Benarkah Generasi 90-an adalah Generasi Paling Bahagia? - Jurnal Darul Azis

Benarkah Generasi 90-an adalah Generasi Paling Bahagia?

Benarkah Generasi 90-an adalah Generasi Paling Bahagia?

Ilustrasi/@generasi90an
Generasi 90-an tak henti-hentinya membanggakan masa lalunya, kemudian sembari menepuk dada, mengklaim bahwa merekalah generasi yang paling bahagia dibanding generasi sebelum dan setelahnya. Dan itu paling sering dilakukan lewat media sosial. Ya, hanya di dunia mayalah mereka bernostalgia. Lewat foto-foto, meme, dan tulisan-tulisan panjang yang dibagikan ke sana kemari, sampai ribuan kali.

Setelah bernostalgia, tak lupa  mereka lantas berkomentar dan berlagak miris melihat kondisi generasi 2000-an yang dianggapnya kurang bahagia. Karena menurut mereka, generasi 2000-an kurang bersosialisasi dan lebih asyik dengan gedjet, gem, leptop, media sosial dan seperangkat alat komunikasi modern lainnya. 

Dengan entengnya mereka bisa berkata seperti itu, tanpa pernah mau melihat bagaimana anak-anak generasi 2000-an bermain di sekolahnya. Tanpa pernah mau melihat bagaimana anak-anak generasi 2000-an yang berada di kampung-kampung, di pesisir, dan di daerah pinggiran itu bermain. 

Tanpa menyadari bahwa mereka pun saat ini sedang terbuai oleh kemajuan alat komunikasi dan dunia maya yang 'membuat' generasi 2000-an tidak bahagia dan kurang bersosialisasi itu.

Dengan entengnya mereka berkata seperti itu, sembari memainkan produk-produk era 2000-an di depan anak-anak, keponakan-keponakan atau adik-adiknya. Tanpa merasa ada dosa. 

Mereka membanggakan diri dengan masa lalunya yang konon begitu indah itu, tanpa pernah mau mengajarkannya kepada generasi 2000-an yang berada di sekitarnya. Bukan karena generasi 2000-an tidak mau diajari, tapi karena 90-anlah yang nggak 'sempat' mengajari. 
Padahal, sampai sekarang naluri anak tetaplah sama : meniru segala sesuatu. 
Tapi ya mau bagaimana lagi, generasi 90-an sudah terlalu sibuk dengan dunia barunya yang lebih modern itu. Jadi tak sempat berbagi kebahagiaan yang dulu pernah dirasakannya. Atau karena memang mereka terlalu pelit dan ingin masa-masa itu hanya merekalah yang punya? Tentu dalam hal ini hanya generasi 90-anlah yang bisa menjawabnya.

Maka kemudian, bagi generasi 2000-an, masa-masa indah yang oleh generasi 90-an sungguh dibanggakan itu tak lebih sekedar mitos dan tak perlu dipercayai kebenarannya. Mereka juga akan menganggap generasi 90-an sebagai generasi hipokrit. Sebab mana mungkin sebuah momen indah dan membahagiakan akan ditinggalkan begitu saja, sementara ia masih bisa dirasakan, diwariskan, dan diupayakan untuk tetap bisa dinikmati?

Eit... tunggu dulu. Saya kok jadi kepikiran begini ya,  sandainya saja tidak ada media sosial di era 2000-an ini, masihkah mereka bisa mengenang, bisa membangga-banggakan, dan bisa ingat masa kecilnya? Saya yakin kok tidak ya. Haha. 

Jadi sebenarnya, menurut saya, generasi 90-an itu cuma sedang baper saja sama foto-foto, tulisan-tulisan, dan meme-meme yang tersebar di media sosial itu, karena berhasil mengingatkan mereka pada masa kecilnya itu. Selebihnya nonsense dah!


Pernah ngerasa kan, kalau pacarmu justru kelihatan lebih cakep ketika sudah jadi mantan dan jadi milik orang lain? Seperti itulah kira-kira yang dirasakan oleh generasi 90-an.


(Eh, ngomong-ngomong saya juga termasuk generasi 90-an loh).
Please write your comments