Bakso. Makanan yang satu ini memang selalu terasa enak di lidah, baik ketika dimakan maupun ketika diceritakan. Karena bagaimanapun juga, cerita tentang bakso jauh lebih baik dan aman untuk Anda dengar ketimbang mendengar cerita tentang mantan pacar yang sekarang terlihat lebih berbahagia dengan pacar barunya gosip artis-artis karbitan di Indonesia.
Saya sendiri sangat menyukai bakso. Hanya saja kadarnya masih setingkat di bawah kesukaan saya terhadap sayur pare, dan kamu. Itu tentu. Ehemmm.
Selama di Jogja, sudah banyak sekali warung bakso yang saya singgahi. Mulai dari yang sepi, murah, enggak cukup enak, sampai yang ruamenya minta ampun, antrenya luama, harganya cukup menguras isi dompet tapi rasanya biasa banget, dan yang rasanya benar-benar membuat mata merem-melek dan membuat saya basah. Oleh keringat tentunya, bukan yang lain.
Ketersukaan saya pada bakso, sering kali membuat mata saya jadi lebih sensitif dengan gambar dan tulisan B.A.K.S.O. Boleh dikata, kadar kepekaan pada tulisan bakso jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar kepekaan saya dalam membaca isi hati cewek. Begitu kira-kira. Pun ketika melihat gambar bakso, sungguh, rasanya lebih menarik mata ketimbang melihat bekas gebetan yang dulu saya kejar-kejar dan kini sudah jadi pacar orang.
Saya juga tak segan-segan untuk makan bakso seorang diri, karena dengan begitu saya akan merasa lebih bebas, leluasa dan tidak perlu malu kalau harus, misalnya, menuangkan sambal sebanyak-banyaknya, sentrap-sentrup karena hidung meler, dan menitikkan air mata.
Karena kesukaan saya pada baksolah, saya tak peduli lagi kalau pun harus dibilang bahwa sebenarnya prosesi makan bakso saya itu tak lebih dari upaya pelampiasan perasaan saya semata. Seperti kisah seorang gadis dalam puisinya Sapardi, yang berjalan seorang diri di tengah hujan karena tak ingin orang lain melihat kalau sebenarnya ia sedang menangis.
Oke, cukup curhatnya! Skip!
**************
Itu tadi hanya salam pembuka saja pemirsa. Bukan inti tulisan. Karena saya ini sebenarnya mau ngomongin Bakso Tengkleng Mas Bambang e. Itu loh, bakso yang benar-benar rasa daging dan benar-benar terasa dagingnya. Karena dari 10 kg daging, hanya dicampur dengan 0,3 kg tepung.
Mulanya saya agak kurang percaya mendengar ada bakso dengan perbandingan campuran seperti itu. Masa' iya, ada pedagang bakso yang begitu beraninya. Karena itulah saya ingin membuktikannya.
Sore itu, saya mengajak Tetra Falensia sebagai partner makan bakso saya. Gadis mungil anak kuliahan itu agaknya juga menyukai bakso. Saya sering makan bakso berdua dengannya. Biar dikira pacaran gitu. Hehe.
Kami berangkat dari Jalan Wonosari, menyusuri Jalan Raya Berbah-Kalasan yang penuh dengan tanaman padi, jagung, dan palawija yang tampak ijo royo-royo. Pemandangan di sepanjang jalan raya Berbah-Kalasan sore itu benar-benar memukau. Karena di musim kemarau ini, kami masih menemukan hijaunya pemandangan persawahan di sepanjang jalan. Kami tak melewatkan momen itu, lalu mengambil gambar beberapa kali.
![]() | ||
Tanaman jagung yang menghijau |
![]() |
Di kampungku ndak ada yang seperti ini, di musim kemarau ini. |
Sesampainya di jalan Solo, karena kami berasal dari Jalan Berbah, maka harus putar balik menuju ke arah Solo. Bakso Tengkleng Mas Bambang terletak di kiri jalan—jika dari Jogja. Tak berjarak jauh dari lokasi putar balik, saya langsung dapat menemukan lokasinya. Karena lokasi Warung Bakso Tengkleng Mas Bambang tepat berada di pinggir jalan Solo. Tak jauh dengan percetakan Skh. Kedaulatan Rakyat yang di Kalasan.
![]() | |
Kalau kalian jalan ke arah solo, lihat di kiri jalan ada plang ini, di situlah bakso Tengkleng Mas Bambang |
Setelah melihat-lihat list menu, kami pun langsung memesan dua porsi bakso tengkleng, dua gelas air es, nasi putih, dan semangkuk es teler. (Biasalah orang Indonesia, makan bakso pake nasi)
![]() |
Sebelum |
Sembari menunggu pesanan, saya mengamati keadaan di warung bakso tersebut. Terdapat mushola juga ternyata. Ini cukup memberi kemudahan bagi Anda yang beragama Islam. Saya juga mengecek toilet, mengamati lantai, dan setiap sudut di ruangan itu, semuanya terlihat bersih. Oke, satu poin lebih untuk Warung Bakso Tengkleng Mas Bambang. Pikir saya kala itu.
Tak lama kemudian, pesanan pun datang. Pertama-tama saya mencicipi kuahnya. Oke, sangat terasa kaldu sapinya. Poin plus kedua untuk Warung Bakso Tengkleng Mas Bambang. Saya merambat ke bakso bulat yang menggoda selera itu, mencicipinya sedikit. Wuuuh, luar biasa rasanya. Belum pernah saya merasakan bakso bercitarasa benar-benar daging sapi seperti ini. Poin plus ketiga untuk Warung Bakso Tengkleng Mas Bambang. Tanpa basa-basi lagi, saya pun langsung melahap semangkuk bakso itu. Begitu juga dengan Tetra, ia juga sangat menikmati. Terlebih lagi ketika menyesap tengkleng --yang juga menjadi hidangan tak terpisahkan dari Bakso Tengkleng Mas Bambang. Ini benar-benar bakso. Katanya kemudian.
Di menit-menit terakhir saya menikmati Bakso Tengkleng Mas Bambang, rasa kuahnya justru semakin nikmat dan sayang sekali jika tidak dihabiskan. Tanpa perlu malu-malu lagi, saya pun menghabiskan kuah bakso itu sampai tetes terakhir. Haha. Hambok luweh.. enak je.
Tak lama kemudian, pesanan pun datang. Pertama-tama saya mencicipi kuahnya. Oke, sangat terasa kaldu sapinya. Poin plus kedua untuk Warung Bakso Tengkleng Mas Bambang. Saya merambat ke bakso bulat yang menggoda selera itu, mencicipinya sedikit. Wuuuh, luar biasa rasanya. Belum pernah saya merasakan bakso bercitarasa benar-benar daging sapi seperti ini. Poin plus ketiga untuk Warung Bakso Tengkleng Mas Bambang. Tanpa basa-basi lagi, saya pun langsung melahap semangkuk bakso itu. Begitu juga dengan Tetra, ia juga sangat menikmati. Terlebih lagi ketika menyesap tengkleng --yang juga menjadi hidangan tak terpisahkan dari Bakso Tengkleng Mas Bambang. Ini benar-benar bakso. Katanya kemudian.
Di menit-menit terakhir saya menikmati Bakso Tengkleng Mas Bambang, rasa kuahnya justru semakin nikmat dan sayang sekali jika tidak dihabiskan. Tanpa perlu malu-malu lagi, saya pun menghabiskan kuah bakso itu sampai tetes terakhir. Haha. Hambok luweh.. enak je.
Tepung, di sini hanya sebagai perekat saja. Demikian tutur salah seorang kru Warung Bakso Tengkleng Mas Bambang ketika saya bertanya perihal ciri khas Bakso Tengkleng Mas Bambang.
Oalah... pantesan. Gumam saya kemudian.
Oh iya, bagi Anda penggemar jamu tradisional, ada kabar gembira untuk Anda, karena di warung Bakso Tengkleng Mas Bambang juga menyediakan minuman tradisional (jamu) khas Jawa seperti kunir asem, beras kencur, kunir putih, sirih wangi, dan temulawak. Dari sini, kita bisa melihat betapa komitmen dari Warung Bakso Tengkleng Mas Bambang yang tidak hanya menjual bakso, tetapi juga memiliki perhatian penuh terhadap kesehatan konsumennya.
Acara makan bakso pun akhirnya selesai tanpa halangan suatu apa. Lalu kami menuju kasir untuk membayar menu yang kami pesan tadi. Satu mangkok bakso tengkleng dihargai Rp20.000,- es teler Rp 8.500,- nasi putih Rp.3.500,- dan air es Rp1.000. Saya rasa harga tersebut sangat sebanding dengan citarasa dan jaminan kehalalan serta kesehatan yang diberikan Bakso Tengkleng Mas Bambang kepada konsumennya.
Anda tertarik untuk mencoba? Rasakan sensasinya! Dijamin, nyoba pisan Anda akan langsung tuman dan mengajak teman untuk ikut makan Bakso Tengkleng Mas Bambang.
Eh... ngomong-ngomong, gemar makan bakso itu sudah termasuk bela negara belum? *Uhuk