Ilustrasi/Cilacapmedia |
Dalam beberapa waktu belakangan ini saya menerima banyak pertanyaan dari teman-teman saya ihwal kiriman status dan foto di beranda Facebook. "Kamu kenapa?", "Kok statusnya kayak gitu sih?'', "Maksudnya apa e?", dan pertanyaan sejenis yang tentu saja membuat saya gelagapan untuk menjawabnya. Bahkan kemudian ada salah seorang teman yang mengira saya sedang mencari sensasi. Duh...masa' gitu aja dianggep cari sensasi, sih?
Namun akhirnya saya memaklumi keheranan mereka. Toh memang sebelumnya saya tidak pernah membuat kiriman seperti itu. Saya juga tidak membuat pengumuman bahwa saya akan mengirim status dan foto-foto semacam itu. Lagi pula, kiriman status dan foto di beranda Facebook saya memang terkesan aneh. hehe
Betapa tidak, saya mengirim potret iklan, poster, dan tulisan-tulisan lain yang sumpah demi apa memang sangat-sangat tidak penting. Remeh dan nyaris tiada guna. Sehingga tidak mengherankan jika kemudian agak terasa ganjil ketika ada seseorang yang menyetatuskannya. Dan seseorang itu adalah saya--yang mungkin juga jadi tampak aneh pula. haha
Tapi untuk semua itu, saya punya alasan. Saya tertarik dengan iklan, poster, dan tulisan-tulisan itu karena saya menangkap ada nilai dan keunikan tersendiri, yang mungkin bagi orang lain itu semua bukanlah suatu hal yang istimewa dan perlu diperhatikan. Keunikan itu adalah berupa pemilihan kata, kalimat, bahasa, rima, jenis huruf, cara penulisan, media yang digunakan, dan cara penyampaian yang kebanyakan sangat singkat, sederhana dan apa adanya. "Ngebut benjut!", "Hormati jam belajar masyarakat", "Dilarang parkir di depan pintu!", "Buanglah sampah pada tempatnya!", "Dilarang merokok", "Dikontrakkan, tanpa perantara", "Telat haid? Hubungi nomor ini", "Perbesar/perkecil, Bisa sampai 5 cm", adalah kalimat-kalimat yang berhasil mengundang decak kagum saya. Salah satu yang menjadi favorit saya adalah iklan sedot WC.
Tak hanya itu. Melalui iklan, poster, dan tulisan-tulisan itu, saya menemukan sesuatu hal yang cukup mencengangkan.
Begini......
Kita begitu sering melihat poster "Buanglah pada tempatnya. Jagalah kebersihan karena kebersihan sebagian dari iman." Poster semacam itu sangat mudah kita temukan, di pelbagai sudut tempat. Namun mengapa justru di tempat itu pula, masih banyak sampah yang dibuang sembarangan?
Dalam postingan sebelumnya, saya juga menyinggung soal peringatan agar pengguna menyiram kotorannya seusai membuangnya di kakus, namun apa yang terjadi kemudian? Ternyata bau pesing, tahi yang masih mengambang, dan tisu bekas masih saja ada.
Kita begitu sering melihat tulisan "Belok kiri jalan terus." Namun anehnya ada begitu banyak orang yang dengan seenak hatinya berhenti di bagian sisi kiri jalan sehingga menghalangi pengendara lain yang akan belok kiri.
Kita juga begitu sering melihat tulisan "Pelan-pelan banyak anak-anak.", "Anda sopan kami segan.", "Hormati jam belajar masyarakat.", dan tulisan "Dilarang membuang sampah di sini!". Tapi mengapa tulisan-tulisan itu seakan tak pernah diindahkan?
Hehe...kalau begitu seperti kita memang perlu belajar memperhatikan hal-hal sederhana semacam itu. Jika terhadap poster-poster sederhana saja enggan membaca dan mengindahkan, lantas bagaimana dengan teks-teks yang terdapat dalam buku-buku tebal dan kitab suci?