Cerita Pertama Kali Masuk Sekolah - Jurnal Darul Azis

Cerita Pertama Kali Masuk Sekolah

Cerita Pertama Kali Masuk Sekolah

Hari pertama masuk sekolah/ ilustrasi via IndonesiaIndonesia.com


Cerita ini agak nyambung dengan cerita pertama, karena masih berkisah tentang masa-masa sekolah. Dan kali ini, saya sengaja menelurkan kisah tentang hari pertama masuk Sekolah Dasar (SD).  Dalam cerita sebelumnya, Anda tahu bukan betapa semangat saya untuk sekolah sangatlah tinggi? Sampai-sampai saya nekat menjadi penyusup segala.

Karena itulah, di usia saya yang kelima tahun, saya sudah didaftarkan untuk sekolah di SDN 2 Way Tuba dan diterima. Padahal sih seharusnya batas minimal usia masuk SD kala itu adalah enam tahun. Entahlah, sampai sekarang saya juag belum tahu kok bisa-bisanya saya masuk di usia segitu. Saya juga belum sempat bertanya kepada bapak tentang hal itu, entah karena bapak saya nyogok, atau karena guru wali saya yang tak lain adalah tetangga dekat kami sendiri.

Sekilas mengenai sekolah saya, SDN 2 Way Tuba merupakan satu-satunya SD di dusun kami. Sekolah tersebut berada di dusun Talang Kangkung Baru. Untuk sampai ke sekolah, kami yang tinggal di dusun Kangkung Asri harus menempuh perjalanan yang cukup jauh (untuk ukuran jalan kaki dan oleh anak kecil tentunya). Jaraknya tak kurang dari satu setengah kilometer.

Jalan yang kami lewati kami sebut jalan gede, karena merupakan jalan perlintasan utama yang menghubungkan banyak kampung, kecamatan, dan bahkan kabupaten. Di sepanjang jalan gede ini, kami melintasi sebuah jembatan (yang juga kami sebut sebagai jembatan gede) dan area persawahan. 

*****

Hari yang saya nanti-nantikan pun tiba. Subuh-subuh saya sudah bangun, bergegas mandi, menyisir rambut, sarapan, dan bersiap untuk berangkat meski di luar masih gelap. Saya masih ingat betul, waktu itu saya membawa uang saku sebesar dua ratus rupiah, mengenakan sepatu yang ada lampunya, dan ah sial.. untuk tasnya saya tidak ingat.

Kami berangkat pukul lima pagi, beramai-ramai, dengan bercahayakan obor dari blarak (daun kelapa kering). Saat itu, memang masih musimnya rebutan tempat duduk di hari pertama masuk sekolah. Siapa yang pertama kali datang, itulah yang berhak memilih di mana tempat duduknya. Dan itu dilakukan semua siswa. Sehingga di pagi yang masih gelap itu, sekolah kami sudah riuh oleh suara siswa-siswi yang rebutan bangku.

Loh, memangnya pintu kelasnya tidak dikunci? Seingat saya dulu jarang ada tuh yang namanya pintu kelas dikunci. Wong nggak ada barang berharga di kelas. Ya kalaupun ada yang bisa dicuri paling-paling ya sisa-sisa kapur. Eh...andai pun ada yang dikunci, toh kami tetap bisa menerobos lewat jendela yang kacanya tak pernah awet itu. Haha.

Meskipun sudah berangkat mruput, saya hanya beroleh tempat duduk nomor dua dari belakang. Karena ternyata, banyak yang berangkat lebih pagi dari saya. Bahkan, ada yang sudah membooking tempat duduk sejak seminggu sebelum masuk sekolah.

Sejak pagi itu, saya duduk bersama dua orang teman, yaitu Man dan Agus. Man adalah tetangga dekat saya, badannya besar, garang, dan nyontekan. Sedangkan Agus adalah salah satu siswa dongkol di kelas satu itu (tidak naik kelas), badannya kecil, dan berkulit hitam. Saya duduk di tengah, Man sebelah kanan saya, dan Agus sebelah kiri. Selama di kelas satu, Man selalu nyontek saya. Sedangkan Agus, kami diskriminasi dan kami tindas. (Duh, maaf ya Gus)

Sejak pagi itu pula, saya benar-benar resmi menjadi siswa SDN 2 Way Tuba. Di sekolah inilah, anak-anak di dua dusun, yakni Talang Kangkung Asri dan Talang Kangkung Baru, untuk pertama kalinya bertemu, berkenalan, belajar bersama, dan juga terjerat kisah asmara. Jangan salah, zaman saya SD, kami sudah tertarik dengan lawan jenis loh.

Akhirnya saya masuk sekolah juga.
Please write your comments