Lima Mutiara Hikmah di Balik Maraknya Aksi Pembegalan - Jurnal Darul Azis

Lima Mutiara Hikmah di Balik Maraknya Aksi Pembegalan

Lima Mutiara Hikmah di Balik Maraknya Aksi Pembegalan

Image Source : Republika

Sampai saya menulis ini, aksi pembegalan masih kerap terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Media-media onlen militan juga masih khusyuk menampilkan #Begal sebagai topik pilihannya. Ini artinya, topik tentang #Begal memang sungguh menarik khalayak, tak kalah menariknya dengan topik Yang Dipertuan Ahok, Yang Diperlembut Jokowi, dan Yang Disensasikan Syahrini.

Ya walaupun sebenarnya saya agak heran sih kenapa topik #Begal baru mengemuka belakangan ini, padahal sejak dulu kala aksi tersebut telah menghantui banyak orang. Ke mana saja (media) kita selama ini? 

Okelah, anggap saja itu pertanyaan ringan yang tak terlalu darurat untuk dijawab. Karena tulisan saya juga bukan ke sana arahnya.

Tulisan saya kali ini sekadar ingin mengajak Anda sekalian untuk lebih arif dalam menyikapi maraknya aksi pembegalan, yang ternyata membawa hikmah luar biasa besar. 

Kenapa harus mengambil  hikmah? Karena kalau mau ngambil motor udah keduluan begal.

Dan,  berikut ini mutiara hikmah yang berhasil saya rangkum, di balik maraknya aksi pembegalan di bumi Indonesia nan lucu ini.   


1.  Mengurangi Populasi  Jomblo

Salah satu penyebab terjadinya aksi pembegalan adalah karena kesendirian dan ketidak-imbangan. Jika keduanya telah berpadu dengan sempurna, maka kun fayakun, terjadilah aksi pembegalan. Jarang sekali bukan kita mendengar bahwa si korban pembegalan adalah peserta konvoi? Ya kecuali kalau sang begal juga mau menyiapkan pasukan yang lebih banyak lagi. Tapi kan ya ndak  lucu. Kayak tawuran anak sekolah aja. 

Semakin maraknya aksi pembegalan ini, sebenarnya membawa secercah harap untuk qaum jomblo : populasinya dapat berkurang dengan angka yang sangat progresif.  Apa pasal?  Selama ini sering kita lihat banyak sekali pengendara yang naik motornya sendiri-sendiri (kemungkinan besar mereka jomblo). Tidak cowok tidak cewek, tidak siang tidak pula malam. Nah, ini kan sebenarnya berbahaya sekali. Kenapa pengendara-pengendara yang sendirian itu tidak berbarengan saja, kalau toh tujuannya sama. Selain dapat lebih menghemat ongkos, menambah teman (syukur-syukur pasangan), dan menghidupkan kembali semangat komunal kita, hal tersebut juga dapat mengurangi kemacetan bukan?

Kalau disodori ide ini, barangkali Pemerintah paling mbacot pun akan setuju. Dan selanjutnya, semakin berfungsilah halte-halte bis –yang tak sepi dan tak pula rame itu -untuk mempertemukan si pengendara yang sendiri tadi, dengan calon penumpangnya tentu. Dan kita tidak akan melihat pengendara jomblo berkeliaran di jalan karena mereka telah memiliki pasangan-pasangan sementara, yang kali saja ada progres yang lebih serius. 


2.  Memperkuat  Eksistensi Tuhan

Biar bagaimanapun,  maraknya aksi pembegalan ini semakin memperkuat eksistensi Tuhan dalam diri manusia, minimal saat berkendara lah. Bayangkan,  sekarang ini orang akan cepat sekali lupa dengan Tuhan kalau sudah mendengar harga BBM naik-turun. Orang juga akan rentan lupa Tuhan kalau di dompetnya sudah banyak sekali nota utang uang. Sang Aktivis Mbribik, juga cepat sekali lupa dengan semua idealismenya –berikut Tuhannya tentu- kalau sudah berhasil membonceng incarannya menuju tempat kencan paling romantis nan murah di sepanjang sejarah kembribikannya.

Wah, kalau begitu kan Tuhan makin ndak eksis –walaupun sebenarnya Dia Tak Pathek’en dengan itu, diingat nggak diingat tak akan berpengaruh bagi-Nya. Tapi kan ya kasihan manusianya kalau sama sekali ndak ingat Tuhannya. Terkutuk sekali. Dan rentan menjadi manusia yang putus harapan.

Nah, maraknya aksi pembegalan inilah yang sekiranya menjadi jalan agar nama Tuhan eksis (kembali) di hati manusia. Sekali lagi, minimal saat hendak, sedang, dan setelah berkendara. Biar bagaimanapun, kalau kita hendak menggunakan Fatwa Beliau Syeh Abraham Maslow, kita butuh rasa aman bukan, setelah kebutuhan ekonomi terpenuhi? Rasa aman, biasanya lebih sering didapat dari yang namanya Tuhan. Kalau sudah berdoa, manusia akan merasa aman. Kalau sudah haqqul-yaqin Tuhan akan melindungi, manusia akan merasa sangat aman. Demikian seterusnya. 

Di situ kadang saya berpikir, barangkali #Begal-#Begal itu memang salah satu utusan-Nya untuk umat manusia yang kian rusak ini. Wallahu a’lam bisshawab.


3. Masyarakat Kian Sadar Berasuransi

Masih seputar rasa aman tadi, kebiasaan manusia zaman sekarang, baru akan merasa sangat tenteram kalau sudah merasa terlindungi. Setelah berdoa kepada Tuhan, sudah sepatutnya manusia berikhtiar melalui upaya-upaya nyata. Dan, asuransi adalah sebagai solusi jitunya.

Dengan asuransi, badan yang terkena bacok bisa diklaim loh  (ini khusus bagi orang-orang yang berani melawan). Pun bagi orang yang kehilangan motornya, bisa diklaim juga (Tapi jangan coba-coba bekerja sama dengan begal atau maling, percayalah, orang asuransi lebih antisipatif dan lebih pintar dibanding nasabahnya). 

Semakin maraknya aksi pembegalan, perampokan, dan penggarongan, sudah selayaknya menyadarkan khalayak betapa pentingnya mengasuransikan diri, anak, istri, kendaraan, dan rumah kita. Pula bagi perusahaan asuransi, tangkaplah fenomena ini dengan seksama. Niscaya, keuntunganmu akan berlipat ganda!


4. Citra Kepolisian Semakin Membaik

 Aih, kita tahulah bagaimana bejatnya citra (citra loh, citra!) polisi di mata masyarakat kita yang belum sadar hukum itu. Apalagi baru-baru ini, polemik calon pucuk pimpinan kepolisian Republik Unyu ini sempat geger dengan lembaga anti-rasuah pujaan masyarakat. Tambah hancurlah reputasi kepolisian di Indonesia. 

Karena itulah, bagi institusi maupun personal kepolisian, ini kesempatan emas bagi Anda untuk memperbaiki citra. Yakni dengan bekerja lebih giat lagi untuk menjaga keamanan di sekitar wilayah kerjanya. Biar masyarakat sedikit makin simpatik dengan institusi dan diri Anda.

Dan, maraknya aksi pembegalan kiranya dapat menjadi momentum untuk membenahi cara pandang kita terhadap polisi. Ternyata banyak juga kok polisi yang cantiknya nggak ketulungan cukup naif. Banyak juga polisi yang ikhlas mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat.


5. Masyarakat Jadi Semakin Kompak

Individualisme mencerminkan ketidakkekompakan dan akan menghancurkan kita. Demikian aktivis organisasi militan sering berpetuah kepada adik-adik juniornya. Barangkali itu ada benarnya juga, kondisi masyarakat yang semakin individualis plus takut mati karena punya banyak utang dan dosa turut memupuk dan semakin menyuburkan benih-benih #Begal di republik ini. 

Oleh karenanya, hal tersebut sudah selayaknya menjadi renungan reflektif umat manusia Indonesia, bahwa sudah saatnya kita menjadi masyarakat yang kompak untuk membakar begal menjaga keamanan di lingkungan masing-masing, mewaspadai gerak gerik yang mencurigakan, menangkap pelaku dan menyerahkan kepada pihak berwajib, agar dapat segera diproses secara hukum.

Please write your comments