Mentalitas Wagu Kaum Buruh - Jurnal Darul Azis

Mentalitas Wagu Kaum Buruh

Mentalitas Wagu Kaum Buruh

Tulisan ini, saya merasa tak cukup bagus untuk dibaca. Ini hanya semacam uneg-uneg remeh temeh saya. Tapi, kalau Anda memang tipe orang selo dan enggak punya banyak pekerjaan, atau kalau Anda bukan ahli ibadah yang sedang semangat-semangatnya memburu surga, saya sarankan untuk tidak pindah ke saluran lain. Tetaplah di jalur ini. Jalur yang (mungkin) benar.

Soal momentum pemostingan, pun sebenarnya juga telat. Atau bahasa instagramnya #Telatpost. Tulisan ini seharusnya saya posting pada tanggal 1 Mei lalu, yang konon adalah Hari Buruh Sedunia (Hari juragan sedunia tanggal berapa ya?). Tapi tak apalah, anggap saja tulisan ini memang sengaja saya siapkan untuk perayaan hari buruh internasional tahun depan.


Iya, memang postingan saya kali ini akan membahas(akan) buruh dan mentalitasnya. Sudahlah, tak perlu bertele-tele. Saya tak punya cukup banyak data internet untuk tetap berlama-lama di blog ini. Hehe


Berikut inilah mentalitas buruh yang telah berhasil saya utak-atik-gathuk hari ini. Saya melakukannya di kala perut sedang keroncong setengah rok-an. Jadi maklumi saja kalau Anda akan menemui banyak hal yang tak seronok di dalamnya.


1. Bos-isme


Mentalitas ini paling akut dan hampir menjangkiti sebagian besar kaum buruh. Mereka takut kepada bos, disiplin kalau ada bos, giat kalau diperhatikan bos dan lain-lain macam cara agar bosnya senang. Buruh yang menganut faham ini selalu menganggap bos adalah segalanya.


2. Jadi Pesuruh


Buruh sering diidentikkan dengan pesuruh. Tapi tahukan Anda, kalau ternyata di luar sana banyak sekali orang-orang yang tak suka disuruh, tapi tak pula bisa menjadi penyuruh. Buruh yang telah terjangkiti mentalitas semacam ini tak akan terbersit dalam benaknya untuk melakukan pekerjaan karena kehendaknya sendiri; melainkan nunggu disuruh. Gak peka lah intinnya. Gak punya inisiatif, apalagi kreatif. Duh.


3. Banyak Nuntut


Buruh-buruh yang memiliki mentalitas semacam ini banyak maunya, tapi sedikit kerjanya. Mereka mungkin belum memahami kalau sejatinya lebih baik meningkatkan kinerja ketimbang banyak tuntutan. Karena sesuatu tak akan didapat melebihi jatah yang seharusnya.
 
Tapi, kalau memang bos Anda pelitnya minta ampun serta tidak menghargai kinerja dan totalitas Anda, ya sebaiknya memang ditinggalkan sih. Dia tidak layak menjadi bos Anda, maka sudah sepatutnya segera Anda pecat. 

Please write your comments