemoglobin saya sudah diperiksa dan dinyatakan layak, sehingga kemudian saya bisa langsung masuk ke ruang pengambilan darah dan berbaring di sebuah ranjang tempat biasa para donor berbaring.
Seperti biasa, proses pertama yang kemudian dilakukan oleh petugas adalah memeriksa tensi darah donor. Namun begitu melihat hasilnya, sang petugas menggelengkan kepala. Lalu dicobanya lagi hingga dua kali, dan ternyata hasilnya tetap sama.
Hari itu, oleh petugas saya dinyatakan tidak bisa diambil darahnya dan dapat kembali tiga hari kemudian, karena tensi darah saya saat itu hanya berada di angka 90 mmHg.
“Ini anomali!” pikir saya kala itu. Karena memang selama ini, saya tak pernah mengalami kendala ketika hendak pengambilan darah. Selalu lancar tanpa hambatan. Hal itu didukung fakta bahwa secara umum, sebagaimana saya rasakan, kondisi tubuh saya selalu fit.
Waktu tiga hari yang diberikan kemudian saya pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk menaikkan tensi darah, seperti makan satai, minum susu, mengoptimalkan waktu istirahat, dan memperbaiki pola makan.
Alhamdulillah, pada 13 Mei sore lalu, saya kembali ke UPTD RS dr.Sardjito dan setelah sempat deg-degan karena khawatir tensi darah belum naik, akhirnya sang petugas berkata bahwa tensi darah saya 110 mmHg. Pengambilan darah pun bisa dilakukan. Saya lega.
Ketika proses pengambilan darah itulah, saya bertanya kepada petugas ihwal apa sebenarnya yang membuat tensi saya turun sampai segitunya?
“Bisa karena kurang istirahat Mas.”jawabnya.
Presisi! Saya langsung membenarkan apa yang dikatakannya. Karena dalam beberapa hari sebelumnya, saya memang kurang istirahat. Secara kuantitas, sebenarnya telah cukup. Tapi secara kualitas, benar-benar buruk. Ada beban pikiran yang masih bergelayut di otak sehingga membuat istirahat saya terganggu.
Itulah alasan mengapa saya percaya bahwa segala macam sumber penyakit tubuh itu asalnya dari pikiran dan stabilitas emosi. Karena ketika kondisi pikiran dan emosi kita sedang menanggung beban, maka kualitas istirahat kita pun akan menjadi buruk, yang pada akhirnya berakibat pada penurunan daya tahan tubuh. Lalu sakit.
Bagi saya yang aktivitas kesehariannya lebih banyak menggunakan pikiran, hal semacam itu tentu sangat mengkhawatirkan. Saya kurang banyak beraktivitas fisik. Saya juga jarang berolahraga, selain dalam salat, bermeditasi, berjalan, tertawa, dan bertemu orang lain. Karenanya, saya harus menempuh alternatif lain agar tubuh saya tetap bugar.
Melestarikan Ajaran Para Pendahulu
Saya termasuk orang yang sangat memercayai bahwa ajaran, budaya, dan pola hidup nenek moyang kita dulu amatlah bestari, adiluhung, dan waskita, sehingga sangat penting ditiru dan dilestarikan.
Oleh mereka tumbuhan, binatang, dan seisi alam ini diperlakukan dengan bijak. Jika pun kemudian mereka menemukan manfaat darinya, mereka tidak eksploitatif. Melainkan hanya mempergunakan seperlunya. Bahkan justru akan menanam tumbuhan tersebut di dekat rumahnya. Agar bisa terus berdekatan, "berinteraksi", dan intim.
Karena kedekatannya dengan alam itulah, barangkali, yang mampu membuat mereka dapat bertahan hidup lebih lama; tetap sehat dan bugar hingga mereka meninggalkan dunia.
Begitu pula dengan saya, karena kepercayaan terhadap kearifan para pendahulu itulah, sampai sekarang saya tak pernah absen dari meminum minuman herbal atau jamu peras, sekurang-kurangnya sebulan sekali. Sebenarnya ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan saya sejak kecil dulu. Ibu saya seorang pedagang kue di pasar, yang kalau kuenya tidak habis sering ditukar dengan jamu gendong. Dan karena di jamu-jamu itu hanya bertahan tak lebih dari 12 jam, maka mau tak mau harus segera dihabiskan. Biasanya saya meminumnya pada malam hari agar keesokan paginya badan terasa lebih segar.
Alhamdulillah, sebagai hasilnya selama hampir 6 tahun merantau di Jogja saya tak pernah sakit. Ya paling-paling cuma pusing dan masuk angin, yang itu akan sembuh hanya dengan kerokan dan minum kopi.
Minuman Sehat Adalah Minuman yang Alami
Untuk menjadi sehat dan tetap dalam kondisi prima, selain saya tempuh dengan memanajemen pikiran dan batin, saya selalu memperhatikan kuantitas dan kualitas cairan yang masuk ke dalam tubuh saya. Tentang hal ini, saya sudah pernah menuliskannya dalam sebuah tulisan berjudul “Air adalah Sumber Kehidupan” yang menyinggung soal pentingnya air putih bagi tubuh.
Ya, yang pertama dan utama memang air putih. Ia menjadi perhatian utama saya sehari-hari. Ada tanda-tanda yang bisa saya rasakan ketika kurang minum air putih, yakni hidung saya akan tersumbat oleh ingus yang mengental. Kondisi tersebut tentu membuat tidak nyaman. Selain menganggu pernapasan, juga sangat mengganggu saya ketika berinteraksi dengan orang lain.
Di samping itu, saya juga bisa mendeteksinya dari warna air seni yang ketika kurang minum air putih, maka warna air seni kita akan berwarna kuning. Soal ini, pasti sudah menjadi pengetahuan umum.
Selain air putih, seperti yang sudah saya katakan di muka, saya juga rajin meminum minuman herbal dan sehat, seperti jamu beras kencur, wedang jahe, wedang rempah, atau wedang serai.
Kebiasaan itu pula yang kemudian juga membawa saya bertemu dengan Pak Mukhlis, seorang pengusaha minuman herbal di Jogja pada April 2015 lalu. Hingga kami pun bekerja sama untuk sebuah bisnis kafe herbal di sebuah mal di Jogja.
Di kafe herbal tersebut, kami menjual jamu godok, kunir asem, beras kencur, jahe merah, bajigur, bandrek, ekstrak kulit manggis, jahe murni, jahe susu, wedang uwuh, kopi herbal, dan temulawak.
Ternyata para pengunjung mal, yang rata-rata adalah orang-orang kelas menengah atas, merasa senang sekali dengan keberadaan kafe jamu kami. Saya kemudian berpikir, mereka saja yang katakanlah sudah sejahtera dan makmur, toh akhirnya tetap kembali kepada alam untuk memelihara kebugaran tubuhnya.
Dari sanalah kemudian keyakinan saya terhadap kearifan nenek moyang terdahulu semakin termantapkan. Dan saya semakin menaruh hormat kepada para sosok penjaga itu; Pak Mukhlis, para penjaja jamu peras, dan UMKM, serta perusahaan-perusahaan besar yang masih berkomitmen terhadap minuman sehat khas Indonesia.
Dari Jogja Untuk Indonesia, Melalui Temulawak
Salah satu tanaman yang sangat bermanfaat untuk kesehatan dan kebugaran tubuh kita adalah temulawak. Tanaman ini sudah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan badan pascasakit.
Berdasarkan sifat-sifat zat aktif yang terkandung di dalamnya, temulawak diketahui mempunyai berbagai macam manfaat di antaranya: dapat memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, pereda nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah, sebagai antioksidan, dan membantu menghambat penggumpalan darah.
Karena manfaatnya yang begitu besar itulah, kemudian timbul keinginan agar temulawak dapat dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Menurut BPOM, temulawak merupakan salah satu dari dari sembilan tanaman obat unggulan Indonesia.
Untuk itu, pada tanggal 14 Juli 2005, bertempat di Keraton Yogyakarta telah dilakukan pencanangan “Gerakan Nasional Minum Temulawak” yang diresmikan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia bersama Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Gerakan Nasional Minum Temulawak yang telah dicanangkan sejak 12 tahun lalu tentu sangat mulia sekali, dan sebenarnya sangat aplikatif. Kita bisa menemukan minuman temulawak di banyak tempat, seperti di pasar-pasar, di penjual jamu, atau bahkan bisa membuatnya sendiri. Alam dan lingkungan sekitar kita masih bermurah hati menyediakan semuanya kepada kita.
Namun untuk orang-orang yang punya mobilitas tinggi, tentu hal tersebut menjadi kendala tersendiri. Terutama soal waktu. Kita acap kali (merasa) terlalu sibuk, sehingga untuk sekadar pergi ke pasar, mampir di lapak penjual jamu, atau membuat minuman sari temulawak sendiri saja tak sempat.
Ujung-ujungnya, meminum sari temulawak jadi terlupakan. Dan ini sangat berbahaya. Karena orang yang punya mobilitas tinggi tetap harus didukung dengan kondisi tubuh yang bugar dan sehat--yang cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan minum temulawak.
Karenanyalah, kita butuh minuman temulawak yang dapat dibawa ke mana-mana. Praktis, tidak memakan tempat, dan bisa diminum kapan saja.
Sudah Ada Solusinya
Untungnya, kini hal tersebut bukan masalah lagi. Karena kita sudah bisa mendapatkan minuman semacam itu di apotek dan toko-toko sekitar kita. Salah satu produk yang saya temukan dan akhirnya saya pilih karena berbagai keunggulannya adalah Herbadrink Sari Temulawak.
Herbadrink Sari Temulawak dapat membantu memelihara kesehatan hati. (dok.pri) |
Minuman sehat ini berhasil menarik perhatian saya karena menurut keterangan pada boksnya, dibuat berdasarkan resep minuman tradisional, sehingga kenikmatan rasa dan kealamiahannya tidak berkurang.
Minuman yang diproduksi oleh PT. Konimex ini dibuat tanpa bahan pengawet. Hal itu bisa dilihat batas waktu expired produk. Berdasarkan pengalaman saya bekerja sama dengan Pak Mukhlis, saya paham bahwa untuk minuman serbuk kering tanpa pengawet yang dikemas dengan alumunium foil plus kardus, biasanya tak akan bertahan lebih dari dua tahun.
Minuman sehat yang bisa disajikan dengan air panas dan dingin ini tersedia dalam dua varian. Yakni Herbadrink Sari Temulawak dengan gula dan Herbadrink Sari Temulawak bebas gula. Sebagai gantinya, PT. Konimex menggantinya dengan Sukralosa, yakni pemanis buatan tanpa kalori dan tidak berefek pada metabolisme karbohidrat, kontrol glukosa darah jangka pendek maupun panjang, ataupun pelepasan insulin.
Herbadrink Sari Temulawak bebas gula (dok.pri) |
***
Herbadrink Sari Temulawak juga sangat cocok untuk menjadi teman beraktivitas seperti membaca buku dan ngeblog (dok.pri) |
Kebahagiaan dan pengalaman baik itu baru berarti ketika dibagikan kepada orang lain. Saya percaya itu. Maka dari itulah, saya menuliskan cerita ini di sini. Untuk Anda.
Maka dari itulah, saya berbagi Herbadrink Sari Temulawak kepada teman, bapak, dan ibu kos. Pertama-tama mereka hanya mengambil satu untuk coba-coba, namun setelah menikmati rasanya, mereka minta dua lagi. Hehe
Bacaan:
Buletin InfoPOM, Vol.6 No.6 November 2005, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.