Membaca Peradaban Cina - Jurnal Darul Azis

Membaca Peradaban Cina

Membaca Peradaban Cina

Cina [Foto via loeildelaphotographie.com]


Kemajuan suatu bangsa tidak terlepas dari sejauhmana kemajuan peradabannya. Demikian kita membaca kemajuan Cina saat ini, negara yang telah menjelma raksasa perekonomian dunia. Melalui novel berjudul “Perempuan Bernama Arjuna 2, sinologi dalam fiksi”, kita akan tercengang-cengang oleh fakta ilmiah (orang lain boleh saja menyebutnya klaim) yang berhasil dikemas oleh Remy Sylado secara rinci tentang sejarah, bahasa, kebudayaan dan peradaban Cina (sinologi). 


Bermula dari kepulangan Arjuna ke Bandung untuk berbulan madu, kota yang sejak zaman Belanda punya istilah Bandung de stad van bloemen yang goed voor pas getrouwde paar (Bandung adalah kota kembang yang baik untuk pasangan yang baru nikah untuk berbulan madu). 

Di Bandung, ayahnya justru menyuruh Arjuna dan suaminya, Jean-Claude van Damme, menemui Kan Hok Hoei untuk meminta petuah soal xing bie (seks), warisan pengetahuan Cina tentang bagaimana menjaga keharmonisan keluarga melalui kamar tidur. 

Tak hanya petuah soal xing bie yang didapat, pertemuan dengan Kan Hok Hoei itu pun meluas hingga membicarakan sejarah peradaban Cina, membuat suami Arjuna ingin menyerap sebanyak-banyaknya pengetahuan tentang Cina dari cendekiawan tulen tanpa gelar kesarjanaan itu. 

Terang saja hal itu membuatnya ingin lebih lama tinggal di Indonesia. Selanjutnya Arjuna dan suaminya pun kemudian juga dipertemukan dengan Jan Lim dan Yeyen putrinya yang karuan juga membawa pengetahuan baru tentang Cina.

Bersama suaminya yang mantan pastor Jesuit, juga dosennya sendiri (sebagaimana diceritakan dalam novel sebelumnya : Perempuan Bernama Arjuna, filsafat dalam fiksi), Arjuna mulai membaca kembali darah yang mengalir di tubuhnya. Darah Cina. 

Seperti halnya potret kehidupan “Parijs van Java”, yang menukik pada masalah “prasangka rasial”, “pri non pri”, “engkoh-encik”, “pembauran”, “masakan Cina”, “muslim Cina”, “musik Cina”, “obat Cina”, hingga seputar “nyetun”, “purenva di Saritem.” Acara  bulan madunya itu pun juga tak luput dari sejumlah pelajaran kehidupan Sunda, Cina, Belanda, Jawa, Manado, Batak, dan etnik-etnik lain di Indonesia.

Meski berbentuk sinologi dan berusaha mengangkat keluhuran budaya Cina, napas nasionalisme tetap berhembus sejuk menjadi bingkai alur cerita. Sebagaimana ditegaskan di halaman 89 oleh Kan hok Hoei :
           “Sebelum kita maju lebih jauh, saya perlu tandaskan supaya jelas dan tidak disalahartikan. Saya ini orang Cina, dan saya mewarisi kebudayaan luhur Cina, tapi saya bukan bangsa Cina. Saya bangsa Indonesia. Indonesia adalah negara modern.

Sebuah negara modern tidak didirikan oleh mimpi akan satu ras murni seperti mimpinya Hitler dengan Nazinya itu- tapi adalah negara yang menjadi besar justru karena dibangun warganegaranya yang benar-benar menghayati kebangsaannya sebagai suatu realitas intertribal dan interrasial dunia yang internasional."

Kehadiran tokoh-tokoh besar Cina lintas generasi membuat novel ini semakin bergizi, juga tokoh-tokoh berpengaruh di penjuru dunia turut melengkapi alur cerita.

Demikian Remy Sylado selama ini berkarya, selalu melibatkan tokoh-tokoh penting di dalamnya. Penjelasan tentang tokoh tersebut ditulis dalam bentuk catatan kaki, sehingga lebih memudahkan pembaca untuk segera memperoleh keterangan lengkap, tanpa harus membolak-balik buku (tidak seperti novel sebelumnya). 

Novel kedua ini lebih asyik untuk dibaca, karena pembaca juga akan dihidangkan pada kritik-kritik pedas khas penulisnya secara tajam dan lugas. Mengingat antara Indonesia dan Cina terdapat banyak kemiripan, di antaranya: jumlah penduduk, mata pencaharian penduduk, sosial budaya, dan geografis, maka kehadiran novel ini sangat cocok untuk menambah khasanah literatur ilmiah bagi akademisi, politisi, birokrat, keturunan Cina, budayawan dan pemangku kepentingan lainnya. 

Kehadiran novel ini juga  menambah vitamin pemikiran sejarah dan menjadi perangsang gairah pengetahuan budaya nasional. Dengannya pula kita dapat membaca sejarah peradaban Cina, tak hanya keturunan Cina di Indonesia, tetapi negara Cina yang saat ini telah menjadi pemain penting perekonomian dunia itu. Selamat membaca bacaan bermutu.
                                   
Please write your comments