Bakso Pak Subur, Obat Sakit Demam Paling Mujarab - Jurnal Darul Azis

Bakso Pak Subur, Obat Sakit Demam Paling Mujarab

Bakso Pak Subur, Obat Sakit Demam Paling Mujarab

Asap dari dandang baksonya masih tampak mengepul ketika saya memarkir kendaraan di dekat lapaknya. Ia baru saja melayani dua orang pembeli dan belum beringsut dari samping gerobak baksonya.

Bakso Pak Subur Jogja

Saya yang malam itu terserang demam, segera memesan seporsi bakso kepadanya. Usai memesan, saya duduk lesehan di trotoar bersama pembeli yang lain. Menikmati malam di jalan AM. Sangaji. Mengamati Hotel Pop yang ramai oleh pengindon. Mobil-mobil berjajar rapi di parkiran. Lampu-lampu di hampir setiap kamar juga tampak menyala.

Tanpa menunggu terlalu lama, pesanan saya datang. Semangkok bakso panas itu tampak begitu menggairahkan lagi menggoda. Apalagi setelah saya tambahkan satu setengah sendok sambal, saos, dan juga kecap.

Saya ingin segera melahapnya panas-panas, sampai berkeringat. Usai mengantarkan pesanan, si penjual bakso yang kemudian saya ketahui bernama Pak Subur itu duduk tak jauh dari saya. Saya senang, karena akan punya kesempatan untuk ngobrol lebih banyak dengannya.

"Setiap hari mangkal di sini pak?" Tanya saya memulai percakapan.
"Iya Mas. Tapi sebelum ke sini saya keliling kampung dulu. Jam 10 malam saya baru mulai mangkal di sini sampai jam 12 malam."
"Sudah dari tahun berapa Pak jualan bakso?"
"Dari tahun 82 Mas. Dulu saya yang megang baksonya Pak Brewok. Beliau itu kakak ipar saya. Setelah saya menikah, saya jualan bakso sendiri. Mandiri," jawabnya lebih panjang.
"Oh.. pantesan pak,"
"Pantesan kenapa Mas?" Ia agak kaget bercampur heran.
"Baksonya enak," puji saya jujur.
Ia tersenyum, agak salah tingkah. Lalu menyulut sebatang rokok kretek.
"Wah... sambelnya puedes pak,"
"Iya.. cabe lagi murah je mas," jawabnya enteng.
Saya senang mendengar jawabannya. Meski saya benar-benar kepedasan. Sambalnya membuat saya berulangkali mengelap keringat di dahi.
"Tinggal di mana pak?  
"Di depan Hotel Tentrem Mas. Saya ngekos di sana."
"Sendiri?"
"Iya.. anak dan istri saya di Sukoharjo, Solo.
 Wah.. LDR bapak ini. Batin saya.
"Saya pulang setengah bulan sekali. Suka kangen mas sama anak istri."
Mendengar itu saya tersenyum. Sambil terus melahap bakso, takut panasnya segera hilang.
Ia juga berkisah perihal keterlambatannya menikah yang pada akhirnya juga berimbas pada keterlambatannya punya cucu.
"Teman-teman saya sudah punya cucu semua mas. Cuma saya yang belum. Anak sulung saya masih kelas tiga SMP. Si bungsu baru kelas lima SD,"
"Mungkin karena keenakan jualan bakso pak," canda saya kemudian. Ia tertawa, lalu membenarkan.
Malam itu kami membicarakan banyak hal. Tentu yang ringan-ringan saja. Kami bertukar cerita. Hingga kemudian saya merasa harus segera pulang.

Serombongan orang bermotor menghampiri gerobak baksonya. Total ada 6 orang. Lalu mereka memesan bakso. Ya.. kami harus berbagi tempat. Dan saya harus segera istirahat.


Paginya, kondisi badan saya pulih. Tidak demam lagi.
Please write your comments