Menjadi Anak-anak dan Sebuah Percobaan untuk Berbahagia - Jurnal Darul Azis

Menjadi Anak-anak dan Sebuah Percobaan untuk Berbahagia

Menjadi Anak-anak dan Sebuah Percobaan untuk Berbahagia

Menjadi anak-anak dan sebuah percobaan untuk berbahagia foto oleh edukasi.kompas.com

Dalam siklus kehidupan manusia, kebahagiaan yang paling nyata, alamiah, dan jujur hanya bisa kita rasakan saat masih anak-anak. Selebihnya (saat remaja, dewasa, apalagi tua) sebenarnya hanyalah kebahagiaan semu dan tak lagi murni sebagai sebuah kebahagiaan.


Barangkali karena di masa itu, kita sudah dihadapkan pada banyak persoalan hidup yang sering kali membuat kita mumet, stres, dan menyulap kita jadi sosok yang gampang ngamukan. Karena itulah, menjadi pilihan logis jika kemudian kita berupaya untuk menjadi bahagia, pura-pura bahagia, ataupun sok bahagia.


Munculnya slogan "Jangan lupa bahagia" adalah bukti bahwa kita (manusia dewasa ini) sebenarnya sedang mengalami penderitaan yang amat menderitakan. Lha masak cuman bahagia saja kok ya sampe diingetin? Berarti 'kan sudah parah banget tuh penyakit ketidakbahagiaan kita. Nah loh..!

Sebagai laki-laki tulen yang sudah berumur 24 tahun, saya sadar kalau usia segitu semakin mendekatkan saya pada masa punya anak. Dan untungnya, saya menyadari hal itu sudah sejak lama. Sehingga kemudian secara diam-diam saya suka mempelajari psikologi anak. Namun toh walaupun diam-diam, tetap bakalan kentara juga. Karena untuk dapat mempelajari psikologi anak tentu kita harus dekat dengan anak-anak. Karena usaha itu, saya jadi sering dibilang pedopil oleh teman-teman yang memerhatikan kesenangan saya pada anak-anak. Haha. Tapi ya bodo' amat. Itu kan cuma penilaian mereka.


Dalam proses pendekatan itulah saya sedikit demi sedikit mulai mengerti bahwa untuk menjadi manusia dewasa yang ramah dan sayang anak ternyata bukanlah perkara mudah dan bisa dipelajari secara instan. Perlu pembelajaran panjang untuk dapat memahami psikologi anak. 


Saya juga makin sadar, tanggungjawab menjadi orangtua amatlah besar. Karena ada masa depan anak yang jadi taruhannya. Jadi memang ada baiknya, mulai sekarang kita belajar (lagi) jadi anak-anak agar kelak bisa menjadi orangtua yang (benar-benar) ramah anak dan sayang anak.


Jadi, buat para kawula muda, jngan cuma sibuk merebut hati calon ibu/bapaknya anak-anak doang! Terlalu mainstream tauk! Belajar juga tuh gimana kehidupan anak-anak di era sekarang ini.


Karena percaya lah, mereka yang di masa mudanya punya perhatian lebih pada anak-anak itu sangat bojoable/istriable.

Please write your comments