Memberantas Pungli Dari Dua Sisi - Jurnal Darul Azis

Memberantas Pungli Dari Dua Sisi

Memberantas Pungli Dari Dua Sisi

Memberantas Pungli
Memberantas Pungli [Ilustrasi via EduNews]

Kesadaran sebagai sebuah negara demokratis yang berpanglimakan hukum dan menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, agaknya masih belum menjadi corak birokrasi di negara kita. Terbukti, sampai saat ini penyelenggaraan pelayanan publik dasar kita masih kerap diwarnai praktik pungutan liar (pungli), yang tentu saja sangat merugikan dan melukai hati masyarakat selaku pengguna jasa.


Birokrat selaku ujung tombak pemerintah, dalam melayani warga negaranya masih banyak yang memosisikan dirinya sebagai pihak yang adigang, adigung, dan adiguna, bukan pihak yang berposisi setara dan seharusnya melayani. Begitu pun dengan masyarakat selaku pengguna jasa, masih banyak yang berlaku inferior terhadap birokrasi, sehingga kemudian menganggap segala hal yang berbau birokrasi adalah berbelit, mahal, dan lama. Itulah sebabnya memberi atau meminta sejumlah uang di luar ketentuan yang sah demi kelancaran proses pelayanan pun kemudian menjadi sesuatu hal yang “lumrah”, dan “bisa dimaklumi”.


Hal itu seharusnya tidak terjadi jika komunikasi antara pemimpin organisasi pelayanan publik, birokrat, dan masyarakat terjalin dengan baik. Karena yang saat ini terjadi adalah informasi pelayanan publik belum tersampaikan secara mangkus kepada masyarakat. Hal-hal yang berkenaan dengan standar pelayanan, meliputi: persyaratan, prosedur, waktu, dan biaya, hanya mandek pada meja kantor pemerintahan. Akibatnya, masyarakat selaku pengguna jasa dan pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik tidak benar-benar memahami hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangannya masing-masing.

Oleh karena itu, upaya memberantas praktik pungli pada birokrasi akhirnya bertumpu pada dua hal. Pertama adalah bagaimana sumber daya manusia dan organisasi penyelenggara pelayanan publik itu dikelola dan yang kedua adalah sudah sejauh mana posisi tawar masyarakat terhadap birokrasi itu sendiri.

Jika organisasi pelayanan publik dijalankan oleh SDM yang berkompeten, profesional dan berintegritas, serta didukung oleh sistem dan budaya kerja yang kondusif, responsif,  transparan, dan berorientasi pada pelayanan, maka sebenarnya kemungkinan munculnya praktik pungli akan semakin kecil. Terlebih lagi jika pemimpin organisasi pelayanan publik tersebut juga memiliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang bersih dan transparan. 

Di samping itu, pengawasan terhadap kinerja pelayanan publik juga sangat penting untuk ditingkatkan, baik dari unsur internal instansi maupun eksternal instansi. Hal ini dalam rangka untuk menjaga, memonitoring, dan mengevaluasi kinerja pelayanan publik yang telah diselenggarakan.

Pada sisi yang lain, posisi tawar masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan publik juga harus dikuatkan. Mereka harus terus diajak untuk lebih peduli terhadap upaya pemberantasan praktik menyimpang dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai klien, masyarakat berhak dan dituntut untuk berani melaporkan praktik penyimpangan dan menyampaikan komplain, kritik, dan saran atau bahkan apresiasi atas kinerja organisasi pelayanan publik, baik secara langsung maupun melalui media massa. 

Atau jika dikaitkan dengan perkembangan zaman terkini, mereka juga dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi seperti media sosial. Dengan demikian, organisasi penyelenggara publik akan terus merasa diawasi dan berbenah diri. Tanpa adanya kontrol yang kuat dari masyarakat, birokrasi akan menjadi loyo dan kehilangan motivasi.



*Penulis adalah mahasiswa Program Studi Ketahanan Nasional di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Alumnus STIA “AAN” Notokusumo Yogyakarta, Program Studi Administrasi Negara konsentrasi pelayanan publik. Tulisan ini pertama kali terbit di kolom opini mahasiswa Harian Jogja edisi 30 Agustus 2017


4 comments

  1. Setuju untuk SDM yg kompeten. Kasian para supir angkot, ditarikin duit sana-sini....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Harus ada yang berani melaporkan tuh Mbak, atau minimal mempublikasikan di media sosial. Masyarakat kita "senang" dengan info-info semacam itu, sehingga akan dengan senang hati untuk memviralkannya

      Delete
  2. pungli itu kayak penyakit kronis yang menggerogoti dan obatnya adalah keberanian buat lapor, keberanian buat nolak dan tindakan tegas pemerintah

    ReplyDelete