Oleh : Darul Azis
Bulan April nanti, Dana Desa yang bersumber dari APBN akan mulai disalurkan. Sebagaimana diatur dalam PP No. 60/2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, penyaluran Dana Desa akan dilakukan secara bertahap, tahap pertama pada bulan April (40 persen), tahap kedua pada bulan Agustus (40 persen), dan tahap ketiga pada bulan November (20 persen). Dana Desa di dalam APBN 2015 mulanya dianggarkan hanya sebesar Rp 9,066,2 triliun, namun kemudian bertambah menjadi sebesar Rp 20,66,2 triliun dalam APBN-P 2015. Jumlah tersebut akan dibagikan untuk 74.000 desa di seluruh Indonesia, sehingga besaran penerimaan untuk masing-masing desa tak kurang dari Rp 120-200 juta.
Jumlah tersebut belum termasuk Alokasi Dana Desa (ADD), yakni dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Jumlah ADD dalam APBD sedikitnya 10 persen dari dana perimbangan (PP No. 43/2014). Jadi selain memperoleh dana dari APBN, desa juga akan memperoleh alokasi dana dari APBD yang juga akan disalurkan secara bertahap oleh masing-masing Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Menteri terkait.
Namun, meskipun waktu penyaluran dana sudah semakin dekat, dari banyak pengakuan yang mengemuka, ternyata masih banyak sekali Kepala Desa dan Perangkat Desa yang belum memahami secara utuh mengenai DD dan ADD tersebut. Baik dari segi jumlah, alokasi penggunaan, dan mekanisme pencairannya. Bahkan ada juga Kepala Desa yang ketakutan kalau-kalau dana sebesar itu malah menyeretnya ke kasus hukum karena kebelum-pahamannya itu.
Ada dua hal mendasar yang melatarbelakangi masalah tersebut, yakni masih kurang tersosialisasikannya regulasi yang mengatur tentang Dana Desa dan Alokasi Dana Desa. Selain itu, kesiapan desa baik dari segi aparatur maupun perencanaan pembangunan, juga masih menjadi masalah pelik yang dihadapi pemerintah desa saat ini.
Problem-problem di atas harus segera diatasi agar dana desa dapat dikelola secara efektif, efisien, dan memberi manfaat yang besar bagi masyarakat desa. Pemerintah melalui kementerian terkait perlu terus mensosialisasikan regulasi yang mengatur pengelolaan Dana Desa tersebut. Di samping itu, pemerintah daerah juga seharusnya segera menyiapkan regulasi lebih lanjut terkait pengelolaan Dana Desa.
Proporsional
Kendala terbesar pembangunan desa selama ini adalah minimnya kualitas SDM di desa. Pada situasi demikian, pemerintah daerah memiliki tanggungjawab untuk terus memberikan pendampingan secara intensif terkait pelaksanaan pembangunan desa agar diorientasikan pada peningkatan sumber daya manusia terlebih dahulu, baik perangkat maupun masyarakatnya –untuk desa yang masih belum memadai kualitas SDM-nya. Pendampingan ini menjadi suatu hal yang wajar, ibarat seorang ibu yang tak henti-hentinya mendampingi, mengarahkan, dan mengawasi anaknya yang sedang berusaha untuk hidup dewasa dan mandiri.
Barulah ketika kualitas SDM di desa telah meningkat, pembangunan dan pengelolaan Dana Desa dapat digeser ke arah pembangunan fisik. Dengan demikian, pembangunan fisik dapat lebih terencana, terorganisasi, dan dikendalikan oleh SDM yang telah benar-benar siap dan mumpuni. Dengan adanya Dana Desa ini pemerintah desa berikut masyarakatnya, seyogyanya juga tidak keburu nafsu terhadap pembangunan infrastruktur/fisik sebelum perbaikan kualitas SDM desa diupayakan. Karena ada proporsi yang berbeda dalam pengelolaan Dana Desa ini, yakni harus didasarkan pada analisis kebutuhan dan masalah di desa itu sendiri. Dan, bagi desa-desa yang telah lebih siap dan unggul SDM-nya, diharapkan dapat menjadi percontohan bagi desa-desa lain dalam hal pengelolaan Dana Desa. Agar sekali lagi, Dana Desa dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat desa.