Kemanunggalan Pemain dan Suporter Sepak Bola* - Jurnal Darul Azis

Kemanunggalan Pemain dan Suporter Sepak Bola*

Kemanunggalan Pemain dan Suporter Sepak Bola*



Sumber Ilustrasi : www.supersoccer.co.id

Begitu sering terjadi bentrok antarsuporter klub sepakbola ataupun dengan warga, baik di Jogja maupun di Indonesia. Hal itu seketika mengingatkan penulis pada sosok Didier Drogba sebagaimana diulas Sugeng Pranyoto di Harian Jogja pada 28 Februari lalu. Prestasi besar Didier Drogba dalam mendamaikan perang saudara yang berkepanjangan di negaranya, Pantai Gading, memang amat patut diapresiasi. Yakni ketika pada Oktober 2005 lalu, Drogba membawa Pantai Gading untuk pertama kalinya menembus Piala Dunia 2006 di Jerman, setelah menekuk Sudan 3-1.

Prestasi itu, tulis Sugeng, langsung disambut ribuan orang dengan turun ke jalan untuk merayakan kemenangan tersebut. Saat itulah, momen perdamaian terjadi. Di hadapan ribuan orang, Drogba memimpin rekan-rekannya menyerukan perdamaian. “Saudara-saudaraku di utara dan di selatan, kami berlutut untuk memohon agar kalian menghentikan peperangan ini. Negara hebat seperti Pantai Gading  tidak boleh tenggelam dalam genangan darah.”


Peristiwa kemanusiaan di atas tentu sangat layak untuk terus kita ingat (kembali) sebagai bagian dari sejarah persepakbolaan dunia. Sebab darinya kita dapat memetik pelajaran betapa ternyata sepak bola memiliki pengaruh yang luar biasa besar bagi terciptanya perdamaian sebuah negara. 

Bagi Indonesia, peristiwa tersebut juga sangat relevan untuk dijadikan sebagai bahan renungan di antara banyaknya masalah dalam dunia persepakbolaan kita, mulai dari segi prestasi, manajemen klub hingga perilaku para suporter yang seringkali malah memalukan klub yang didukungnya.   


Figure Effect

Dilihat dari sudut pandang yang lebih khusus, kita dapat mengggarisbawahi bahwa sebenarnya para pemain sepak bola memiliki pengaruh yang luar biasa besar bagi suporternya, mereka merupakan sosok panutan bagi suporternya. Jika demikian, tentu seharusnya antara suporter, klub, manajemen klub, dan pemain sepak bola mulai dipahami sebagai satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan. Terutama antara pemain dengan suporter, idealnya jarak antar keduanya tidaklah terlalu jauh, karena kebesaran sosok pemain pada akhirnya akan ditentukan oleh suporternya, begitu pun sebaliknya. Selama ini belum ada pembauran semacam itu. Jarang pula kita dengar, pemain klub sepak bola berpetuah agar suporternya jangan sampai bertindak anarkis serta dapat menerima hasil pertandingan dengan lapang dada (jika kalah) dan tidak jemawa (jika menang).


Hal itu harus mulai disadari oleh para pemain maupun manajemen klub sepak bola kita. Di sini kita dapat analogikan para pemain sebagai pemimpin dan suporter sebagai pengikut. Dengan demikian, para pemain pada hakikatnya juga bertanggungjawab atas baik buruk suporter dan klubnya. Begitu juga dengan para suporter, mereka memiliki tanggungjawab untuk turut menjaga nama baik klub dan pemain yang didukungnya.


Setelah itu, barulah kita dapat berbicara sportifitas pertandingan dan kedisiplinan suporter untuk menciptakan pertandingan yang enak ditonton, menghibur, dan suporter dapat akur satu sama lain. Sebab bagaimanapun juga, hubungan antara pemain, klub, dan suporter tidak seharusnya hanya dimaknai sebagai hubungan teritorial atau fans-idola semata, melainkan juga terdapat hubungan organisasi, yang di dalamnya terdapat tujuan bersama, upaya pencapaian, dan siapa yang berada di depan serta siapa yang berada di belakang. Penulis yakin, kebersatuan antara suporter dengan para pemain klub dukungannya, dapat membawa perubahan yang lebih baik bagi persepakbolaan kita.

*Esai ini telah diterbitkan pertama kali oleh koran Harian Jogja  di kolom Suara Mahasiswa edisi 24 Maret 2015
Please write your comments