Surat Al-Baqarah (2)
8. Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman
9. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar
10. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta
11. Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”
12. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar
Ilustrasi orang munafik/Kredit gambar |
Peringatan keras itu terdapat pada ayat 8, Allah secara tegas berbicara dengan objek utamanya manusia (yang memiliki sifat munafik). Di antara kita semua, atau mungkin kita sendiri mungkin termasuk dalam golongan orang itu. Mari introspeksi diri, kita mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir tetapi dalam kenyataannya kita sama sekali tidak memercayainya.
Contoh kecilnya, kita mengaku beriman kepada Allah, tetapi dalam keseharian kita sama sekali tidak menghadirkan Allah, meninggalkan perintahnya, bahkan justru semakin asyik dengan larangan-larangan Allah. Jauh dari Allah selama hidup di dunia sama artinya kita telah mengingkari hari akhir, karena bagaimana mungkin orang akan mengingat hari akhir sementara dengan penciptanya saja sama sekali tidak ingat? Na’udzubillah min dzalik.
Ayat ke 9, Allah menegaskan bahwa sesungguhnya orang-orang munafik tersebut bermaksud hendak menipu Allah, padahal mereka menipu dirinya sendiri. Inilah kebodohan kita sebagai manusia, bagaimana tidak? Menyatakan diri sebagai manusia yang beriman sedangkan pada dasarnya tidak mengimani keberadaan Allah dan hari akhir sama saja bertindak bodoh. Kita ini siapa? Allah ini siapa? Itulah pertanyaan mendasar yang dapat kita ajukan agar semua manusia sadar diri. Kita sangat kecil di hadapan Allah, dan menjadi makhluk paling bodoh jika berusaha menipu-Nya. Sungguh, tak akan bisa. Kehidupan yang semacam ini telah digelapkan oleh nikmatnya dosa hingga manusia jadi semakin terlena, dosa-dosa yang kita lakukan setiap hari itulah yang akan membutakan mata hati kita dan menghalangi datangnya cahaya Allah.
Pesan untuk kita semua, termasuk untuk diri saya sendiri, bodohlah manusia yang berusaha menipu Allah. Ada baiknya kita selalu mempertanyakan kembali pada hati nurani kita, apakah tingkah laku kita sebagai manusia telah –minimal mendekati- kehendak Allah, atau jangan-jangan kita telah mendustai hati nurani kita sendiri dalam setiap tingkah laku sehari-hari? Padahal hati nurani adalah tempat bersemayamnya kebenaran.
Ayat 10, manusia munafik telah menodai hatinya sendiri dengan kebohongan-kebohongan, tipuan dan pembelaan diri. Dalam ayat 10, Allah menerangkan akan menambah penyakit tersebut sesuai kehendaknya. Astaghfirullah, manusia tak akan berdaya melawan kehendak Allah, sungguh ironis jika sampai Allah menambahkan penyakit-penyakit hati lainnya di dalam hati kita. Secara rasional, penyakit hati orang munafik akan menimbulkan efek negatif dan mengundang penyakit-penyakit hati lainnya seperti serakah, iri, prasangka buruk, dan penyakit-penyakit lainnya. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa kemunafikan mengundang penyakit-penyakit hati lainnya yang akan memenuhi hati kita, nah kalau hati kita sudah terpenuhi oleh penyakit-penyakit semacam itu, lalu di mana kita akan meletakkan Allah? Meletakkan Rasulullah, Meletakkan Al-qur’an?
Ayat 11, inilah bukti kebebalan orang munafik. Sudah salah, diingatkan, masih juga ngeyel. Orang munafik ketika diingatkan justru melakukan pembelaan-pembelaan terhadap dirinya sendiri tanpa melihat fakta yang sebenarnya, ayat ini ada hubungannya dengan ayat 9, yakni orang munafik akan berusaha menipu Allah.
Ayat 12, menerangkan bahwa orang munafik secara tidak sadar telah berbuat kerusakan di muka bumi ini. Bagi dirinya, bagi lingkungannya, bagi agamanya, bagi keluarganya, dan bagi bangsa dan negaranya. Dalam ayat-ayat selanjutnya, Allah menjelaskan bahwa orang munafik akan dibiarkan terombang-ambing dalam kesesatan sampai kehendak-Nya datang.
Astaghfirullah, akhirnya melalui tulisan ini saya mengajak kepada pembaca sekalian untuk mengaminkan doa ini.
Ya Salam, engkau yang maha menyelamatkan. Selamatkanlah kami dari penyakit hati, penyakit kemunafikan. Sungguh, kami tidak ingin disiksa di kerak neraka. Astaghfirullahal ‘Adziim.