Saya baru ingat, setelah mengecek hasil tes psikologi saya yang dulu, ternyata saya juga cocok apabila menjadi seorang politisi. Hasil tes itu dulu sempat menggiring cita-cita saya untuk menjadi seorang anggota dewan di awal-awal kuliah. Cita-cita itu dulu sangat menggebu, namun sekarang sudah sedikit meredup.
Seorang politisi, seharusnya memang pandai dan gemar mendengar, agar aspirasi rakyat bisa benar-benar sampai ke telinganya, diperjuangkan di parlemen, dan diwujudkan dalam bentuk kebijakan. Jika seorang politisi kurang pandai mendengar aspirasi rakyat, maka yang akan terdengar olehnya pasti hanyalah nafsunya sendiri dan politisi Indonesia sekarang banyak yang lebih sibuk berbicara ketimbang mendengarkan aspirasi rakyat.
Seorang politisi, seharusnya memang pandai dan gemar mendengar, agar aspirasi rakyat bisa benar-benar sampai ke telinganya, diperjuangkan di parlemen, dan diwujudkan dalam bentuk kebijakan. Jika seorang politisi kurang pandai mendengar aspirasi rakyat, maka yang akan terdengar olehnya pasti hanyalah nafsunya sendiri dan politisi Indonesia sekarang banyak yang lebih sibuk berbicara ketimbang mendengarkan aspirasi rakyat.
Ah, saya jadi ingat dengan cerpen favorit saya yang sampai saat ini melekat erat dalam pikiran saya.
Cerpen itu berjudul Cerita Buat Bapak Presiden karangan sastrawan idola saya, Agus Noor. Cerpen itu, pada pokoknya berbicara tentang pentingnya kemampuan dan kemauan mendengar, terlebih bagi seorang pemimpin. Cerpen itu, sungguh telah menjadi afirmasi bagi saya untuk terus merawat kemampuan mendengar ini dengan baik. Terlepas kelak saya akan menjadi politisi beneran atau tidak, itu lain soal.
Silakan baca cerpennya di sini
Cerpen itu berjudul Cerita Buat Bapak Presiden karangan sastrawan idola saya, Agus Noor. Cerpen itu, pada pokoknya berbicara tentang pentingnya kemampuan dan kemauan mendengar, terlebih bagi seorang pemimpin. Cerpen itu, sungguh telah menjadi afirmasi bagi saya untuk terus merawat kemampuan mendengar ini dengan baik. Terlepas kelak saya akan menjadi politisi beneran atau tidak, itu lain soal.
Silakan baca cerpennya di sini