Uripe Manungsa Iku Ibarat Mung Mampir Ngerjakne Ujian - Jurnal Darul Azis

Uripe Manungsa Iku Ibarat Mung Mampir Ngerjakne Ujian

Uripe Manungsa Iku Ibarat Mung Mampir Ngerjakne Ujian


Image Source : www.tvrisumsel.co.id
        Hari ini sungguh membuat saya percaya kalau setan, iblis, dan bala tentaranya itu memang sengaja didesain oleh Tuhan untuk memiliki otak yang cerdik. Ketika saya hendak dzuhuran, eh, ide untuk tulisan ini muncul. Alhasil, ya begitulah, pembaca pasti tahu bagaimana shalatnya seseorang yang sudah ingin nulis sesuatu tapi masih malas tak juga mendapatkan ide untuk tulisan dan malah mendapatkan ide ketika hendak shalat, padahal selama ini shalatnya masih sangat buruk, sering berbuat dosa, dan shalat, baginya baru sebatas ritual untuk menggugurkan kewajiban.
       Hari ini pula, saya juga memercayai kalau hidup ini sejatinya hanyalah tempat kita singgah untuk mengerjakan ujian, uripe manungsa iku ibarate mung mampir ngerjakne ujian. Iya, ujian. Sebagaimana hari ini tengah juga dihadapi oleh adik-adik kita di SMA/SMK/MA di seluruh wilayah Indonesia. Hari ini, besok, lusa, tulat, tubin, mereka akan diuji negara dengan soal-soal yang horror itu. Namanya juga Ujian Nasional, berarti Negara yang menguji. Iya kan? 
         Ujian Nasional, meskipun oleh Kang Anis tidak lagi dijadikan sebagai satu-satunya syarat untuk menentukan kelulusan siswa, saya rasa memang sudah selayaknya untuk terus diadakan. Apa sebab? Agar siswa terlatih untuk ditakut-takutijujur, wani perih, dan teruji mentalnya. Agar guru-guru bisa lebih serius dalam mendidik siswa dengan cara yang sekreatif-kreatif, semudah-mudah, dan secerdas-cerdas serta sebijak-bijaknya. Hasil Ujian Nasional, sebenarnya adalah evaluasi untuk para guru tentang bagaimana cara mendidik siswa yang baik. Tak hanya itu, Ujian Nasional tetap perlu diadakan agar sekolah-sekolah juga lebih serius dalam mengelola dan menyiapkan sumber daya manusia yang tak hanya pintar secara akademik, namun juga religious secara spiritual, matang secara emosional, dan berkarakter secara budaya. Agar pemerintah daerah juga mulai memerhatikan kualitas putra-putrinya di daerah, sehingga dapat diharapkan sumbangsihnya untuk membangun daerah. Selain itu, agar pemerintah daerah juga mau berlomba-lomba dalam perbaikan kualitas pendidikan di daerahnya masing-masing. Agar pemerintah pusat juga tidak menutup mata lagi, bahwa betapa masih banyak ketimpangan dalam dunia pendidikan kita.
        Secara historis, kehidupan manusia memang tidak pernah lepas dari yang namanya ujian. Dulu, simbah kita, Nabi Adam ‘Alaihissalam juga pernah diuji dengan kejombloan (baca kesendirian). Kemudian datang Hawa, itu pun pada akhirnya menjadi ujian bagi Simbah Adam. Yakni ketika Hawa termakan bujuk rayu iblis agar memakan buah khuldi, sehingga kemudian Hawa membujuk Simbah Adam untuk memetik dan memakannya bersama-sama.  Tak cukup sampai di situ, atas perbuatan itu, mereka harus mendapatkan ujian lagi, yakni diusir dari surga dan terlemparlah mereka ke dunia yang jancuk fana ini. Kalau begitu, berarti benar kan kalau ternyata di dunia ini kita hanya mampir untuk mengerjakan ujian?
      Dalam kehidupan sekarang ini pun, kita juga diuji dengan berbagai hal. Ujian Tengah Semeter, Ujian Akhir Semester, Ujian Skripsi, Ujian Proposal, Ujian Status Hubungan, Ujian Punya Istri Cantik, Ujian Punya Mertua Galak, Ujian Punya Gadget Canggih, Ujian Mbribik Bakal Calon Pacar, Ujian Masuk Perguruan Tinggi Subsidi (PTN maksudnya), Ujian Masuk Pegawai Negara Sampingan, Ujian Masuk Surga, Ujian Masuk Neraka, Ujian Masuk Sebagai Daftar Calon Menantu Idaman, Ujian Punya Presiden Selow,  Ujian Untuk Tidak Selfie, Ujian Untuk Tidak Pamer, Ujian Untuk Tidak Keminter, Ujian Melupakan Masa Lalu, Ujian Masuk Kerja dan seribu seratus delapan puluh lima macam ujian lain yang terkadang didesain dengan sangat unik, lucu, dan nganeh-nganeh oleh Sang Penguji.
       Lantas, kalau begitu, sebenarnya apa manfaat ujian? Bercermin pada apa telah saya kemukakan di awal, ide tulisan ini pun sebenarnya adalah sebentuk ujian untuk mengetahui kualitas shalat saya. Jadi dapat kita ambil satu kata kunci dari semua itu, yakni  kualitas. Ujian untuk mengetahui kualitas diri kita.
         Kedua, setelah kualitas diketahui, maka selanjutnya adalah identifikasi masalah. Kenapa saya tidak bisa mengerjakan ujian itu. Di mana salah saya.  Apa kekurangan saya. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan membantu kita untuk mengetahui masalah-masalah dalam diri.
Selanjutnya, adalah evaluasi. Misalnya, dari pengalaman tersebut, akan muncul pertanyaan penelitian berikut : bagaimanakah strategi mencari ide tulisan yang menarik? Jawabannya dengan melakukan shalat (tapi ini tidak baik, jangan dilakukan). Pertanyaan lain misalnya, bagaimana cara menanggulangi ketidakkhusyukan dalam shalat; bagaimana cara agar dapat shalat dengan khusyuk, bagaimana cara agar setan tidak mengganggu kita selama shalat dan berbagai pertanyaan-pertanyaan lain yang dapat kita modifikasi sedemikian hingga.
          Barulah setelah muncul pertanyaan-pertanyaan demikian, selanjutnya dapat dirumuskan langkah macam apa yang harus dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi (ini sudah masuk manfaat ketiga).
       Begitulah pokok’e, uripe manungsa iku ibarate mung mampir ngerjakne ujian. Saya sudahi tulisan ini. Selamat berlibur di hari Senin. Selamat mengerjakan ujian.





Please write your comments