Saya sudah sering membahas salah satu program radikalisasi yang sebenarnya adalah de-islamisasi, yaitu menghancurkan nama baik Islam melalui tokoh-tokoh yang ditampilkannya, yakni para pengirim pesan (dai). Bisa kita lihat sekarang, bermunculan para pengirim pesan yang ugal-ugalan dan tak layak menjadi tauladan bagi umat. Ceramahnya dipenuhi caci maki, kebencian, dan provokasi.
Karena de-Islamisasi bertopengkan Islamisasi, maka yang ditarget mereka adalah orang-orang perkotaan yang kaya dan haus penyegaran rohani, orang2 miskin yang butuh penghjburan hati, dan orang2 awam yang kurang pandai berpikir. Mereka gampang dipengaruhi, dan ditipu dengan balutan agama.
Mereka mengajak orang-orang itu untuk membenci penguasa yang saat ini jadi lawan politiknya. Mereka mendeklair diri sebagai satu2nya pihak yang menginginkan tegaknya Islam. Mereka juga mendeklair diri sebagai ulama yang paling getol membela kepentingan Islam, dengan cara2 yang kurang baik dan bahkan tidak pantas dilakukan, lalu ketika tersangkut masalah hukum mereka berteriak2 seolah2 menjadi pihak yang paling didzalimi penguasa.
Di negeri yang berlandaskan hukum ini, semua orang bebas berbicara apa saja. Baik para petani, para buruh, pengusaha, karyawan, seniman, atau apalagi seorang pendakwah. Selama yang dibicarakan itu tidak bertentangan dengan hukum.
Kalau memang keberatan dengan tindakan dan pembicaraan orang lain yang dinilai melanggar hukum, laporkan! Kecuali kalau memang niatnya cuma mau menjadikannya sebagai alat untuk menghasut massa.
Di negeri ini keadilan memang masih jauh panggang dari api. Tindakan korup dipertontonkan secara masif. Dilakukan oleh orang2 yang berkuasa. Baik dari para partai yang mengaku nasionalis maupun yang mendaku sebagai partai berbasis agama.
Di negeri ini, kebodohan memang masih parah sekali sementara rasa tahu diri semakin mahal harganya. Tak sebanding dengan hsasrat untuk unjuk diri yang terus menggebu demi mendapatkan panggung dan eksistensi.
Orang2 tak mengerti hukum, banyak yang jadi sok tahu hukum. Orang yang tak banyak tahu tentang pemilu, berkoar2 tentang pemilu.
Mereka tak akan berhenti, sampai bisa merebut kursi empuk kekuasaan. Tinggal tunggu waktu daha, jika sampai mereka berkuasa maka saudara seagama pun bisa dimusuhi. Begitulah jika agama hanya dijadikan alat politik meraih kekuasaan.
Dan kita menyaksikan, banyak yang dicitrakan sebagai ulama dan orang2 di sekeliling mereka, kemudian tersangkut masalah hukum karena perbuatannya sendiri. Itulah deislamisasi yang sesungguhnya.
Mari banyak2 berdoa kepada Alljah, semoga kita tidak salah dalam memilih guru ngaji.
[Tulisan ini disadur dari caption instagram Felix Shiauw]
[Tulisan ini disadur dari caption instagram Felix Shiauw]