Skripsi dan Tesis yang Dibuang dan Baper yang Tak Beralasan - Jurnal Darul Azis

Skripsi dan Tesis yang Dibuang dan Baper yang Tak Beralasan

Skripsi dan Tesis yang Dibuang dan Baper yang Tak Beralasan


Belum juga redup pembicaraan tentang Tere Liye, eh lha kok ini ada topik baru lagi.  Sepertinya memang, media sosial tidak diciptakan kecuali agar dunia ini semakin ramai. Iya nggak sih, Mark Zuckerberg? 

Tapi menurut saya ini lebih seru sih, karena menyangkut golongan kelas menengah yang sukanya menye-menye itu. Ya...Anda benar, tentang gambar skrispi dan tesis yang kemarin juga ramai itu. Tanpa harus menunggu esok hari, beranda fesbuk dan umpan di bbm saya pun langsung berseliweran gambar tumpukan skripsi di samping sebuah gedung yang kemudian tampak dikarungi dan akan dimuat menggunakan mobil colt, lengkap dengan komentar-komentar baper yang menyertainya.
 
Sebenarnya saya menemukan satu kejanggalan di antara foto tersebut, yakni skripsi yang disebut tesis. Agar lebih yakin, coba Anda amati lagi gambar ‘tesis’ berwarna hijau, maka Anda akan menemukan sebuah tulisan yang “diajukan untuk mencapai gelar sarjana pendidikan Bahasa Inggris”. Tapi yang juga perlu Anda tahu adalah, bahasa Inggris saya cukup buruk. Jadi, Anda tak perlu memercayai penemuan saya itu.
 
Tapi okelah, terlepas dari itu semua, toh saya geli juga untuk urun komentar, setelah sehari sebelumnya saya puasa komentar atas status bully-able penulis produktif yang konon bukunya senantiasa laris itu.

Jadi begini, sejak dalam pembuatannya kita semua paham bahwa skripsi itu, ‘hanyalah’ salah satu –ingat, salah satu lho ya—syarat untuk mendapatkan gelar sarjana. Syarat lain tentu Anda harus membayar biaya tetek mbengek macam biaya wisuda, studio foto, sewa kebaya, sewa pasangan, dan lain semacamnya.
 
Sekarang gelar sarjana sudah Anda dapatkan, Anda juga sudah diterima di perusahaan besar dengan gaji yang lumayan, skripsi juga sudah tidak ada yang membutuhkan, baik karena kualitasnya nggak bagus-bagus amat maupun karena sudah tidak relevan, dan satu lagi, saat ini kita sedang hidup di era beratus-ratus film korea, bokep, dan horor bisa disimpan dalam sebuah kotak penyimpanan bernama hardisk, lalu apa lagi yang perlu diributkan (baca : dibaperkan)?
 
Karena itu sebuah karya tulis. Memperlakukannya seperti itu, sama dengan tidak menghargai ilmu pengetahuan. Karya tulis itu tidak dibuat sembarangan, di sana ada keringat-darah-airmata. 

Ya iya memang, Anda benar. Tapi itu kan perkara teknis banget. Sekali lagi, sekarang ini zaman digital, ya disimpan dalam bentuk soft-copy dong. Hambok daripada buat narok skripsi, mendingan buat narok buku-bukunya Mas Tere Liye, eh... buku-buku bermutu. Kan lebih migunani.
 
Saya sendiri pun tak akan marah jika misalnya, skripsi-skripsi itu dikilokan saja. Karena walaupun di dalamnya tertulis manfaat skripsimu adalah untuk memperkaya khasanah keilmuan, menjadi solusi permasalahan masyarakat, agama, bangsa, dan negara, toh itu nihil juga kan hasilnya. Ia tetap ngangkrak di lemari penyimpanan kampusmu. Sebab kalau kaum intelektual di Indonesia ini mau jujur, antara kampus dan masyarakat, negara, dan keilmuan itu sendiri, masih dipisahkan jurang yang begitu luas.
 
Jadi saran saya, Anda tak perlu baper lagi hanya gara-gara melihat foto-foto tumpukan skripsi yang ‘siap dibuang’. Kecuali kalau ada nama mantan pacar yang-selalu-setia-menemani-Anda-dalam-proses-pembuatan-skripsi-itu.


Please write your comments