Pendongeng : Dongeng Dapat Menghaluskan Budi Pekerti Anak - Jurnal Darul Azis

Pendongeng : Dongeng Dapat Menghaluskan Budi Pekerti Anak

Pendongeng : Dongeng Dapat Menghaluskan Budi Pekerti Anak

Malam itu suasana ruang seminar TBY tampak ramai oleh muda-mudi. Mereka datang dengan roman yang --seakan tengah-- rindu dengan masa kecilnya, saat masih sering didongengi orangtua atau kakek-neneknya.

Kurang lebih pukul 8 malam, acara Bincang-bincang Sastra bertajuk "Alkisah Dongeng dan Para Pendongeng" itu pun dimulai dan dibuka oleh koordinator acara, Latief S Nugraha. Kemudian dilanjutkan dengan penampilan 3 pendongeng kawak Jogja, yakni Kak Ari, Kang Acep Yoni, dan Kak Arif Rahmanto.

Para tamu bincang-bincang yang kebanyakan adalah muda-mudi

Sebagai pendongeng pertama yang tampil malam itu, Kak Ari yang juga Ketua Persaudaraan Pendongeng Muslim Indonesia (PPMI) itu berkisah ihwal penciptaan Adam dan Hawa berikut godaan iblis terhadap keduanya. Di akhir dongengnya, ia berpesan bahwa manusia kelak akan kembali ke kampung halamannya, yaitu surga. Dengan syarat tidak ada sedikit pun kesombongan dalam hatinya.

Penampilan kedua diisi oleh Kang Acep Yoni, penulis sekaligus penulis dongeng. Ia berkisah tentang pertemuan Putri Duyung dengan seorang pemuda tampan bernama Hansen. Putri Duyung menemukan Hansen dalam keadaan pingsan dan terapung di atas sebatang kayu. Berkat pertolongan dan suara merdunya, Hansen pun akhirnya siuman, hingga keduanya saling mengenal.

Namun karena tidak percaya diri dengan wujud fisiknya, sesaat setelah perkenalan itu Putri Duyung segera pergi meninggalkannya di tepi pantai. Takdir berkata lain, pertemuan singkat itu telah membuat Putri Duyung justru jatuh cinta. Ia kemudian menemui seorang nenek penyihir 'kenalannya' agar bersedia mengubah wujudnya menjadi manusia. Nenek sihir itu menyanggupi, namun dengan konsekuensi suara merdu Putri Duyung akan hilang. Tanpa berpikir panjang lagi, Putri Duyung pun menyetujuinya.

Setelah berubah menjadi manusia, Putri Duyung pergi ke daratan untuk mencari pemuda itu yang ternyata adalah seorang pangeran. Dengan rasa rindu yang membuncah, Putri Duyung nekat berkunjung ke istana Pangeran Hansen yang saat itu sedang menghelat pesta. Ia datang dengan suara yang parau.

Kedatangannya ke istana pun tak membuahkan hasil selain pengusiran, karena setahu Pangeran Hansen Putri Duyung itu bersuara merdu. Putri Duyung kembali ke lautan dengan ratapan sedih. Menyesali ketidakpercayaandirinya. (Loh loh... kok jadi ikut mendongeng?)

Penampilan terakhir diisi oleh Kak Arif Rahmanto, seorang guru yang juga pengisi acara dongeng di Radio Edukasi Kemendikbud. Ia berkisah tentang metamorfosis daun jatuh yang kemudian menjadi humus dan menumbuhkan daun-daun baru. 
Acara bincang-bincang bersama 3 Pendongeng Jogja

Selesai menampilkan pertunjukan dongeng, kemudian acara dilanjutkan dengan bincang-bincang yang dipandu langsung oleh Cak Kandar. Dalam bincang-bincang tersebut, Kang Acep mengatakan dongeng merupakan media yang dari sanalah muncul kesadaran baru bagi pendengarnya.
"Dongeng adalah sastra tertua. Sebagaimana sastra, ia bisa menghaluskan budi pekerti anak," tambah Kak Arif kemudian.
Dongeng juga sangat baik jika dijadikan sebagai media pembelajaran. Bahkan menurut kesaksiannya, di negara maju sekelas Jepang dan Amerika pun masih menggunakan dongeng sebagai media pembelajaran.

Dalam kesempatan yang sama, Kak Ari juga menyampaikan visi PPMI yakni turut membangun akhlak bangsa melalui kisah.
"Kisah adalah metode pembelajaran yang telah ditawarkan Tuhan. Ini bisa kita lihat dari isi Alqur'an yang sepertiganya adalah kisah-kisah tentang masa lalu.'' Tandasnya.
Please write your comments