Jujur dalam beribadah/Ilustrasi www.liesyoungwomenbelieve.com |
Pada suatu pagi, selepas shalat subuh Gambril menghadap gurunya, Gombral. Pagi itu ia ingin mengungkapkan kegelisahan hatinya.
“Tumben Mbril, pagi-pagi sudah ke sini,” celetuk Guru Gombral yang saat itu tengah memberi makan ayam-ayamnya.
“Saya hendak mengadu Guru,”
"Sudah sarapan belum kamu?’’ Guru Gombral malah bertanya balik.
“Belum Guru,”
“Ya sudah, kamu silakan ke dapur dulu. Ada singkong goreng di meja. Sama sekalian kalau mau bikin kopi atau teh,”
Mendapat tawaran seperti itu, Gambril pun langsung menuju dapur. Di rumah gurunya itu, ia memang sudah seperti keluarganya sendiri, terutama soal makanan.
Tak lama kemudian ia sudah keluar dengan membawa segelas teh hanget dan piring berisi singkong goreng. Guru Gombral tampak sudah duduk di beranda rumahnya. Gambril langsung menyusul gurunya yang walaupun usianya sudah sepuh tapi tetap kelihatan gagah itu.
Tak lama kemudian ia sudah keluar dengan membawa segelas teh hanget dan piring berisi singkong goreng. Guru Gombral tampak sudah duduk di beranda rumahnya. Gambril langsung menyusul gurunya yang walaupun usianya sudah sepuh tapi tetap kelihatan gagah itu.
“Kamu mau mengadu soal apa?” Tanya Guru Gombral setelah menyeruput kopinya.
Gambril memperbaiki posisi duduknya. Lalu mengutarakan kegelisahaannya,
“Begini Guru, saya merasa ada masalah besar dengan ibadah saya.”
“Masalah apa?”
Gambril menghela napas. Dipandanginya gelas berisi teh di meja. Gelas yang tampak sedang menerbangkan asap.
“Saya merasa tidak bisa ikhlas semata-mata karena Allah.”
“Wah... kalau soal itu memang pelik Mbril,”
“Lalu bagaimana dong Guru?”
“Gini saja, untuk sementara ini kamu enggak usah berusaha untuk ikhlas dulu. Sudah biarkan mengalir apa adanya saja.”
“Lha kok begitu guru? Bukankah Guru sendiri yang bilang bahwa dalam beribadah kita harus ikhlas karena Allah, dan itu sangat penting?”
“Iya.. tapi buktinya kamu tidak bisa kan? Makanya kalau begitu jadinya, coba kamu jujur dulu kepada Allah perihal apa sebenarnya motif ketaatanmu itu. Kalau memang dhuhamu itu karena pengin dapet rezeki banyak, bilang saja, Tuhan, aku jujur nih ya, shalat dhuhaku hari ini karena pengin dapet rezeki yang banyak dari sampeyan. Maaf, hari ini aku belum bisa ikhlas." Guru Gombral berhenti sejenak. Kemudian melanjutkan,
"Kalau memang shalatmu itu karena kamu ingin terlihat shaleh di mata orang banyak, ya ngadulah sama Allah. Jujur sama Dia. Dengan begitu kamu tidak seperti orang munafik di hadapan-Nya. Setidaknya kamu menyadari ketidakikhlasanmu itu. Itu yang paling penting.”
“Bukankah Allah Maha Tahu guru? Dia tahu pasti tahulah kalau saya ini banyak modus.”
“Iya, benar. Allah memang tahu, tapi kan tidak ada salahnya kalau kita yang hina ini jujur kepada-Nya.”
“Sampai kapan saya harus seperti itu terus Guru?”
“Sampai kamu bosan. Eh..bukan bukan... maksudnya, sampai kamu malu. "Belakangan ini aku kian yakin," lanjut Guru Gombral, "bahwa kejujuran-kejujuran semacam itulah yang akan membuat kita semakin ikhlas."
Gambril mengangguk-angguk, sambil kemudian mengambil sepotong singkong goreng dari piring. Guru Gambril memakan singkong goreng yang gurih itu dengan lahapnya. Ya Allah, kedatangan hamba ke rumah Guru Gombral pagi ini sebenarnya lebih karena singkong goreng yang nikmat ini. Jujur, hamba kangen banget sama singkong goreng olahan Bu Gombral. Maaf ya Ya Allah, hamba belum bisa ikhlas menuntut ilmu hari ini." Gumam Gambril dalam hati.
Melihat Gambril yang begitu lahap memakan singkong goreng Guru Gombral pun tersenyum seribu arti.
Melihat Gambril yang begitu lahap memakan singkong goreng Guru Gombral pun tersenyum seribu arti.