Ilusi Pembangunan Buttom-Up - Jurnal Darul Azis

Ilusi Pembangunan Buttom-Up

Ilusi Pembangunan Buttom-Up

Ilustrasi sendiri


Kalau dicermati lagi, ternyata program pembangunan buttom-up itu bias sekali-- untuk tidak dikatakan nyaris tidak ada. Program pembangunan kini, pada dasarnya tetaplah top-down meski kebijakan otonomi daerah dan otonomi desa telah digulirkan oleh pemerintah pusat.

Dari beberapa regulasi yang  ada saat ini, khususnya yang mengatur tentang desa, memang kesemuanya telah didasari tujuan yang teramat mulia, yakni untuk memberikan kesempatan bagi (masyarakat) desa untuk membangun dirinya sendiri.

Namun sayang, sejak dari konsepnya saja sudah memungkinkan akan gagal dan kelihatannya pemerintah pusat memang hanya setengah hati dalam menerapkan program  pembangunan secara buttom-up itu.

Hal ini terlihat jelas dari upaya 'penyelarasan'  program pembangunan pemerintahan desa dengan program pembangunan pemerintahan supra-desa (kabupaten/kota). Begitu juga dengan kebijakan pembangunan pemerintahan kabupaten/kota, harus 'diselaraskan' dengan program pembangunan yang digagas oleh pemerintah pusat -yang diejawantahkan melalui RPJMN itu--. 
Kalau penyelarasan terjadi dalam domain ilmu hukum, saya rasa bisa memaklumi. Karena memang harus demikianlah adanya. Dalam ilmu hukum, sepengetahuan saya, peraturan turunan tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Barangkali dari situlah kegagalan pemerintah dalam memaknai program pembangunan itu bermula. Pemerintah pusat telah menyama-sejajarkan peraturan dengan program pembangunan. Sehingga kemudian program-program pembangunan desa/daerah tidak boleh bertentangan dengan program pembangunan pemerintah pusat. 

Pertanyaannya kemudian adalah pernahkah pemerintah pusat berupaya sebaliknya,  menyelaraskan kebijakan pembangunannya itu dengan struktur pemerintahan terkecil? Saya rasa tidak. Hal ini bisa kita lihat dalam pelaksanaan Musrenbang Desa yang tak lebih dari sebuah formalitas belaka, karena di saat yang sama program pembangunan sudah ditetapkan. 

Kondisi ini akan terus menyulitkan masyarakat dan pemerintah di desa dan daerah. Selama para aktor di pemerintah pusat tidak pernah benar-benar turun ke daerah dan selama pemerintah daerah tak pernah memahami kondisi desa-desa di daerahnya, sebelum akhirnya membuat program pembangunan.
Sungguh! 

Jadi sekarang pilihannya ada dua. Pertama, program pembangunan tahunan pemerintah pusat disesuaikan dengan program pembangunan pemerintah daerah dan desa. Tapi ini juga sulit, memakan waktu, dan tentu saja melelahkan. Saya yakin itu. 

Atau pilih saja yang kedua, program pembangunan di bawah tidak harus diselaraskan dengan program pembangunan di atasnya. 

Bukankah hal terpenting dalam program pembangunan suatu wilayah adalah tingkat keterakomodiran kepentingan orang-orang di wilayah itu?

Tentang yang kedua ini, saya agak pesimis. Dan mungkin juga sulit. Sulit diterima maksudnya.
Please write your comments