Sejarah Singkat Candi Cetho Karanganyar Jawa Tengah - Jurnal Darul Azis

Sejarah Singkat Candi Cetho Karanganyar Jawa Tengah

Sejarah Singkat Candi Cetho Karanganyar Jawa Tengah

Candi Cetho berlatar belakang agama Hindu. Pola halamannya berteras dengan susunan 13 teras meninggi ke arah puncak. Bentuk bangunannya berteras mirip dengan bentuk punden berundak masa pra-sejarah. Candi ini diperkirakan berdiri pada abad ke 14. Prasasti dengan huruf Jawa kuno pada dinding gapura teras ke VII berbunyi "Pelling oadaneu urujabf vyjy tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397", yang dapat ditafsirkan peringatan pendirian tempat peruwatan atau tempat untuk membebaskan dari kutukan didirikan pada tahun 1937 (1475 M). Adapun fungsi Candi Cetho sendiri kala itu adalah sebagai tempat ruwatan. Ini terlihat melalui simbol-simbol dan mitologi yang ditampilkan oleh arca-arcanya. Mitologi yang disampaikan berupa cerita Samudramanthana dan Gerudeya. Sedangkan simbol penggambaran phallus dan vagina dapat ditafsirkan sebagai lambang penciptaan atau dalam hal ini adalah kelahiran kembali setelah dibebaskan dari kutukan.


Cerita Samudramanthana 
Cerita Samudramanthana menceritakan taruhan antara kedua istri Kasyapa yaitu Kadru dan Winata pada pengadukan lautan susu untuk mencari air amarta atau air kehidupan. Gunung Mandara dipakai sebagai pengaduknya. Dewa Wisnu berubah menjadi seekor kura-kura  dan menopang Gunung Mandara. Kadru menebak bahwa ekor kuda pembawa air amarta yang akan keluar dari lautan susu  berwarna hitam. Sedangkan Winata menebak ekor kuda itu berwarna putih. Ternyata kuda yang membawa air amarta berwarna putih. Tetapi anak-anak Kadru yang berwujud ular menyemburkan bisanya sehingga warna ekornya berubah menjadi warna hitam. Walaupun bertindak curang, Kadru menang dalam taruhan tersebut. Kemudian, Winata dijadikan budak oleh Kadru.


Relief Candi Cetho (Kredit gambar : Azis)
 
Cerita Garudeya

Cerita Garudeya mengisahkan tentang pembebasan Winata oleh anaknya, Garudeya. Ia menemui para ular meminta ibunya dibbaskan dari budak perbudakan Kadru. Mereka setuju asalkan Garudeya dapat menukar dengan ari amarta. Akhirnya, Garudeya pergi ke tempat penyimpanan air amarta yang dijaga oleh para dewa. Kemudian, air tersebut diserahkan kepada para ular. Sesuai dengan perjanjian, Winata pun akhirnya berhasil dibebaskan dari perbudakan Kadru.

Penemuan, Penelitian, dan Pemugaran. 
Candi Cetho pertama kali dikenal dari laporan penelitian van der Vilis pada tahun 1942 yang kemudian penelitian dan pendokumentasiannya dilanjutkan oleh W.F. Stuterhein, K.C. Crucq dan A.J. Bernet Kempers. Setelah itu, pada tahun 1976, Riboet Darmosoetopo dkk melengkapi hasil penelitian sebelumnya. Kemudian, pada tahun 1975/1976 Sudjono Humardani melakukan pemugaran terhadap kompleks Candi Cetho dengan dasar "perkiraan", bukan berdasarkan kondisi asli.  Dengan kata lain, pemugaran tersebut tidak mengikuti ketentuan pemugaran cagar budaya yang benar. Barulah pada tahun 1982, Dinas Purbakala (sekarang Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) melakukan penelitian kembali dalam rangka rekonstruksi.

Refeensi : Papan informasi kawasan Candi Cetho
Please write your comments