"Aku kalau baca buku jadi ngantuk"
"Aku nggak suka baca orangnya"
Penyataan itulah yang sering saya dengar dari teman-teman saya yang kurang gemar membaca. Entahlah, di abad yang sangat padat informasi ini, ternyata masih banyak juga orang yang belum menjadikan ritual membaca sebagai salah satu kegiatan rutinnya. Karena membaca itu membosankan. Karena membaca itu tidak asyik. Karena membaca itu nggak keren. Karena barangkali, membaca belum menjadi kebutuhan primer orang kebanyakan. Karena barangkali, mereka belum sepenuhnya sadar bahwa sebenarnya penyebab mereka tertangkap basah oleh polisi lalu lintas adalah karena kurang pandai membaca (situasi, rambu-rambu lalu lintas, peringatan, dan lain sebagainya).
Meski demikian kita tidak bisa mempersalahkan mereka. Karena barangkali, ada sesuatu dan lain hal yang belum mereka ketahui sehingga membaca menjadi kegiatan yang sangat membosankan, bikin ngantuk, dan tidak menyenangkan. Untuk itulah, saya membagikan beberapa tips yang –menurut pengalaman saya- sangat manjur dan akan membuat Anda jatuh cinta pada ritual yang satu ini. Semoga. Dan inilah tipsnya.
1. Membodohkan Diri
Menganggap diri bodoh adalah satu resep paling manjur agar kita berantusias terhadap bacaan, apapun itu. Mau koran kek, tulisan jelek di blog kek, buku kek, majalah kek, bahkan status media sosial edukatif sekalipun. Saya rasa, tidak selayaknya kita merasa diri telah cukup pintar dan berpengetahuan luas, sementara di luar sana masih banyak sekali orang-orang di atas kita (dalam hal keilmuan dan pengetahuan). Dengan membodohkan diri, maka pikiran kita akan terbuka terhadap semua sumber ilmu dan pengetahuan. Begitu juga sebaliknya. Dan selanjutnya, agaknya bisalah kita gunakan prinsip, “Aku bodoh, maka aku ada.” *Aishhh !
2. Mengagumi Penulisnya.
Masih dalam ranah pengalaman pribadi saya, cara efektif untuk dapat melahap habis bacaan adalah dengan mengagumi penulisnya terlebih dahulu. Bagaimana caranya, kan belum kenal? Pertama-tama kan sudah dengan membodohkan diri, sebagaimana saya sebutkan di muka. Kalau itu sudah dilakukan dengan baik, maka yang terjadi kemudian adalah kita akan merasa kagum dengan penulisnya (biasanya, orang yang [merasa] bodoh akan gampang kagum terhadap orang-orang cerdas).
Apa yang bisa kita kagumi dari mereka? Sederhana saja, misalnya, orang tersebut telah berhasil menulis sesuatu untuk kita baca. Orang tersebut tidak malas menulis seperti kita. Orang tersebut, barangkali, memiliki semangat berbagi ilmu yang begitu besar melalui tulisan-tulisannya. Atau bisa juga dengan cara lain, yakni baca terlebih dahulu biografinya. Dalam setiap tulisan atau buku, biasanya akan dicantumkan pula segudang prestasi yang pernah diraih sang penulis, atau identitas singkat yang menerangkan “siapa sang penulis sebenarnya”. Setelah membaca biografinya itu, meski kita tidak mengenal secara langsung, bukan tidak mungkin kita akan langsung terkagum-kagum dengannya, dan tertarik untuk mengenal lebih jauh sosoknya-–melalui tulisan-tulisannya tentu. Ini sangat manjur dalam sejarah pembacaan saya. Membaca tulisan-tulisan orang yang kita kagumi menjadi sangat menarik perhatian kita untuk dapat membacanya dengan tuntas, dibanding dengan tidak sama sekali berusaha mengenali atau pun mengagumi penulisnya.
3. Mengenali Minat
Tak ada yang lebih menyenangkan dari aktivitas membaca selain membaca apa yang sangat menarik bagi diri kita. Orang yang tak berminat membaca cerita, jangan Anda suguhi novel best seller setebal lima ratus halaman karangan novelis terkenal seantero nusantara yang sudah menerima penghargaan berkali-kali, kecuali kalau Anda mau melihatnya melempar novel itu ke tong sampah yang sudah penuh sampah.
Untuk menumbuhkan minat baca, cara yang juga sangat baik adalah dengan mengenali minat terlebih dahulu. Kemudian, marilah kita membaca sesuai minat masing-masing. Itu akan jauh lebih membantu. Atau setidaknya, memberikan porsi yang cukup besar terhadap bacaan yang sesuai dengan passion kita. Kalau memang sangat berminat terhadap fesyen, sebaiknya alokasikan waktu Anda untuk banyak-banyak membaca tentang dunia fesyen. Kalau memang sangat berminat terhadap olahraga, sudah selayaknya kita lebih banyak membaca tentang dunia olahraga. Kalau memang sangat berminat tentang isu-isu politik, akan lebih baik kalau kita membaca banyak hal tentang politik pula. Ya, membaca dengan cara seperti itu memang akan terkesan membuat pengetahuan kita sangat sempit karena hanya berfokus pada satu hal, tapi sebenarnya sangat mendalam, dan itu sangat bagus. Tapi jangan khawatir, lama-kelamaan pasti akan bergeser juga kok ke hal-hal lain yang agak umum. Karena toh, suatu pengetahuan tak akan berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berkait erat.
4. Kepo
Menurut Kamus Besar Bahasa Alay Indonesia (KBBAI), kepo memiliki arti rasa ingin tahu yang sangat besar (tapi bukan tahu ukuran jumbo loh ya!). Aktivis mbribik militan, pasti akan gencar membaca masa lalu bribikannya dengan rutin dan sukarela –melalui apalagi kalau bukan media sosialnya. Kaum gagal move on, pasti juga akan dengan rajin -minimal lima waktu dalam sehari semalam- membaca status-status media sosial mantannya. Berhadap ada status yang mengandung kode kalau sang mantan ingin balikan dengannya. #Mulaingawur
Pada tingkatan yang lebih terhormat, rasa kepo ini akan menjadikan seseorang untuk gemar menggosip membaca. Orang yang kepo pada banyak hal, hampir dapat dipastikan akan mencari tahu tentang hal itu -harapannya sih dengan membaca. Mereka akan menjadi detektif-detektifan untuk memuaskan hasrat keponya yang menggebu-gebu itu. Lantas, kita akan dengan lantang meneriakkan jargon anti-mainstream ini : Berani kepo, baik!”
5. Menciptakan PW
Membaca dengan posisi weenak, siapa sih yang nggak mau? Mau membaca sambil nungging, sambil sikap lilin, sambil buang hajat di WC, sambil bercinta, sambil ngerokok, sambil minum kopi, sambil ngemil, asalkan itu bisa membuat kita asyik, nyaman, dan khusyuk membaca, kenapa tidak? Kita tidak perlu mendurhakai kesenangan kita, mengombinasikannya justru lebih baik. Misalnya, si Anok memiliki dua kesenangan: membaca dan ngerokok. Kemudian dia mengombinasikan kedua kesenangannya itu: membaca sambil ngerokok. Lak uwenak tenan rasanya. Kalau tak percaya, coba saja. Baiklah, sepertinya lima tips itu saja dulu yang saya bagikan untuk Anda –karena memang tidak ada tips lain yang saya tahu. Saya cukup yakin, kalau kelima hal di atas bisa Anda jalankan dengan khusyuk, penuh tuma’ninah, dan merasa seolah-olah melihat dan dilihat saya Tuhan Yang Maha Memberi Rasa Asyik Membaca, niscaya, ibadah membaca Anda akan diterima oleh-Nya tanpa basa-basi sedikit pun, tak lagi melalui proses birokrasi yang berbelit. Percayalah ! Sekian, selamat membaca.
\
"Aku nggak suka baca orangnya"
Penyataan itulah yang sering saya dengar dari teman-teman saya yang kurang gemar membaca. Entahlah, di abad yang sangat padat informasi ini, ternyata masih banyak juga orang yang belum menjadikan ritual membaca sebagai salah satu kegiatan rutinnya. Karena membaca itu membosankan. Karena membaca itu tidak asyik. Karena membaca itu nggak keren. Karena barangkali, membaca belum menjadi kebutuhan primer orang kebanyakan. Karena barangkali, mereka belum sepenuhnya sadar bahwa sebenarnya penyebab mereka tertangkap basah oleh polisi lalu lintas adalah karena kurang pandai membaca (situasi, rambu-rambu lalu lintas, peringatan, dan lain sebagainya).
Meski demikian kita tidak bisa mempersalahkan mereka. Karena barangkali, ada sesuatu dan lain hal yang belum mereka ketahui sehingga membaca menjadi kegiatan yang sangat membosankan, bikin ngantuk, dan tidak menyenangkan. Untuk itulah, saya membagikan beberapa tips yang –menurut pengalaman saya- sangat manjur dan akan membuat Anda jatuh cinta pada ritual yang satu ini. Semoga. Dan inilah tipsnya.
1. Membodohkan Diri
Menganggap diri bodoh adalah satu resep paling manjur agar kita berantusias terhadap bacaan, apapun itu. Mau koran kek, tulisan jelek di blog kek, buku kek, majalah kek, bahkan status media sosial edukatif sekalipun. Saya rasa, tidak selayaknya kita merasa diri telah cukup pintar dan berpengetahuan luas, sementara di luar sana masih banyak sekali orang-orang di atas kita (dalam hal keilmuan dan pengetahuan). Dengan membodohkan diri, maka pikiran kita akan terbuka terhadap semua sumber ilmu dan pengetahuan. Begitu juga sebaliknya. Dan selanjutnya, agaknya bisalah kita gunakan prinsip, “Aku bodoh, maka aku ada.” *Aishhh !
2. Mengagumi Penulisnya.
Masih dalam ranah pengalaman pribadi saya, cara efektif untuk dapat melahap habis bacaan adalah dengan mengagumi penulisnya terlebih dahulu. Bagaimana caranya, kan belum kenal? Pertama-tama kan sudah dengan membodohkan diri, sebagaimana saya sebutkan di muka. Kalau itu sudah dilakukan dengan baik, maka yang terjadi kemudian adalah kita akan merasa kagum dengan penulisnya (biasanya, orang yang [merasa] bodoh akan gampang kagum terhadap orang-orang cerdas).
Apa yang bisa kita kagumi dari mereka? Sederhana saja, misalnya, orang tersebut telah berhasil menulis sesuatu untuk kita baca. Orang tersebut tidak malas menulis seperti kita. Orang tersebut, barangkali, memiliki semangat berbagi ilmu yang begitu besar melalui tulisan-tulisannya. Atau bisa juga dengan cara lain, yakni baca terlebih dahulu biografinya. Dalam setiap tulisan atau buku, biasanya akan dicantumkan pula segudang prestasi yang pernah diraih sang penulis, atau identitas singkat yang menerangkan “siapa sang penulis sebenarnya”. Setelah membaca biografinya itu, meski kita tidak mengenal secara langsung, bukan tidak mungkin kita akan langsung terkagum-kagum dengannya, dan tertarik untuk mengenal lebih jauh sosoknya-–melalui tulisan-tulisannya tentu. Ini sangat manjur dalam sejarah pembacaan saya. Membaca tulisan-tulisan orang yang kita kagumi menjadi sangat menarik perhatian kita untuk dapat membacanya dengan tuntas, dibanding dengan tidak sama sekali berusaha mengenali atau pun mengagumi penulisnya.
3. Mengenali Minat
Tak ada yang lebih menyenangkan dari aktivitas membaca selain membaca apa yang sangat menarik bagi diri kita. Orang yang tak berminat membaca cerita, jangan Anda suguhi novel best seller setebal lima ratus halaman karangan novelis terkenal seantero nusantara yang sudah menerima penghargaan berkali-kali, kecuali kalau Anda mau melihatnya melempar novel itu ke tong sampah yang sudah penuh sampah.
Untuk menumbuhkan minat baca, cara yang juga sangat baik adalah dengan mengenali minat terlebih dahulu. Kemudian, marilah kita membaca sesuai minat masing-masing. Itu akan jauh lebih membantu. Atau setidaknya, memberikan porsi yang cukup besar terhadap bacaan yang sesuai dengan passion kita. Kalau memang sangat berminat terhadap fesyen, sebaiknya alokasikan waktu Anda untuk banyak-banyak membaca tentang dunia fesyen. Kalau memang sangat berminat terhadap olahraga, sudah selayaknya kita lebih banyak membaca tentang dunia olahraga. Kalau memang sangat berminat tentang isu-isu politik, akan lebih baik kalau kita membaca banyak hal tentang politik pula. Ya, membaca dengan cara seperti itu memang akan terkesan membuat pengetahuan kita sangat sempit karena hanya berfokus pada satu hal, tapi sebenarnya sangat mendalam, dan itu sangat bagus. Tapi jangan khawatir, lama-kelamaan pasti akan bergeser juga kok ke hal-hal lain yang agak umum. Karena toh, suatu pengetahuan tak akan berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berkait erat.
4. Kepo
Menurut Kamus Besar Bahasa Alay Indonesia (KBBAI), kepo memiliki arti rasa ingin tahu yang sangat besar (tapi bukan tahu ukuran jumbo loh ya!). Aktivis mbribik militan, pasti akan gencar membaca masa lalu bribikannya dengan rutin dan sukarela –melalui apalagi kalau bukan media sosialnya. Kaum gagal move on, pasti juga akan dengan rajin -minimal lima waktu dalam sehari semalam- membaca status-status media sosial mantannya. Berhadap ada status yang mengandung kode kalau sang mantan ingin balikan dengannya. #Mulaingawur
Pada tingkatan yang lebih terhormat, rasa kepo ini akan menjadikan seseorang untuk gemar menggosip membaca. Orang yang kepo pada banyak hal, hampir dapat dipastikan akan mencari tahu tentang hal itu -harapannya sih dengan membaca. Mereka akan menjadi detektif-detektifan untuk memuaskan hasrat keponya yang menggebu-gebu itu. Lantas, kita akan dengan lantang meneriakkan jargon anti-mainstream ini : Berani kepo, baik!”
5. Menciptakan PW
Membaca dengan posisi weenak, siapa sih yang nggak mau? Mau membaca sambil nungging, sambil sikap lilin, sambil buang hajat di WC, sambil bercinta, sambil ngerokok, sambil minum kopi, sambil ngemil, asalkan itu bisa membuat kita asyik, nyaman, dan khusyuk membaca, kenapa tidak? Kita tidak perlu mendurhakai kesenangan kita, mengombinasikannya justru lebih baik. Misalnya, si Anok memiliki dua kesenangan: membaca dan ngerokok. Kemudian dia mengombinasikan kedua kesenangannya itu: membaca sambil ngerokok. Lak uwenak tenan rasanya. Kalau tak percaya, coba saja. Baiklah, sepertinya lima tips itu saja dulu yang saya bagikan untuk Anda –karena memang tidak ada tips lain yang saya tahu. Saya cukup yakin, kalau kelima hal di atas bisa Anda jalankan dengan khusyuk, penuh tuma’ninah, dan merasa seolah-olah melihat dan dilihat saya Tuhan Yang Maha Memberi Rasa Asyik Membaca, niscaya, ibadah membaca Anda akan diterima oleh-Nya tanpa basa-basi sedikit pun, tak lagi melalui proses birokrasi yang berbelit. Percayalah ! Sekian, selamat membaca.
\