IlustrasiAzastranesia |
Setiap anak pasti punya keinginan untuk membahagiakan orangtuanya. Utang jasa karena telah melahirkan, merawat, membesarkan, hingga memberikan pendidikan, adalah alasan paling lazim yang kerap dilontarkan. Dan ketika ditanya dengan apa mereka akan membahagiakan kedua orangtuanya, pasti jawabannya adalah dengan kesuksesan --yang kerap diidentikkan dengan kekayaan, kedudukan, dan kejayaan.
Memang benar, setiap orangtua pasti akan merasa bangga ketika melihat anaknya sukses. Setiap orangtua pasti akan merasa bangga ketika melihat hasil jeri payahnya dalam membesarkan dan mendidik anaknya, yang kini telah beranjak dewasa, mandiri, dengan kondisi yang lebih baik dari orangtuanya.
Tapi anakku, apakah hanya itu orientasi hidupmu? Hanya membahagiakan orangtua dengan harta, kekayaan, dan kedudukanmu?
Jika iya, coba kamu renungkan lagi.
Suatu hari nanti ketika kamu sudah punya pekerjaan, karir, kedudukan, atau usaha yang mapan, maka di saat yang sama kamu pasti juga akan sangat sibuk dengannya. Jangankan waktu untuk orangtuamu, waktu untuk keluargamu sendiri pun kamu sering tak punya. Jangankan untuk memberikan perhatian pada orangtuamu, perhatian terhadap anak dan istri/suamimu pun kamu tak kamu berikan.
Kamu menjadi sangat sibuk dengan pekerjaan yang penuh tekanan. Kamu menjadi sangat sibuk dengan karir yang ingin terus kamu tingkatkan. Kamu menjadi sangat sibuk dengan strategi usaha agar terus meraup banyak keuntungan. Dan itu membuatmu lupa waktu, sementara di sana, di rumah tua itu, ada orangtuamu yang selalu menantikan kedatanganmu. Mereka kini merasa kesepian dan butuh teman. Butuh teman untuk berbagi cerita atau mengenang masa lalunya. Seperti yang dulu selalu dilakukannya.
Anakku, yang saat ini masih bercita-cita ingin membahagiakan orangtuamu dengan harta
Sebenarnya itu merupakan cita-cita yang mulia. Namun pernahkah kamu bertanya pada orangtuamu apa sebenarnya yang membuat mereka bahagia? Kalau belum coba kamu tanyakan, pasti jawabannya adalah kamu. Iya, kamu. Kebahagiaan mereka adalah kamu. Bukan harta, kekayaan, jabatan, atau kedudukanmu.
Kebahagiaan mereka adalah kamu, dengan segala waktu dan perhatiamu kepadanya di saat-saat mereka tertatih menapai usianya yang semakin senja. Kamu dengan segenap doa-doa untuk kebaikannya, baik ketika mereka masih hidup di dunia maupun ketika mereka sudah dipanggil untuk menghadap Sang Pencipta (karena mereka tahu, doamulah yang akan menjadi cahaya penerang kuburnya. Budi baikmulah yang akan selalu mengharumkan namanya. Kebermanfaatanmulah yang akan senantiasa menghidupkan dirinya).
Sudahilah kesombongan itu anakku. Sebab yang sebenarnya dibutuhkan orangtuamu adalah budi baikmu, perlakuan istimewa darimu, lembutnya bahasamu, dan kesabaranmu.
Miskin atau kaya, kamu tetaplah anakku. Harta tidak akan mengubahmu menjadi anaknya siapa.
Anakku Sayang, masihkah kamu bercita-cita ingin membahagiakan orangtuamu hanya dengan harta dan kekayaan atau kedudukan?
Jika iya, bukankah itu sama artinya dengan kamu telah merendahkan derajat orangtuamu dan menyamakan dengan harta kekayaanmu? Sebab kamu menganggap orangtuamu hanya akan bahagia dengan harta, kedudukan, atau kekayaanmu. Kamu menganggap orangtuamu materialistis dan gila harta. Kamu menganggap orangtuamu miskin dan papa.
Padahal, andai kamu tahu tidak ada orangtua di dunia ini yang seperti itu. Sungguh tidak ada.
Kemarilah anakku. Peluk, cium, dan tersenyumlah dengan tulus kepada orangtuamu. Sebab siapa tahu, itu adalah pelukan dan ciuman terakhir yang bisa kamu rasakan darinya.
Kemarilah anakku, orangtuamu ini sungguh merindukanmu. Ingin membelaimu. Ingin sekali.