Intensifikasi Pendidikan Anti Korupsi - Jurnal Darul Azis

Intensifikasi Pendidikan Anti Korupsi

Intensifikasi Pendidikan Anti Korupsi




Oleh : Darul Azis*

Baru-baru ini,  Transparency International Indonesia (TII) merilis hasil survey Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia untuk tahun 2014. Hasil survey TII menunjukkan Indonesia berada di peringkat 107 dunia dengan indeks persepsi korupsi 34,  lebih baik dari tahun 2013 yang menempatkan Indonesia di peringkat 114 dengan indekss 32. Meskipun persepsi terhadap tindak pidana korupsi ini terhitung membaik, Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga. Singapura misalnya, selama tiga tahun ini selalu masuk peringkat 10 besar negara terbersih dari korupsi, sehingga pembangunan di negara tersebut pun makin berkembang pesat.

Mengingat dampaknya yang  amat luas, penyakit korupsi ini harus dicegah sedini dan semaksimal mungkin, sebab bukankah lebih baik mencegah dari pada mengobati –jika korupsi dianalogikan sebagai penyakit kronis bagi manusia. Lagi pula, tingginya tindak pidana korupsi ini sangat menghambat  pembangunan. Korupsi menjadikan kemakmuran dan kesejahteraan di Indonesia hanya sebagai mimpi semu belaka dan berhenti pada tataran teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. 
Korupsi dan Kekuasaan
Tindak pidana korupsi seringkali dilakukan ketika seseorang memiliki kekuasaan  atau wewenang, terlebih lagi jika kekuasaan dan kewenangan tersebut sangat minim pengawasaan dan pertanggungjawaban, baik terhadap publik maupun hukum. Teori ini populer dengan rumus C = M + D – A/T  atau  Coruption = Discretion + Monopoly – Accountability/Transparency(Klitgaard, 1998 : 34). Oleh karena itu adanya korupsi sangat ditentukan oleh bagaimana kekuasaan diperoleh dan dijalankan. Pada kekuasaan yang diperoleh dan dijalankan dengan cara yang tidak baik dan melanggar ketentuan hukum, di situlah korupsi akan muncul. Namun tidak menutup kemungkinan pula, kekuasaan yang diperoleh dengan cara yang baik, pada akhirnya  juga dijalankan secara tidak baik dan melanggar ketentuan hukum. Dari sinilah kerangka besar upaya pencegahan tindak pidana korupsi ini kita temukan.  
Mentalitas (calon) pemimpin, pejabat atau birokrat. Adalah poin pertama yang harus kita perhatikan ketika hendak memilihnya. Di sini rekam jejak yang bersangkutan harus ditelusuri secara seksama sebagai bahan pertimbangan penempatan atau pemberian jabatan (amanah). Rekam jejak seseorang dalam kurun waktu sepuluh hingga dua puluh tahun sebelumnya, masih sangat relevan untuk dijadikan bahan pertimbangan. Kita tidak akan bisa mengubah mentalitas (calon) pemimpin, pejabat atau birokrat dalam tempo singkat, tetapi cara lain masih dapat kita tempuh, yakni dengan tidak memberikan atau menghilangkan kekuasaan dan kewenangan yang melekat padanya.
Poin kedua adalah mencegah agar para pemimpin, pejabat atau birokrat tidak menyalahgunakan kekuasaan/kewenangannya. Ketika mereka telah memiliki mentalitas yang baik kemungkinan untuk menyeleweng sangat kecil. Meskipun demikian kita tidak boleh terlena, perlu upaya rekontruksi sistem yang mempersempit ruang penyelewengan kekuasaan. Misalnya melalui transparansi dan akuntabilitas publik dalam  penyelenggaraan pemerintahan. Ke depan, idealnya sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia terus diorientasikan pada upaya ini, guna mempersempit celah korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Upaya di atas juga perlu didukung dengan pengawasan oleh lembaga yang independen. KPK, Kejaksaan, PPATK, BPK, media massa dan lembaga lain harus terus dikuatkan peran dan fungsinya. Mereka yang akan menguak kasus korupsi dan mengangkat ke permukaan secara gamblang. Selanjutnya, demi kesinambungan upaya pemberantasan korupsi, maka pertanggungjawabannya pun harus tegas. Yakni melalui pemberian sanksi yang berat, berkeadilan, dan memberikan efek jera bagi para pelakunya.
Mencegah dan memberantas korupsi adalah pekerjaan berat, mahal dan membutuhkan waktu yang lama. Pun kita tidak  pernah tahu kapan praktik korupsi akan berakhir. Upaya yang telah penulis kemukakan di atas juga tidak akan ada artinya tanpa ada kemauan politik (political will) para pemimpin bangsa dalam memberantas korupsi. Maka langkah sederhana yang dapat kita lakukan saat ini adalah memberikan pendidikan anti korupsi secara intensif di semua tingkatan dan ranah pendidikan. Lingkungan keluarga, pendidikan dasar hingga jenjang perguruan tinggi, dan lingkungan masyarakat seyogyanya tidak luput dari pendidikan anti korupsi, agar semakin banyak generasi penerus bangsa yang memahami bahaya perilaku korupsi bagi kehidupan manusia.
Melalui intensifikasi pendidikan anti korupsi ini, diharapkan akan lahir generasi yang pada gilirannya akan menyingkirkan pelaku  korupsi (masa kini) melalui gerakan revolusioner anti korupsinya. Karena melalui pendidikanlah karakter generasi anti korupsi dapat terbentuk dan generasi muda sebagai motornya. Mari, kita ciptakan lebih banyak lagi kader-kader anti korupsi di Indonesia demi menuju Indonesia bersih dari korupsi.



           
Please write your comments