Yang Tersurat Pada Paragraf Pertama - Jurnal Darul Azis

Yang Tersurat Pada Paragraf Pertama

Yang Tersurat Pada Paragraf Pertama

 
Penulis Laki-laki
Menulis paragraf pertama [Ilustrasi via http://www.killadj.com]
Selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Mungkin itulah kalimat yang sangat cocok bagi tokoh kita. Karena kehilangan hasrat untuk memakan cilok, akhirnya tokoh kita, begitu sampai di rumah, langsung menggarap pekerjaannya. Dengan segera.

Kalau tadi ia tidak kehilangan hasrat makan, mungkin keadaan akan menjadi berbeda. Ia makan cilok dengan begitu lahap, kekenyangan, lalu menjadi malas, dan mengantuk. Pekerjaan pun tak selesai, dan itu adalah kiamat baginya.

Dengan sangat lancar, ia mengetik kata demi kata (Eh, huruf demi huruf dulu ding. Baru kata demi kata. Terus kalimat demi kalimat. Kemudian paragraf demi paragraf). Mengawali karangannya, ia menulis,

"Keluhan tentang kesulitan menulis paragraf pertama kerap dilontarkan oleh mereka yang sedang belajar menulis.

Ini sebenarnya masalah klasik yang sangat sering muncul, bahkan tidak hanya bagi mereka yang masih dalam tahap belajar menulis, tetapi juga bagi mereka yang sudah dalam tahap terbiasa menulis."

Sampai di sini, sepertinya tokoh kita sedang curcol. Tapi tak apalah, penulis kan bebas mau curcol atau tidak. Itulah enaknya jadi penulis. Kikikiki.

Baiklah, kita lanjutkan membaca tulisannya.

"Sementara itu, sejauh pencarian saya, pengetahuan dan tips mengenai hal tersebut masih sangat minim.

Jarang ada penulis profesional yang secara khusus mau membahasnya. Padahal bagi para penulis pemula, pengetahuan ini sangatlah penting untuk diketahui."

Iya. Bukan cuma penulis pemula, buat dia yang sudah terbiasa menulis pun pengetahuan tentang hal itu juga penting keules.

"Menulis paragraf pertama, adakalanya memang sangat terasa sulit. Baik pada karangan fiksi, ilmiah, maupun karangan populer. Namun setelah membaca tips-tips berikut, kesulitan tersebut saya pastikan akan berkurang."

Ia tampak percaya diri dan begitu yakin dengan tulisannya. Seakan tukisannya akan sangat berpengaruh dan bermanfaat. Tapi sekali lagi, memang demikianlah penulis itu, bebas. Hehew.

Jadi penasaran apa saja sebenarnya tips yang ia bagikan?

Inilah dia!

1. Menarasikan Tentang Waktu

Untuk membuka sebuah karangan, kamu bisa menggunakan narasi waktu. Narasi waktu sering digunakan oleh penulis-penulis cerita perjalanan, cerpen, prosa, esai, maupun novel. Pada tulisan opini di koran-koran, tak jarang teknik ini juga digunakan.

Berikut ini adalah contoh-contoh narasi soal waktu yang bisa kamu terapkan.

"Senja masih menampakkan rona jingganya ketika saya tiba di pantai Parangtritis. Dan seterusnya."

"Hari sudah beranjak siang, namun rasa lelah sama sekali belum terasa bagi kami peserta tur bareng Honda kali ini. Dan seterusnya."

Dalam menunjukkan waktu, akan lebih menarik kalau kamu menceritakannya berkenaan dengan tanda-tanda alam.  Matahari, bulan, malam, siang, dan lain sebagainya. Biar terkesan romantik dan imajinatif. Menggunakan petunjuk jam secara gamblang sangat tidak disarankan.

2. Menarasikan Suatu Keadaan atau Kondisi

Ini bisa kamu lakukan kalau indera pengamatan dan fokusmu bekerja dengan sangat baik. Atau kalau berkenaan dengan tulisan fiksi, ini akan sangat mudah kamu tulis bila daya imajinasimu mampu merekam dengan baik atau membayangkan dengan tepat suatu keadaan, baik yang telah lampau atau yang sedang terjadi.

"Suasana lengang. Hanya ada suara serangga malam yang mengerik. Aku duduk terpaku di beranda rumah, memandang gelap yang entah. Dan seterusnya. Dan seterusnya."

"Sampah-sampah tampak berserakan di sekitar pasar. Hari sudah siang. Para pedagang sudah banyak yang pulang. Hanya ada beberapa pedagang pasar yang masih terlihat mengemasi barang dagangannya. Mereka adalah pedagang-pedagang sembako dalam skala besar. Dan seterusnya."

3. Menarasikan Tempat

Menarasikan tempat ialah kamu menjelaskan bagaimana keadaan suatu tempat yang sedang kamu kunjungi atau kamu berada di dalamnya. Amatilah, atau jelaskanlah dengan detail kondisi tempat itu. Lalu tuliskanlah sebagai paragraf pembuka karanganmu. Berikut ini salah satu contohnya,

"Rumah tua itu dari luar terlihat sangat menyeramkan. Catnya sudah kusam dan ada banyak lumut yang menempel di dinding yang atapnya tampak telah rusak. Rumput tumbuh dengan begitu di halaman. Tanaman bunga sudah menjadi sebentuk semak, yang mungkin di sana pulalah ular-ular bersarang."

4. Menarasikan hasil perenungan

Menjadikan suatu perenungan sebagai paragraf pembuka akan bisa membuat pembaca sangat tertarik dengan tulisanmu. Kamu bisa mengutip pernyataan tokoh, iklan, pepatah, nasihat ibu, dan lain sebagainya. Berikut inilah contohnya,

"Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah yang saat ini dirasakan Rhoma. Ani sang pujaan hatinya telah menikah dengan lelaki lain karena dijodohkan oleh orang tuanya. Tak lama setelah itu, anggota grup Soneta yang biasa menjadi teman ia mencurahkan isi hati melalui lagu yang ia nyanyikan, satu per satu hengkang meninggalkannya."

5. Menarasikan yang sedang dilakukan tokoh
Menarasikan apa yang sedang dilakukan oleh tokoh akan membuat penasaran hati pembaca untuk terus membaca karanganmu. Terlebih jika yang dilakukan oleh tokoh yang kamu ceritakan itu terbilang unik dan baru. Berikut contohnya,

"Lelaki tua yang kami kunjungi tampak sibuk menganyam bambu membentuk lingkaran. Selinting rokok terselip di bibirnya, dan terlihat basah oleh ludah. Dan seterusnya."

"Gadis berambut panjang yang selalu mengenakan baju merah di rumah terlihat sedang menyiangi bunga. Dan seterusnya."

Selain apa yang dikerjakan manusia, kamu juga bisa menceritakan apa yang sedang dilakukan oleh mesin, binatang  atau bahkan tumbuhan.

6. Menarasikan suatu peristiwa yang telah lampau

Ini bisa kamu lakukan apabila ingin menulis cerita fiksi beralur mundur. Atau bisa juga kamu terapkan untuk menulis suatu cerita kunjungan ke tempat-tempat yang dulu pernah kamu tinggali. Berikut ini salah satu contohnya,

"Dari luar pagar sebuah rumah, ia berhenti dan menatap halaman dengan mata nanar. Bayangan puluhan anak kecil tampak sedang berlari-lari memperebutkan bola di halaman rumah itu. Kiranya gawang yang terbuat dari tumpukan sandal itulah yang menjadi sasaran masing-masing tim. Di sebuah teras rumah, seorang anak laki-laki tengah duduk menyaksikan jalannya pertandingan sambil memberikan komentar-komentar layaknya komentator dalam pertandingan bola sungguhan. Anak laki-laki itu tak bisa ikut bermain. Jangankan ikut bermain, untuk berjalan saja ia harus dengan bantuan tongkat. Anak laki-laki itu adalah dirinya, 20 tahun lalu."

Enam tips sudah ia bagikan, lengkap dengan contoh-contohnya. Tulisannya pun berakhir dengan sebuah kalimat tanya,

"Jadi gimana? Apakah sampai di sini kamu sudah punya rancangan untuk menulis paragraf pertama?"

Ia kini tampak lega. Dipandangnya cilok yang tergeletak di meja kerja dan telah dingin karena cukup lama dibiarkan. Ia meraihnya, membuka bungkusnya, dan  lalu melahapnya. Tanpa beban. Uh, sepertinya nikmat sekali.

TAMAT

(Jogja, 2018)

*Tulisan ini merupakan bagian akhir dari serial "Yang Hadir di Tengah Salat", "Yang Bertaubat Seusai Salat", dan "Yang Membeli Cilok di Muka Masjid.

6 comments

  1. Menarasikan apa yang sedang dilakukan atau masa lampau, itu yg sering saya lakukan. Karena basicly, nulis paragraf pertama itu ibarat kita membangun fondasi. Kalo fondasinya bagus, yg selanjutnya pasti bagus...

    Suka tiba tiba lancar ide mengalir dengan deras kalo paragraf pertama match sama apa yang mau kita tulis ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini memang menarik untuk dieksplorasi. Makanya saya taruh di paling akhir. Haha
      Saya juga sering pake tips ini. Begitu juga penulis2 ternama lainnya, sering banget pake gaya bercerita semacam itu.

      Makasih sudah mampir, Mas.

      Delete
  2. Kata2 di otak buanyakkk banget pengen keluar, namun saat mau d keluarkan trus bingung yang mana duluan.. itu yang biasanya sering terjadi..

    Bermanfaat sekali kak tulisannya..
    Thanks for your sharing..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul. Itu memang sering terjadi. Tapi biasanya kalau sudah akan diketik bakalan otomatis tahu mana yang akan dikeluarkan lebih dulu dan mana yang belakangan.

      Delete
  3. Baru mencoba buat paragraf pembuka macam ini, tapi sering gagal. Hahaha...
    Malah lebih sering bikin paragraf pembuka semacam kalimat pertanyaan yang agak memancing pembaca biar mereka ikutan "njawab". Jadi kaya ada interaksi gitu.

    But, thanks atas sharingnya, Zis.
    Besok-besok bisa diterapin buat blogpostku yang lain :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gitu juga bagus Mas, apalagi kalau untuk tulisan-tulisan ringan. Lebih interaktif kesannya. Yang penting nulisnya nggak macet aja deh. :D

      Ditunggu postingan berikutnya Mas Nu.

      Delete