Mike Lauda, Dokter Muda Penjaga Hutan Kalimantan - Jurnal Darul Azis

Mike Lauda, Dokter Muda Penjaga Hutan Kalimantan

Mike Lauda, Dokter Muda Penjaga Hutan Kalimantan

Mike Lauda, Dokter Muda Penjaga Hutan Kalimantan
 [Dok.Net]

Menjaga hutan dengan stetoskop. Itulah semangat dalam setiap langkahnya  menapaki rimba Kalimantan.  Ia adalah Mike Lauda, biasa disapa Mike. 

Sehari-hari ia menjalani tugas sebagai dokter umum di klinik alam sehat Lestari. Tepatnya di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Palu Sukadana Kabupaten Kayong Utara Kalimantan Barat.

Keinginan untuk berada lebih dekat dengan masyarakat di daerah pedalaman muncul saat ia menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Setelah menyelesaikan kerja magang di rumah sakit TNI Angkatan Udara di Jogja 2016 lalu, ia kemudian memantapkan hati mengabdi di sana. 

"Jadi dokter itu, suaranya didengar oleh orang lain. Karena dari kecil saya melihat bahwa untuk mengubah seseorang itu terkesan bahwa seorang dokter itu mampu mengubah mindset orang lain." katanya.

Meski baru sembilan bulan ia menjalani profesi ini, namun ia merasa sangat dekat. Dari warga ia belajar banyak hal.

"Justru dokternya yang banyak belajar dari masyarakat. Karena selama ini kita pikir bahwa dokter selalu paling benar. Dokter bilang A, maka harus A. Dokter bilang B, maka harus B. Tapi ternyata tidak. Ketika kita terjun di masyarakat, kita belum tentu harus bilang A. Tapi kita harus tanya kalian itu butuh apa. Kalian itu keadaannya seperti apa. Jadi kita menyuport mereka, bukan mendikte mereka." ujarnya lagi.

Kabupaten Kayong Utara indah alamnya, kaya isinya. Ibarat surga kecil di jantung dunia bumi Borneo. Keberadaan kawasan hutan hujan tropis Taman Nasional Gunung Palung juga menjadi berkah tersendiri bagi warganya. 

Namun permasalahan besar berawal dari hutan ini. Sejak tahun 2007, pembalakan liar marak terjadi. Karena keterbatasan lapangan pekerjaan, sebagian besar warga memilih untuk menjadi penebang kayu. 

Menurut data Yayasan Alam Sehat Lestari, terdapat sekitar 1.350 kepala keluarga yang berdomisili di sekitar Taman Nasional Gunung Palung terlibat aktivitas penebangan kayu. Banyaknya permintaan dan iming-iming penghasilan yang menjanjikan dalam waktu menjadi godaan terbesar mereka untuk melakukan pekerjaan ini. 

“Menebang adalah pekerjaan paling gampang. Saya pernah mengalami pohon rambutan yang sudah tidak berbuah, usianya sudah 30-40 tahun ditebang dengan mesin chainsaw dalam waktu 59 detik dia tumbang. Bayangkan! Setelah pohon tumbang, hati pun senang, terbayang-bayang uang. Kan gitu.” Ujar Bachtiar, warga Sukadana. 

****
Bersama tim monitoring kami pun menyusuri salah satu sungai untuk melihat titik akses loging alias TAL sungai di sekitar kawasan TNGP. Di tengah perjalanan kami menemukan beberapa titik tumpukan kayu yang baru selesai dijadikan bentuk sordimen, yaitu papan lebar dan balok. 

“Tiga-empat tahun lalu banyak sekali rakit-rakit seperti ini. Itu biasanya dibiarkan dulu, karena memang belum diangkut. Ada banyak faktor, mungkin karena tidak ada kendaraan yang mengangkut, atau memang bos pabrik kayunya belum datang.” kata Agus Supriyanto, Tim Monitoring Alam Sehat Lestari. 

Dengan menghanyutkan kayu mengikuti aliran arus sungai, memudahkan para pembalak liar membawa kayu hasil pencuriannya ke luar kawasan taman nasional.

Bila dilihat dari sisi ekonomi, penghasilan menjadi pembalak liar memang besar. Bisa mencapai 4-8 juta rupiah per bulan. Namun angka ini berbanding lurus dengan risiko keselamatan kerja  yang harus ditanggung. Lalai sedikit nyawa taruhannya. 

“Kalau di sini saya pernah ketermu satu, dulunya karena merupakan penebang liar akhirnya tulang belakangnya itu tergeser. Jadi syarafnya terjepit. Syaraf kakinya pun lemah.” terang Mike.

Mahalnya biaya berobat dan minimnya keberadaan fasilitas kesehatan menjadi persoalan bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Masalah ini yang menginisiasi kami untuk memberi layanan kesehatan dengan biaya terjangkau sejak tahun 2007. Sekaligus memelihara hutan dengan mengajak warga untuk terlibat di dalamnya. Harapannya hal itu bisa menekan angka pembalakan liar di kawasan hutan.

“Yang saya yakini sebenarnya bukan hanya untuk kesehatan. Apa yang saya lakukan di sini hanya sebagian kecil. Kecil sekali. Tapi kalau tidak ada yang kecil, maka tidak ada yang besar. Sebagian yang kecil ini bisa membawa alam kita, bumi ini lebih terawat.” kata Mike.

Ia percaya, suatu perbuatan kecil jika dilakukan secara bersama-sama pasti akan berdampak besar. Menerobos hutan, menyusuri jalan berlubang dan medan berlumpur menjadi keseruan tersendiri bagi kami saat menjalani kegiatan klinik keliling. Desa Pangkalan Jing tujuan kami. Salah satu desa di kawasan TNGP  yang cukup terisolir. Letak desa yang jauh dari layanan kesehatan utama kerap menghalangi warga untuk melakukan pengobatan. 

Satu  per satu warga datang saat klinik keliling digelar. Adanya kunjungan rutin klinik keliling setiap bulan memudahkan mereka mengakses layanan kesehatan. Di antaranya membayar dengan bibit pohon. Pak Bahrul adalah salah satunya. Ia membawa banyak bibit jengkol untuk berobat.

“Jadi mau mereka berobat atau tidak, mereka bisa menabung dalam bentuk bibit pohon. Diuangkan di kita, sehingga ketika mereka berobat tidak perlu lagi membayar.”

Dengan bibit warga bisa mendapatkan jaminan kesehatan. Jaminan yang berasal dari mereka, oleh mereka, dan untuk mereka.

“Saya merasakan dua keuntungan. Saya berobat tanpa mengeluarkan uang. Kedua, bibit ini bisa menyambung ke depan. Ditanam dan bisa menghijaukan. Jadi kerja kita tidak sia-sia.” Ujar Pak Bahrul.

Pasien juga bisa mengganti biaya berobat dengan cara bekerja. Seperti Pak Turman yang bekerja sekaligus belajar cara bercocok tanam organik di kebun kami.

“Kan aku nanya ke dokter, tapi soal biaya aku tidak mampu Pak Dokter, gimana caranya. Jadinya Pak dokter ngasih solusi, kalau nggak mampu gini aja. gimana kalau dokter Asri jadi nggak Cuma biaya kadang-kadang pakai tenaga, bibit, atau pupuk pun boleh.” terang Pak Turman.

Pak Turman memperoleh keringanan biaya berobat senilai Rp70.000 per hari. Hasil kerjanya kami anggap sebagai tabungan yang bisa dia gunakan saat berobat di sini. 

“Itu pun bentuk usaha pasien bahwa Oke saya memang tidak ada uang, tapi saya mau melakukan sesuatu. Saya tidak mau mendapatkannya dengan gratis. Itu yang harus kita hargai dari mereka.” Jelas Deo Develas, Dokter Gigi Alam Sehat Lestari

Upaya menekan pembalakan liar di TNGP juga kami lakukan dengan membantu para penebang aktf yang tidak bisa beralih kerja untuk mendapatkan mata pencaharian baru.

Seperti Pak Sahrani, ia mengidamkan budidaya ikan nila dan lele sejak lama. Karena tak ada pilihan, kami pun memberikannya modal usaha dengan syarat dia mau menyerahkan mesin Chainsaw miliknya sebagai tanda komitmen untuk berhenti dari menjadi pembalak liar. 

“Saya yakin mungkin dalam waktu mungkin kurang dari lima tahun, angka pembalakan liar bisa nol di daerah ini. “ Ujar Monica Ruth Nirmala, dokter Gigi Alam Sehat Lestari.

Meski baru dua bulan memulai usaha barunya, Pak Sahrani  senang bisa beralih profesi dan tak lagi menjadi penebang kayu seperti dulu. 

“Waktu kerja nyenso itu kan kerjanya berat.  Banting tulang. Terus kalau sudah pulang itu tidak bisa kerjakan hal lain lagi. Karena memang diperas benar tenaga di sana.” kata Sahrani

Saat semangat wirausaha tumbuh dalam diri Pak Sahrani kami yakin semangat yang sama juga akan ia tularkan kepada keluarga yang lain yang masih menjadi pembalak hutan.

Hidup di wilayah perairan strategis dengan potensi hasil tangkapan laut yang besar juga membuat banyak mantan penebang kayu beralih profesi menjadi nelayan. 

“Saya ini pun dulu memang penebang kayu. Setelah saya berkeluarga saya mengubah hidup dengan menjadi nelayan.” Ujar Erwin Gunawan, warga kampung nelayan.

Hampir setahun sudah Erwin dan keluarga tinggal di komplek perumahan nelayan. Lokasinya tak jauh dengan kawasan pelabuhan tempat pelelangan ikan Sukadana Kabupaten Kayong Utara. Rumah nelayan merupakan bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Perumahan ini dikhususkan untuk nelayan yang belum memiliki tempat tinggal. Rumah sederhana ini sangat berarti bagi keluarga kecil di sini. 

“Senanglah rasenya. Bersyukurlah kami ini ndak mengeluarkan banyak biaye. Hanya sekadar makan untuk kebutuhan.” Ungkap Erwin.

Kementerian PUPR membangun 50 unit rumah nelayan yang dikerjakan sejak 2016 lalu. Jumlah ini akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Rumah tipe 36 ini telah dibangun dengan konstruksi beton.
Fasilitas telah disediakan oleh pemerintah. Antara lain jalan, saluran listrik, dan sanitasi. Setiap rumah juga dilengkapi mebel dan furnitur. Masyarakat tinggal masuk menempatinya. 

Sentra layanan informasi untuk nelayan pun tersedia. Melengkapi kompleks perumahan nelayan. Selain untuk masyarakat nelayan, rumah khusus juga dibangun untuk pemuka agama dan tenaga medis. Semua dilakukan dalam rangka mewujudkan Nawacita, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dalam bingkai NKRI.

Keterbatasan infrastruktur tidak bisa dimungkiri ikut memengaruhi kualitas hidup masyarakat. Beruntung kini pembangunan infrastruktur yang dikerjakan oleh Kementerian PUPR sudah menjangkau pelosok wilayah Kalimantan Barat. Salah satunya ditandai dengan dibangunnya jembatan Pak Kasih Tayan. 

Nama Pak Kasih berasal dari nama seorang pahlawan dari Sampit yang berjuang melawan Belanda. Jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di pulau Kalimantan dengan panjang 1.650 meter, jembatan ini dirancang khusus untuk mampu bertahan hingga 100 tahun. Jembatan ini juga mempunyai arti penting karena menghubungkan 4 provinsi, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia, Kinari Webb sudah jatuh cinta dengan Indonesia. Ia kemudian mendirikan yayasan Alam Sehat Lestari dan melakukan upaya konservasi hutan , pengentasan kemiskinan, dan peningkatan tingkat kesehatan masyarakat.
“Program ini seperti bayi waktu baru kami mulai. Dan benar, kami sedikit seperti orang tua. Tapi akhirnya bayi itu terus tumbuh, hingga kuliah. Sudah mandiri. Sudah besar. Dan orang tua tidak boleh tetap di situ. Mereka harus pergi, melepaskan, dan melihat perkembangannya sendiri.” Kata Kinari berkisah.

Bagi kami, terlibat dalam kegiatan konservasi berarti harus melebur bersama masyarakat. Tahun ini tepat 10 tahun Klinik Alam Lestari menemani masyarakat.
“Saya begitu senang. Waktu mulai program ini saya kira tidak akan ada kemajuan. Tapi saya lihat dalam waktu 10 tahun ini, kemajuannya begitu pesat. Di sini, dulu waktu kami baru mulai program ini selalu terdengar bunyi mesin chainshaw. Nah, sekarang yang kita dengar suara burung.” Kata Kinari.
Generasi muda di sini juga kami rangkul untuk turut terlibat. Kami percaya, kebiasaan baik yang sudah dilatih sejak dini akan terbawa hingga mereka dewasa.

“Dokter Kinari selalu bilang, kuncinya sayang adalah sayang. Jadi kalau kamu cinta Indonesia, maka cintai alammu dan lakukan dengan sepenuh hati. Lakukan segala sesuatunya dengan rasa sayang.” Pungkas Mike.

Disclaimer: tulisan di atas merupakan transkrip video  NET. Documentary.

Please write your comments