Ketika Mahasiswa Jogja Harus Pulang Ke Kampung Halamannya. - Jurnal Darul Azis

Ketika Mahasiswa Jogja Harus Pulang Ke Kampung Halamannya.

Ketika Mahasiswa Jogja Harus Pulang Ke Kampung Halamannya.

Ramon, 1 jam sebelum meninggalkan Jogja.
Di tengah hiruk pikuk berita tentang aksi teror di Jakarta, tak banyak orang yang tahu bahwa di hari yang sama, Jogja kehilangan tamu terbaiknya. Pada hari Kamis (14/1), Ramon (25) akhirnya pulang ke tanah kelahirannya setelah selama 7 tahun lebih tinggal di Jogja. Sesaat sebelum kepulangannya, pemuda asal Ternate ini mengungkapkan kesedihannya karena harus meninggalkan kota yang menurutnya menyimpan sejuta kenangan itu.

"Sedih juga, akhirnya harus pulang juga. Berat." Ujarnya dengan mimik muka yang.. ya benar-benar sedih.

Ia berkisah, awal mula kedatangannya ke Jogja karena dipaksa orangtuanya untuk melanjutkan kuliah. Meski sempat menolak karena ada rasa takut hidup jauh dari orang tua, namun akhirnya ia berangkat juga. Untuk pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di kota pelajar itu pada bulan Agustus 2008. Ia tidak sendiri, ada beberapa teman-temannya yang juga dari Ternate. Mereka pun akhirnya diterima di UPN Veteran Yogyakarta.

Perjuangannya dalam menyelesaikan kuliah sungguh luar biasa. Dialah sebenarnya tokoh utama dalam tulisan saya berjudul Ketika Mahasiswa (Semester) Tua Mencurahkan Isi Hatinya. Pada bulan Oktober 2015 yang lalu, akhirnya ia dapat menyelesaikan studinya. Dan hari ini... ia harus segera pulang.

Ramon mungkin adalah satu di antara sekian banyak mahasiswa di Jogja yang terlalu nyaman hidup di Jogja. Meninggalkan Jogja, bagi banyak orang sungguhlah berat. Bahkan mungkin, lebih berat dari sekadar meninggalkan mantan pacar yang memang sudah tidak mau diajak balikan lagi. ((((Mantaan lagiiii))))

Jogja sarat dengan kenyamanan, ketenangan, dan kenangan. Hingga saat ini, meski banyak orang yang mengeluhkan tentang ketidaksamaan Jogja dengan yang dulu-dulu, tapi masih banyak yang tetap merasa nyaman di Jogja. Jogja, siapa pun sultan(ah)nya juga tetap tenang dan tenteram saja. *eh 

Bagi setiap orang yang pernah hidup di dalamnya, Jogja telah menyisakan banyak kenangan, mulai dari yang indah-indah, mengharukan, memalukan, memilukan, hingga kenangan pahit. Kenangan-kenangan itulah yang kemudian kekal dalam ingatan. Begitu selalu.

Jogja kini, juga sudah semakin lengkap fasilitasnya. Hotel semakin banyak, apartemen mulai bermunculan, kos-kosan eksklusif mulai menjamur, mall juga bertambah, tempat wisata apalagi, sangat instagram-able. Kurang apa lagi coba?

Kesemuanya itu, seakan semakin menambah bobot Jogja untuk semakin berat jika hendak ditinggalkan.

Tapi.. semua akan berbeda ketika sudah harus dihadapkan dengan kenyataan. Ramon punya tanggungjawab yang lebih besar. Punya tugas yang lebih berat. Begitu juga dengan mahasiswa/i lainnya. Ia tidak bisa hanya bermain-main dengan Jogja yang candu itu. Sebab di depan sana, ada banyak orang dan banyak hal yang telah menunggu untuk disapa. 

Dan akhirnya, setiap orang yang pernah terjebak di comfortable zone dengan Jogja tetap harus pergi. Harus move on. Sampai mereka tahu, masihkah Jogja layak untuk dirindukan dan dikunjungi kembali atau tidak. Jika masih, kita perlu menyapanya kembali suatu hari nanti. Namun jika tidak, biarkan ia menjadi kenangan, yang kekal dalam ingatan. 

"Suatu hari nanti, aku pasti ke sini lagi." Ia berujar dengan mantap. Seolah sedang berjanji kepada kota yang telah menjadikannya seorang sarjana itu. Saya pun mengamini.
Sampaikan salamku untuk tanah Ternate, Mon. Semoga suatu saat aku juga bisa bertandang ke sana. 
Please write your comments