Ilustrasi Lintang Kemukus: alliswall |
Barusan ngobrol panjang dengan Bapak. Membicarakan hal-hal remeh di rumah. Mendengarkan dia bercerita tentang masa sakitnya bulan kemarin.
Di antara banyaknya obrolan itu, ada satu topik yang menurut saya menarik dan mungkin penting.
Tadi bapak nanya, apakah saya sudah melihat lintang kemukus? Tentu saja saya menjawab belun. Saya tidak pernah open dengan bintang-bintang di langit. Apalagi saya hidup di kota, yang cahaya penerangannya telah menghilangkan eksistensi bintang dalam penglihatan manusia.
Kemarin sore, katanya, dia melihat lintang kemukus itu, posisinya di dekat lintang panjer sore. Tadi pagi ia juga mencari lintang itu, di dekat lintang panjer isuk, nggak ada.
Lalu dia bercerita, di tahun 65 saat negeri ini dilanda huru-hara, banyak masyarakat yang katanya menyaksikan lintang kemukus. Ahmad Tohari telah mencatat peristiwa itu dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk.
Lintang kemukus ini, bagi orang Jawa merupakan tanda datangnya bencana, kekacauan, perang, kerusuhan, kematian, atau wabah penyakit. Kepercayaan itu rupanya masih tetap bertahan hingga kini.
Lintang kemukus yang dibicarakan Bapak sebenarnya adalah komet. Disebut lintang (bintang) kemukus karena terlihat seperti mengeluarkan asap.
Wartawan Kompas, M Zahid Wahyudi, mencatat lintang kemukus yang dikaitkan dengan pandemi Covid-19 adalah komet ATLAS (C/2019 Y4). Komet ini ditemukan tim survei astronomi robotik Asteroid Terrestrial-impact Last Alert System (ATLAS) di Hawaii, Amerika Serikat, 28 Desember 2019. Saat itu, komet dengan magnitudo atau tingkat kecerlangan 20 tersebut terlihat di dekat rasi Ursa Major pada jarak 439 juta kilometer (km) dari Matahari.
Seiring waktu, komet makin dekat ke Matahari hingga kecerlangan komet berubah signifikan. Kecerlangan komet mencapai magnitudo 8 (makin kecil magnitudo artinya makin terang) pada akhir Maret 2020. Namun, drastisnya peningkatan kecerlangan komet itu justru mengkhawatirkan karena jadi tanda inti komet akan pecah sebelum mencapai titik terdekatnya ke Matahari.
Kekhawatiran itu akhirnya menjadi nyata. Masih menurut catatan Wahyudi, pada awal April lalu, inti komet tampak memanjang searah dengan sumbu ekornya. Itu menjadi tanda awal kehancuran komet. Pengamatan pada 12 April 2020 menunjukkan inti komet ATLAS sudah terpecah menjadi empat bagian.
Kehancuran itu membuatpara astronom menyaksikan pemandangan langit yang spektakuler.
Soal peristiwa huru-hara tahun 65, catatan astronom menunjukkan, ternyata pada saat itu memang ada komet Ikeya-Seki (C/1965 S1) yang terlihat sejak pertengahan September 1965.
Jadi sebenarnya lintang kemukus yang dilihat Bapak bukanlah sesuatu yang terlalu perlu ditakutkan. Kepercayaan masyarakat Jawa tentang lintang kemukus sebagai pertanda datangnya bencana dapat dipahami sebagai cara untuk bertahan hidup di tengah ketidakpastian karena pandemi Korona ini. Lha wong kondisinya memang lagi begini. Kita sedang berperang dengan musuh yang tak terlihat, dan begitu mematikan. Di depan sana, ada para ahli medis dan ahli virus, dan ahli vaksin yang sedang berperang untuk kita.
Di saat-saat seperti ini, saya pikir, penting bagi negara untuk dapat memberikan secercah kepastian kepada rakyatnya. Dan kepastian itu tidak akan hadir setelah rakyat Indonesia menonton video pelatihan di Skill Academy by RUANG GURU.