Mengapa Kami Harus Memilih Anda, Tuan? [Sebuah Surat Terbuka Untuk Para Calon Kepala Daerah] - Jurnal Darul Azis

Mengapa Kami Harus Memilih Anda, Tuan? [Sebuah Surat Terbuka Untuk Para Calon Kepala Daerah]

Mengapa Kami Harus Memilih Anda, Tuan? [Sebuah Surat Terbuka Untuk Para Calon Kepala Daerah]

Sumber Gambar

Selamat pagi Tuan-tuan sekalian
Calon Kepala Daerah pembawa perubahan 
(yang semoga ke arah yang lebih baik)

Puji Tuhan, pada hari ini saya dapat menjumpai Tuan-tuan sekalian dalam keadaan sehat, selamat, dan tidak kurang suatu apa.

Puji Tuhan juga, sampai hari ini rakyat di Indonesia masih diberi kesempatan untuk memilih calon pemimpin daerahnya masing-masing, secara langsung.

Puji Tuan, yang sampai pada hari ini telah menjadi orang-orang pilihan untuk dipilih. Kelak, mereka secara serentak memilih, berdoa, lalu berserah diri--kepada Tuan dan Tuhan.

Memilih, kita tahu bukanlah hal yang mudah Tuan. Padahal katanya hidup ini adalah kumpulan pilihan-pilihan yang harus kita pilih.

Seandainya di dunia ini saya selalu diberi kesempatan untuk tidak memilih, maka saya memilih untuk tidak memilih. Tapi bukankah pilihan saya untuk tidak memilih itu juga merupakan sebuah pilihan Tuan? Begitulah Tuan, sekali lagi perkara memilih memang bukanlah perkara mudah.

Karena itulah, dalam beberapa hal kita tidak diperkenankan untuk memilih oleh Tuhan. Kita tidak bisa memilih untuk tidak hidup di dunia ini. Kita tidak bisa memilih agar terlahir dari si A. Kita tidak bisa memilih terlahir dan mati di mana dan kapan. Khusus hal-hal semacam itu kita sudah dipilihkan Tuhan. Mungkin Tuhan tahu dan kasian kepada kita jika kita harus memilih hal-hal yang demikian itu. Sungguh kita tidak akan bisa.

Kini Tuan, rakyat Indonesia akan memilih pemimpin-pemimpin mereka. Itu adalah prosesi sakral bagi mereka. Saya tak tahu bagi Tuan, apakah hari itu merupakan hari sakral atau bukan.

Mereka sampai rela menunda kepergiannya ke sawah dan ladang : untuk Tuan-tuan sekalian.

Mereka sampai rela bersiap dan bangun sejak pagi : demi memilih Tuan-tuan sekalian.

Mereka sampai rela mengantri dan melupakan sejenak urusan-urusan mereka : demi memilih Tuan-tuan sekalian.

Apa yang mereka harapkan dari semua itu Tuan? Perwujudan visi-misi Tuan, kesejahteraan, kemakmuran, ketenteraman, atau bahkan kemajuan? Bukan Tuan. Bukan itu yang mereka harapkan.

Sebab kalau cuma visi-misi, bukakah sebagai orang yang terpilih Tuan harus melaksanakan? Walaupun tanpa ditagih misalnya. 

Sebab kalau cuma kesejahteraan, kemakmuran, ketenteram, ataupun kemajuan yang mereka harapkan, mereka tak akan meminta Tuan-tuan yang melakukannya untuk mereka. Mereka bisa melakukannya sendiri, dan memang demikianlah yang selama ini terjadi. Mereka tetap berupaya dan berusaha sendiri. Sekuat tenaga, sampai mati.

Sebab kalau cuma itu yang mereka harapkan, mereka tak akan pernah mendapatkannya selama orang yang memimpin mereka tidak jujur, korup, tidak amanah, aji mumpung, dan selalu menuruti hawa nafsunya.

Sebaliknya, tanpa mereka berharap itu pun, mereka akan mendapatkannya. Sebab di atas mereka ada seorang pemimpin yang adil, jujur, bijaksana, bertanggungjawab, dan selalu berpegang pada perintah dan larangan Tuhan.

Sadarkah Tuan, mereka memilih Tuan itu artinya karena mereka telah memercayai Tuan? Mereka mengimani Tuan sebagai takdirnya, bukan nasibnya. Mereka percaya bahwa Tuan akan mampu menjadi pemimpin yang baik bagi mereka. Mereka percaya bahwa Tuan adalah pemimpin yang juga dipilihkan Tuhan untuk mereka. 

Pemimpin yang baik, menurut mereka adalah pemimpin yang tidak membohongi rakyatnya. Tidak mengkhianati rakyatnya. Tidak membodohi rakyatnya, serta tidak menyalahi rakyatnya.

Pemimpin yang benar, pemimpin yang selalu berjuang di jalan kebenaran, bertindak sesuai dengan hati nuraninya, yang --jika benar Tuhan ada di hati nurani kita-- itu artinya para pemimpin itu akan selalu bertindak sebagaimana yang dikehendaki Tuhan.

Jadi, tuan-tuan jangan GR dulu, karena bisa jadi mereka memilih Tuan justru karena ingin menguji Tuan. Dan itu akan jadi sangat berat Tuan.

Tuan, di saat saya saya beroleh kesempatan untuk memilih Tuan secara langsung seperti sekarang ini, saya malah merasa gelisah dan terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan. Salah satu rentetan pertanyaan yang sampai sekarang ini belum mampu saya jawab adalah : mengapa saya harus memilih Anda, Tuan? Mengapa?

Benarkah saya telah (akan) memilih Tuan? Atau justru sebaliknya, justru Tuanlah yang sebenarnya telah memilih kami. Iya, memilih kami menjadi rakyat dan pengikutnya Tuan.


Romo Franz Magniz Suseno pernah bilang, pemilu itu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa. Tapi masalahnya sekarang Tuan, bahkan kami pun tak tahu, tak bisa melihat, dan tak bisa mendeteksi, mana calon yang terburuk. Sebab semuanya terlihat sama, baik semua. Kami baru akan tahu bagaimana Tuan-tuan sekalian justru ketika Tuan terpilih. Ketika Tuan resmi menjadi pemimpin.


Agaknya, kami memang harus mengamini perkataan Abraham Lincolin Tuan. Ia percaya bahwa menjadi pemimpin itu merupakan ujian. Ujian bagi karakter dan sifat asli Tuan. Setelah Tuan menjadi pemimpin nanti, kami baru akan tahu bagaimana Tuan sebenarnya. Jika ternyata Tuan memang bijaksana, adil, jujur, bertanggungjawab, cerdas, dan selalu berpegang pada hati nurani dan nilai kebenaran, maka kami pasti akan berbahagia, damai, aman, dan sentosa. Kami juga akan menjadi rakyat yang patuh Tuan. Sebab tak ada lagi alasan bagi kami untuk tidak patuh kepada pemimpin yang amanah dan selalu berpegang pada nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Begitu Tuhan kami berpesan. Kalau kami tidak patuh, justru kamilah yang akan celaka. Kata-Nya.

Namun jika ternyata Tuan ini orangnya tidak bijaksana, oportunis, aji mumpung, munafik, tidak bertanggungjawab, bodoh, dan selalu berpegang pada dorongan hawa nafsu, makan kamilah yang akan benar-benar menderita Tuan. Bahkan bukan kami yang memilih Tuan saja yang menderita, melainkan orang yang tidak memilih pun, mereka juga akan ikut menderita. Alam akan menderita. Binatang akan menderita. Bahkan malaikat pun juga akan menderita karena tak ada henti-hentinya mencatat keburukan yang Tuan kerjakan setiap saat.

Bagaimana menurut Tuan, apakah menjadi pemimpin itu juga merupakan sebuah ujian bagi Tuan?


Jika iya, Tuan masih harus menjawab satu pertanyaan lagi. Mengapa saya dan mereka harus memilih Tuan? 
Please write your comments